DAY 5

1365 Words
Tanggal merah. Tanggal yang dinanti-nantikan banyak orang. Tidak ada buku pelajaran bagi remaja, tidak ada deadline pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai target bagi dewasa. Hari dimana semua orang lepas dari beban hidup untuk sejenak. Termasuk Sakura. Dia tidak akan melewatkan kesempatan libur sehari ini, karena jika dihari-hari lainnya dia tidak bisa merasakan kebahagiaan apapun tentang libur meski dia memaksakannya. Batinnya akan terus memikirkan tentang buku pelajaran, tugas rumah juga tulisan pak Tresno di papan tulis. Sakura mengenakan dress berwarna kuning muda juga tas kecil yang dia selempangi. Rambutnya terurai ujungnya nampak bergelombang. Dia cukup lama memperhatikan cermin, padahal dia tahu tempat yang dituju nanti bukanlah mall, atau pusat lainnya yang dikaitkan dengan bau kota dan pengaruh globalisasi. Dia hanya akan mengunjungi tempat kemarin. Selang beberapa lama, bibir Sakura yang tadinya datar kini mengembang setelah melihat sosok Devan. Laki-laki itu datang dengan mengendarai sebuah sepeda. “Naiklah Ra!” Sakura menatap sepeda dan dress yang dikenakannya berurutan. Sesuatu terlintas di pikirannya bahwa ekspektasinya menganggap Devan dengan rumah semegah itu akan menjemputnya dengan mobil tetapi realitanya, sepeda. Sakura tersenyum kecut. Dia tidak mempermasalahkan apakah itu mobil atau sepeda. Hanya saja kalau tahu seperti ini, celana training mungkin lebih baik. “Apa yang kau tunggu,” ujar Devan yang sedari tadi melihat Sakura dan kebingungannya. Sakura memperbaiki posisi dan duduk menyamping. Hingga cukup lama dia menunggu Devan belum menjalankan sepedanya. “Ada apa Dev?” “Tidakkah kau berniat memelukku?” Sakura sontak memukul punggung Devan. “Dasar c***l!” “Ha, c***l?” Baiklah, kalau kau tak mau melakukannya.” Devan memutar pedal sepeda cukup cepat hingga membuat Sakura berteriak, hampir saja dia jatuh ke belakang. Sakura kini menyadari maksud Devan. Namun setelah menyadarinya dia malah memukul punggung laki-laki di depannya untuk yang kedua kali membuat Devan bergumam “Cih.” Setibanya ditujuan, Sakura langsung menaiki rumah pohon, kali ini tanpa bantuan Devan. Meskipun memakai dress, setidaknya dia tidak mengenakan rok seperti kemarin. Sakura merapikan rambutnya yang tadi tertiup angin cukup kencang sembari juga melihat Devan yang memasukkan bola basket ke dalam ring. “Masuklah ke dalam grup basket kalau kau mau,” teriak sakura dari atas. Dia menatap cermin kecil yang diambil dari dalam tasnya. Masih memastikan bahwa rambutnya baik-baik saja. Devan mendongak “For what? Aku lebih suka menganggap ini sebagai permainan ketimbang pertandingan.” Bolanya masuk lagi ke dalam ring. “Serah.” Sakura memasukkan cerminnya kembali ke dalam tas. Devan betul-betul keras kepala dan dingin. Dia terlihat seperti es batu. Devan menyeka peluh keringatnya. Dia menyusul Sakura naik ke rumah pohon. Setelah mereka duduk berdampingan, Devan membuka baju kaosnya menyisakan bidang d**a yang datar disertai abs. Sakura seketika memukul bahu Devan dengan satu tangan. Tangan sebelahnya lagi untuk menutup mata. “APAYANG KAU LAKUKAN DEV.” Suara teriakan Sakura membuat burung- burung yang bergelantungan di pohon beterbangan secara bersamaan. Devan tertawa kecil. “Aku kepanasan Ra. Apa salahnya membuka baju?” “APA SALAHNYA? AKU PEREMPUAN DEV. TUTUP AURATMU SEGERA!” Devan menyeringai. “Baiklah…” Dia memakai bajunya yang masih basah karena keringat. “Tunggu aku disini, aku ganti baju dulu.” Sakura mengangguk. Dia mengayunkan tangannya seolah mengusir Devan sambil berkata “husshh” Setelah Devan pergi, Sakura membuka matanya. Dia bernapas lega. Entah apa yang terjadi,suasana barusan betul-betul absurd bagi Sakura. Seorang anak rumahan tiba-tiba melihat sesuatu yang belum pernah dilihat sebelumnya. Burung-burung yang tadinya pergi kini kembali. Kicauannya membuat Sakura tersenyum. “Maafkan aku, bukankah itu salah Devan? Lain kali kalau dia duduk disini dan aku tidak ada tolong beritahu dia, jangan lakukan hal yang tak senonoh macam tadi.” Burung berkicau, Sakura menganggap itu sebagai kata ‘iya.’ Sakura yang menunggu Devan kembali cukup lama mulai bosan. Dia berdiri setelah sesuatu menarik perhatiannya, banyak ukiran tulisan di batang pohon. Namun, gambar tiga orang anak yang saling mendekap satu sama lain begitu menarik perhatiannya. Sakura menyentuh ukiran itu dan matanya seketika terbelalak ketika ada tulisan nama di bawah gambar. Devan, Andi, Alex. Sakura betul-betul yakin sekarang, bahwa hubungan Devan dan Andi dulunya begitu dekat. Tetapi, Alex? Sakura penasaran siapa laki-laki yang berada di tengah gambar itu. SAKURA POV : “Ra, turunlah!” Mendengar suara Devan membuatku menjauh dari batang pohon dan bergegas turun. Devan membawa dua gelas jus pisang juga sandwich. “Kamu betul-betul menjaga kesehatanmu Dev,” gumamku lalu mengambil ssepotong sandwich. “Tentu, bukankah sehat itu penting? Karena itu kamu harus tidur lebih cepat Ra. Jaga kesehatanmu dengan baik.” Aku mengangguk. Devan terdengar seperti ahli gizi sekarang. Selang beberapa lama, Devan menaiki tangga dengan gelas jus pisangnya di tangan kiri sedang sandwich menggelantung di mulutnya karena satu tangan lagi berpengangan pada tangga. Aku hanya bisa menaikkan kedua bahu melihat tingkahnya. Seperti biasa, dia terlihat seperti anak kecil yang bodoh. Juga terkadang terlihat seperti es batu. Bahkan dia bisa terlihat seperti keduanya at the same time. Selang beberapa lama, aku mulai merasakan keanehan. Seperti tidak merasakan keberadaan Devan di rumah pohon. Aku mendongak ke atas. Menaruh gelas jusku yang belum habis. Menaiki tangga perlahan diikuti jantungku yang berdegup kencang. Hingga aku mendapati Devan tertidur. “Dev… Dev…” kugerak-gerakkan tubuh Devan. “Dev… jangan bercanda.” Aku mulai mendekatkan telingaku di d**a Devan. Keringat menjalar di sekujur tubuhku. Gawat, Devan tak sadarkan diri. * Setelah meminta pertolongan kepada tukang kebun Devan di rumahnya, akhirnya Devan bisa dengan selamat tiba di rumah sakit. Kata dokter yang menanganinya, Devan terkena aritmia jantung. Dimana hal itu terjadi saat impuls listrik di jantung tidak bekerja dengan baik. Sehingga penderita akan pingsan. Menurutku, mungkin karena menaiki tangga tadi. Aku membaringkan kepalaku tepat di sebelah Devan. Memperhatikan titik-titik air yang mengalir melalui selang infusnya. Seseorang terdengar mengetuk pintu membuatku membalikkan badan segera. Tubuhku bergetar. Shira Audit, ya, itu jelas dia. Apa yang perempuan itu lakukan disini. Aku tidak tahu. Aku mencarinya disetiap event hanya untuk meminta foto dan tanda tangan namun kali dia berdiri dihadapanku. Mataku terus membulat. Aku seolah mati rasa. Namun yang terpenting saat ini adalah senyum. Idolaku saat ini terus tersenyum melihatku sedang aku terlihat seperti orang bodoh. “Boleh aku masuk?” Aku mengangguk. Tubuhku seakan membeku sehingga tidak dapat berkata apa-apa. Perempuan dihadapanku menyodorkan tangannya. “Aku ibunya Devan. Siapa namamu Nak?” “Aku Sakura tante.” Balasku menyalaminya. “Hmm… Devan bercerita banyak tentangmu melalui telepon.” Aku membulatkan mata. Kalau saja bukan Shira dihadapanku mungkin aku akan bertanya banyak. Kenapa Devan tidak pernah cerita kalau Shira adalah ibunya. Bukankah semalam dia melihat foto yang kupegang. Harusnya dia memberitahuku agar aku tidak shock seperti sekarang ini. Shira Audit. Perempuan ini merupakan tokoh inspirasi negara setelah bukunya yang berjudul “Be A Good Woman” laku di pasaran. Bahkan katanya saat ini sudah percetakan ketujuh. Namun sebelum buku itu dicetak, dia memang sudah terkenal karena keramahannya serta sering menghadiri kegiatan sosial. Dia sala satunya selebriti yang kukagumi. Ketimbang kebanyak artis sekarang yang memamerkan harta dan kehidupan pribadinya untuk mengundang perhatian masyarakat. “Sakura.” Aku terbangun dari lamunanku. Shira tersenyum, dia sangat cantik. Sungguh. "Aku benci mengatakan ini bahwa bukan aku orang yang membuatnya bahagia. Tapi kamu, Sakura. Kamu membuat Devan punya tujuan hidupnya lagi." Deg. Apa yang Shira katakan? "Aku bersyukur karena Devan bertemu denganmu. Selama ini, aku dan ayahnya membuat kesalahan besar hingga Devan terlahir tanpa berpikir kecerobohan singkat itu hanya menyakiti hati kecil Devan sepanjang hidupnya. Siapa Devan sebenarnya? Shira Audit adalah ibunya. Apa jangan-jangan Lucas si aktor tampan yang merupakan mantan suami Shira adalah ayahnya? Aku tidak tahu kalau mereka memiliki anak. Pantas saja Devan setampan itu. Kepalaku seketika berputa-putar. Apa yang kurasakan saat ini seperti mimpi. Perkataan Shira seolah menggambarkan bahwa orang baik belum punya perjalanan hidup yang baik. Namun orang buruk menjadi buruk sudah pasti karena perjalanan hidup yang buruk. "Kuharap kamu bisa berada di sisi Devan. Dari dulu, anak itu mekar di taman yang sepi." Mekar di taman yang sepi? Pikiranku tiba-tiba beralih ke Devan. Aku tidak pernah tahu bahwa dia melalui hidupnya seperti ini hingga dengan mudahnya aku pernah berkata bahwa dia terlihat seperti orang bodoh dan dingin. Meski aku tidak tahu Devan beranggapan seperti apa. Namun bila aku menjadi dirinya, itu jelas menyakitkan hati. Mulai detik ini aku akan bersikap baik kepadanya. .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD