AKSA VS RAYA

785 Words
"Apaan sih!" Raya menghentakkan tangannya sampai cengkraman Aksa terlepas, sudut mata Aksa menatap gadis tersebut teliti, rahang tegasnya mengeras. Memangnya siapa yang tak mengenal Raya? Jujur, awalnya Aksa tidak begitu peduli dengan rumor yang beredar, menjelaskan seberapa bad-nya sosok Raya, tapi sekarang demi kolor petrik yang bisa terbang, Aksa ingin mengeluarkan gadis itu dari yayasan milik bokap-nya sekarang juga. Rambut ombre merah Raya, membuat mata Aksa rasanya sakit, baju Raya yang ketat, kuku-nya yang warna-warni, dan juga rok-nya jauh di atas lutut. "Lo mau sekolah apa mau ke bar?" Kecam Aksa, ia melepaskan genggamannya secara kasar. "Ini sekolah, lo tau kan? Lo pikir lo bisa berperilaku seenaknya, lo tau siapa gue!" Sinis Aksa, matanya menatap tajam iris Raya, bukannya takut Raya malah melotot, ia berkacak pinggang. Perbincangan keduanya menyita perhatian seisi kantin, biasanya Aksa tidak pernah mau mengobrol dengan orang asing, selain keluarganya atau bahkan teman dekatnya sendiri. Tapi apa yang Aksa lakukan sekarang? Kenapa ia begitu memperibetkan kehidupan seorang Raya? "Wahai Radinaksa Adiguna anak dari Radinazka, gue tekankan sama lo sekali lagi, lo pikir dengan lo anak dari pemilik Yayasan, lo bisa atur gue sesuka lo? Ha!" Bentak Raya tak ada takutnya, Raya menyeringai merasa menang, dan Aksa malah menatap gadis itu penuh dengan rasa kebencian. Dasar gadis tidak punya sopan santun, tidak bagaimana caranya meminta maaf, sombong, kacau, bodoh! "Orangtua lo pernah ngajarin lo gimana caranya minta maaf kan?" Aksa membalas tak kalah sengit, tangannya beralih ke meja untuk mengambil pembalut yang sempat mendarat mulus pada piring nasi gorengnya. Aksa menyengir,"Ini, gue sita!" Ia membalikkan badan, memasukan pembalutnya ke dalam saku celananya. Mata Raya terbelalak,"Eh jangan! Gue mau ganti pembalut! Astaga tar gue tembus gimana!" Aksa tak juga mendengarkan, ia terus berjalan menuju bibi penjual nasi goreng, lelaki itu mengeluarkan uang sepuluh ribu untuk membayar. "Makasih bi." Kata Aksa, sebelum ia kembali berjalan menelusuri koridor menuju kelasnya, menaikki tangga untuk menunu lantai kedua. Baru selangkah Aksa hendak menaikki tangga, ia harus memutar bola matanya malas, melihat Raya sudah berdiri menghadap jalannya, wajah datar milik Aksa melenguh malas. "Minggir," perintah Aksa pelan tapi penuh penekanan. Raya tidak juga minggir, ia menyodorkan tangannya,"Sini pembalut gue!" Pinta Raya. Aksa membuang pandangannya, sungguh gadis yang menyebalkan! Aksa rasanya ingin memutilasi Raya sekarang juga, lalu di jadikan santapan untung anjing belakang sekolah, sayangnya Aksa terlalu baik untuk melakukan itu semua. "Gak! Geser!" Perintah Aksa lagi. Raya malah melipatkan kedua tangannya di atas d**a, sepertinya ia benar-benar menantang Aksa saat ini, Raya mencondong badannya, mendekat ke wajah Aksa, sampai mereka tak lagk ada jarak, dan bau Vanila dari Raya bisa tercium sampai ke indra penciuman Aksa. "Wahai Aksa, gue mau lo balikin pembalut gue! Atau lo akan---" "Apa?" Gadus itu segera menjauh, ia menghentakkan kedua kakinya kesal,"Aksa gue mau pembalut gue! Gue mau olahraga! Kalau gue tembus nanti gimana? Ha? Lo mau tanggung jawab?" Gerutu Raya sekarang bertambah kesal. Aksa tidak peduli, ia menaik turunkan bahunya malas,"Gue gak ngapa-ngapain lo buat apa tanggung jawab, mending lo minggir, gue mau ke kelas." Aksa menunbut bahu Raya, ia akhirnya bisa menaikki tangga, Raya menatap punggung Aksa tajam, penuh dengki, dendam dan keiblisan. "Oke oke gue harus apa biar lo kasih pembalut gue! Gue butuh itu sekarang!" Kalimat Raya barusan mampu menarik perhatian Aksa, ia kembali membalikkan badannya. "Lo bener gak tau caranya bilang maaf ya?" Aksa menggerlingkan bola matanya, kemudian Aksa mengulum bibirnya sejenak. "Buruan mau lo apasin! Gue mau olahraga!" Desak Raya. Aksa mengangguk,"Oke." Lelaki itu melirik arlojinya sejenak,"Detik ini, gue Radinaksa Adiguna mengklaim lo sebagai babu gue!" "What?!" Raya menggeleng tidak setuju,"Heh! Jangan karena gue lagi butuh sama itu lo jadi seenaknya ya!" "Oke kalau gak mau," Aksa membalikkan lagi badannya. "Eh? Tunggu! Jangan selamanya dong!" Protes Raya. Aksa berpikir sejenak, dan lagi-lagi ia mengangguk,"Sampe ujian akhir sekolah." Raya berdecak malas,"Lo gak pernah di ajain gimana rasanya ikhlas ya! Bisa-bisa-nya lo!" Raya meredam emosinya,"Oke." Aksa langsung mengeluarkan benda berharga milik perempuan itu dari kantongnya,"Nih!" Dengan cepat Raya merampas benda itu dengan geram, ia membalikkan badannya bergegeas meninggalkan Aksa, Aska tersemyum miring. "Di rok lo ada bercak merah," perkataan Aksa nyatanya mampu membuat Raya menghentikan langkahnya, Raya segera mencari tembok kemudian menempel di sana. "Astaga gue harus apa! Kalau gini kan percuma gue minta pembalut sama tu cowok kampret, mana gue udah jadi babunya lagi!" Aksa rasanya ingin tertawa keras, melihat ekspressi Raya yang lagi menahan rasa malunya. "Kenapa di sana lo bilang mau olahraga?" Raya menggertakkan giginya,"Gue tembus! Lo gak liat apa?" Kedua alis Aksa saling bertautan,"Masa sih?" Raya menahan amarahnya, napasnya sudah naik turun sekarang,"Kan tadi lo yang bilang bego." Aksa mencibir,"Gue bercanda padahal." Aksa melanjutkan langkahnya menaikki tangga menuju kelas, sontak Raya langsung menarik menengok ke belakang rok-nya, dan benar ternyata rok Raya masih bersih. "Dasar b******k!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD