IRI

1305 Words

POV YUKA. "Kamu nangis?" tanya Mas Aron. "Nggak, Mas." Aku berjalan keluar dari kamar, dan pergi ke taman depan untuk menghirup udara segar. Aku merasa terganggu dengan teman sekamarku yang sejak tadi tak henti-hentinya memutar video yang sedang menggosipkan berita tentang diriku dan Mas Fikri. "Jangan bohong. Suaramu sengau begitu!" desak Mas Aron. "Beneran, Mas. Aku nggak nangis." aku tak bisa berbohong pada Mas Aron, karena suaraku yang sengau usai menangis setelah mendapat hujatan dari para peserta lomba yang mengatakan padaku jika para juri tidak adil. Aku sampai ke titik ini karena orang dalam. Aku tidak pernah menyangka, jika masa laluku dan Mas Fikri akan menjadi batu sandunganku dalam meraih prestasi. Mas Aron tiba-tiba melakukan panggilan Video call. Aku langsung me-reject

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD