BAB 15: PERTOLONGAN KEDUA

1112 Words
Darah muncrat mengenai wajah dan pakaian Justin. Pria itu roboh di tanah dengan air mata menggenang di matanya. Justin lalu melihat Rose yang sedang memegang pistol di belakang pria yang roboh itu. Suara tembakan itu membangunkan Dex dan anggota lain yang sedang tidur di ruangan sebelah. Mereka langsung bergegas ke ruang perawatan bosnya dan mendobrak pintu yang dikunci itu. Mereka menemukan salah satu anggotanya sudah tergeletak tak bernyawa di sebelah ranjang bosnya, dengan comarenya yang masih memegang senjata yang diarahnya pada mereka. “Jangan mendekat!” teriak Rose. “Ada apa ini Comare? Mengapa anda membunuh anggota kami?” tanya Dex. “Dia mau membunuh Justin dan saya tidak percaya pada kalian! Mundur!” jawab Rose sambil mengokang pistolnya lagi. Dia khawatir masih ada penghianat lain diantara anggota pria itu. “Tidak mungkin kami mengkhianati bos. Kami semua siap mati untuknya!” tegas Dex. “Leonardo mengancam akan membunuh istri dan anaknya” kata Justin. Perkataannya membuat anak buahnya semua melihat padanya, baru menyadari kalau bosnya ternyata sudah sadar. “Apa maksud anda?” tanya Dex. “Saya yakin mereka sudah mati. Mungkin sejak si bodoh ini setuju untuk membunuh saya” jawab Justin. Dex langsung menghampiri anggotanya yang sudah tak bernyawa di lantai dan mengambil ponselnya, lalu membukanya dengan menggunakan sidik jari si mayat. Dia lalu menemukan video istri dan anak anggotanya yang mati itu. Kondisi mereka memprihatinkan, sekujur tubuh mereka penuh luka dan seorang anaknya sudah mati disebelah istri yang sedang menangis dan memeluk satu anaknya yang lain sambil memohon pada Leonardo untuk tidak membunuh anaknya yang sedang dipeluknya erat. “b******n itu!” geram Dex. Orang tua mana yang akan tega jika melihat video itu. Tiba tiba masuk pesan di chat itu. Sepertinya dia melihat kalau pemilik ponsel membuka chat mereka. “Apakah sudah beres?” “Bos” panggil Dex. “Leonardo mengirimkan pesan menanyakan apakah sudah beres. Apa yang harus saya lakukan?” tanya Dex. “Bilang saja sudah dan minta dia bebaskan istri dan anak si bodoh ini” jawab Justin dan Dex lalu membalas chat itu sesuai dengan perintah bosnya. Tidak lama masuk sebuah foto yang membuat Dex mengeram dan hampir meremukkan ponsel itu. Itu adalah foto istri dan anak anak pria yang sudah tidak bernyawa itu. Kondisi istrinya sangat mengenaskan karena bahkan dia diperkosa dulu sebelum dibunuh. “Beritahu yang lain apa yang ada di chat itu” kata Justin. Dia tahu bagaimana cara kerja Leonardo, jadi dia tahu kalau tidak mungkin ada yang masih hidup. “Leonardo mengirimkan foto anak dan istrinya Volter yang sudah mati, bahkan mereka memperkosa istri Volter sebelum membunuhnya” kata Dex pada anggotanya. “Kalian lihat! Jika dia sampai mengancam kalian dengan siapapun yang kalian miliki, mereka tidak akan tetap hidup walaupun kalian sudah menjalankan perintahnya!” kata Dex sambil memperlihatkan foto di ponsel Volter. Sebagian besar mereka semua diam dan memasang wajah datar seperti yang sudah diajarkan selama ini, namun beberapa yang memang mengenal keluarga Volter meringis melihat foto mengenaskan itu. Rose berteriak dalam hatinya mengutuk Leonardo Ricci walau dia juga memasang wajah datar. Si Leonardo Ricci itu benar benar b******n! Dia bahkan memperkosa istri orang yang sudah dia pergunakan sebelum dia bunuh. Ternyata Volter memasukkan obat tidur ke minuman teman temannya yang menjaga ruang perawatan bersamanya. Dia menjalankan aksinya setelah memastikan semua temannya tertidur. Dan ketiga orang itu masih belum bangun walaupun sudah disiram