"Integritas seorang penegak hukum tidak diuji saat ia memenangkan kasus, tetapi saat ia harus kehilangan segalanya demi kebenaran." - Mahardika Pintu apartemen di Pejaten tertutup rapat. Jakarta yang sibuk terasa jauh, namun ancaman-ancamannya terasa kian dekat. Ghea berdiri di depan jendela, memandang cakrawala abu-abu. Ponselnya tergeletak di meja, berjarak, seolah Masruri, Kajati Kalbar, bisa menjangkau dan menariknya kembali ke Sanggau kapan saja. "Sanggau atau dipecat?" Ghea berbalik, menatap Mahardika. Ekspresinya bukan lagi cemas, melainkan amarah yang terkumpul. "Mereka memaksa aku memilih antara karir atau kebenaran." Mahardika sedang membuka data di laptopnya. "Tidak ada pilihan, Ge. Kita ambil keduanya. Kita hancurkan Karina, dan itu otomatis membersihkan namamu." "Itu id