air. “Comare. Anda memang luar biasa. Tidak salah bos memilih anda sebagai pendampingnya. Anda telah menyelamatkan nyawa bos dua kali. Kami bersumpah untuk memberikan hidup kami untuk anda juga. Terimalah hormat kami” kata Dex seraya memberi hormat dan diikuti oleh semua bawahannya. Dia sangat kagum pada wanita di depannya. Di kelompok mereka juga banyak wanita kuat, tapi wanita ini sudah menunjukkan kesetiannya pada bosnya. Dari cara wanita itu mengancam mereka untuk melindungi bosnya membuatnya sangat terharu. Bosnya memang hebat, dia berhasil menemukan wanita luar biasa sebagai pendampingnya. Karena terlalu syok melihat para mafia itu bersimpuh di depannya, Rose bahkan tidak sadar kalau mulutnya menganga! Bagaimana bisa keadaan menjadi semakin rumit seperti ini? Sumpah seorang mafia adalah sumpah yang dibawa mati. Dia menolong Justin Ludovic terutama karena ancaman Darius Hartadi dan yang kedua karena pria itu hanya boleh mati di tangannya! “Sayang. Mereka tidak akan bergerak sampai kau menerima sumpah mereka” kata Diego menggoda Rose, wajah wanita itu sangat lucu. Dia merasa konyol dengan kondisi ini, tapi juga terhibur. Sepertinya anak buahnya menganggap serius perkataannya saat sekarat itu. Tapi sepertinya tidak buruk juga jika dia menikahi wanita ini. Dia memang berhutang nyawa pada wanita itu dan dia bisa membalasnya dengan menjaga wanita itu karena walaupun wanita itu pintar bela diri, tapi ceroboh. Perlahan dia bisa memoles wanita ini menjadi ahli, karena wanita itu memang sudah memiliki dasar yang bagus. “Siapa yang kau panggil sayang! Suruh mereka berdiri. Aku tidak mau mengurusi mereka!” bentak Rose. Apa apaan ini? Dia anak seorang intel senior dan dilatih untuk menjadi intel, kenapa malah terlibat dengan para mafia dalam hal semacam ini? Harusnya dia membantai mereka semua untuk keamanan dunia! “Mereka sudah bersumpah setia padamu. Sekarang kau bisa menyuruh mereka apa saja” jawab Diego sambil tertawa. “Kalau begitu kusuruh mereka membunuhmu saja!” balas Rose ketus. “Kami akan selalu melindungi bos dan comare” teriak mereka serempak yang membuat Rose terlonjak sambil memegang dadanya. Ya Tuhan, apa yang sebenarnya kau rencanakan untuk diriku ini? Keluh Rose dalam hati. Malam itu diakhiri dengan anak buah Justin yang membereskan mayat temannya, mereka mencari tempat untuk menguburkan pria itu dan membersihkan kamar bosnya dari bekas darah. Mereka semua sekarang menatap hormat dan kagum pada Rose. Mereka juga bersikap dan bertutur kata sangat sopan pada wanita itu yang tentu saja membuat Rose semakin jengkel. “Tidurlah sayang. Berhentilah memasang wajah cemberut seperti itu, nanti kau akan cepat tua” goda Justin. “Kurasa membekapmu dengan bantal sampai mati sekarang akan sangat memuaskanku” kata Rose sambil mendelik pada pria itu. “Kau tega membunuh calon suamimu?” tanya Justin dengan wajah polos. “Berhenti berkata seperti itu!” bentak Rose. dia membawa bantal dari ranjangnya dan membekap wajah Justin dengan bantal itu. Setelah menunggu beberapa saat dan pria itu masih tidak bergerak sejak dia membekap pria itu tadi, dia mengangkat bantal itu dan melihat pria itu menatapnya tenang. “Jika lain kali kau melakukannya lagi, kupastikan kau tidak akan turun dari ranjangku” kata Justin serius. Dia menatap tajam ke dalam mata wanita itu yang membuat Rose merona karena mengerti maksud pria itu. Rose langsung membalikkan badan dan mematikan lampu, lalu naik ke ranjangnya dan memunggungi Justin. Dia tidak tahu mengapa, tapi jantungnya jadi berdebar saat Justin menatap tajam padanya tadi. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD