Catatan 55

1574 Words
Siang ini aku sedang berada di perjalanan menuju Kota Nelayan. Sesuai informasi yang aku terima dari Z dua hari yang lalu, orang yang membunuh Sheera masih ada di Kota Nelayan hingga hari ini. Menurut Z, orang tersebut terlalu takut untuk kabur ke luar kota. Z berkata jika orang tersebut cukup berhati-hati dalam bertindak, orang itu sadar apabila ia melakukan perjalanan ke luar kota, maka identitasnya akan terlacak di setiap stasiun kereta, pelabuhan, ataupun bandara, sehingga orang itu memutuskan untuk menetap sementara waktu di Kota Nelayan hingga keadaan kondusif. Menurutku, analisa yang dilakukan oleh Z cukup menarik, ia memeriksa secara menyeluruh tentang data yang ia dapatkan. Menurut Z, ia mendapatkan lokasi pembunuh tersebut dari transaksi kartu bank yang digunakan oleh pembunuh itu. Transaksi yang dilakukan oleh orang itu berada di sekitar wilayah tengah Kota Nelayan, di daerah yang padat penduduk sehingga cukup sulit untuk dilacak. Akhirnya aku meminta sambungan langsung dengan Z yang dapat diakses kapanpun ketika dibutuhkan. Untuk sementara waktu, Z menyanggupi permintaanku dan ia akan memberitahu jika si pembunuh sedang bertransaksi. Setelah dua hari melakukan pengintaian, Z menemukan sebuah pola yang teratur yang dilakukan oleh si pembunuh. Secara tidak langsung, Z mendapatkan jadwal harian si pembunuh dari setiap transaksi sederhana dari kartu bank miliknya. Mulai dari kebutuhan pokok di minimarket, pembayaran makanan di salah satu restoran sederhana, dan juga pembelian minuman keras di salah satu minimarket lain di sekitarnya. Z berkata agar segera menyergap si pembunuh sebelum pola yang ia gunakan berubah. Informasi dari Z menjadi dasar tindakanku bersama Jacob hari ini. Jacob, seorang mafia kelas hiu multinasional yang memiliki banyak bawahan dan relasi, rela untuk pergi bersamaku demi menangkap pembunuh dari Sheera, bukan menyuruh bawahannya untuk pergi. Hal itu membuktikan seberapa besar rasa peduli yang ia rasakan pada gadis polos tersebut. Perjalanan dari Pusat Kota menuju Kota Nelayan berjalan dengan hening, tidak ada pembicaraan berarti antara aku dan Jacob. Aku dan Jacob masih berfokus pada Z, menunggu jika suatu saat ada kabar mendadak darinya. Mobil Jacob berhenti di salah satu minimarket di daerah tengah Kota Nelayan, yang menjadi tempat si pembunuh berbelanja kebutuhan sehari-hari. Hanya berbekal foto yang dikirim oleh Z dan juga jadwal harian yang berhasil dipecahkan oleh Z, aku dan Jacob menunggu sosok si pembunuh datang ke minimarket. Cukup lama aku menunggu, hampir satu jam dan tidak ada tanda-tanda pembunuh itu datang ke minimarket. Aku menghela nafas kecewa, tidak kusangka jika pola aktivitas si pembunuh akan berubah. Aku tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan, aku dan Jacob hanya dapat menunggu informasi selanjutnya dari Z. Aku dan Jacob saling pandang dengan lesu, berniat untuk pergi dari tempat mengintai menuju tempat yang lebih nyaman, yaitu apartemenku di wilayah timur Kota Nelayan. Mobil sudah dihidupkan dan roda sudah mulai berputar perlahan, tiba-tiba ponselku berdering. Aku melihat layar ponsel dan menemukan jika orang yang menghubungiku adalah Z. Jacob yang ikut melihat layar ponselku menjadi antusias, karena sudah lama aku dan Jacob menunggu kabar dari Z. “Halo, Z, bagaimana? Ada kabar?” tanyaku memburu jawaban dari Z. “Kalian berada di sekitar minimarket bukan? Pembunuh itu baru saja melakukan pembayaran di restoran asia yang berada tidak jauh dari tempat kalian,” ujar Z. Aku dan Jacob kembali saling pandang. Satu detik kemudian Jacob segera memacu mobilnya menuju restoran yang dimaksud oleh Z. Dua menit mobil melaju, aku dan Jacob sudah tiba di tempat yang dimaksud oleh Z. Aku segera turun dan mencoba memeriksa satu persatu orang yang sedang berjalan kaki. Aku tahu, dua menit bukanlah waktu yang sebentar untuk seseorang melarikan diri. Dua menit adalah waktu yang lama, aku yakin sekarang sudah terlambat untuk mencari si pembunuh. “Si*l!” Aku masuk ke dalam mobil dengan geram. Jacob yang ada di belakang roda kemudi, menyadari raut wajahku yang kecewa. Aku hanya menggeleng, Jacob hanya memberi reaksi dengan menghela nafas kecewa. Satu detik kemudian mata Jacob tiba-tiba terbelalak, lalu dengan sigap ia keluar dari mobil, berlari ke bagian kiri mobil dan memukul seseorang. Orang-orang yang ada di sekitar hanya menonton tanpa berusaha memisahkan Jacob. Aku memicingkan mata, mencoba melihat dari dalam mobil siapa orang yang dipukuli oleh Jacob. Aku juga terbelalak, Jacob menemukan orang yang sedang dicari-cari dan bahkan memukuli orang itu. Aku berpikir untuk membawa pembunuh itu pergi dari sini. Aku keluar dari mobil, menyeret orang yang sedang dipukuli Jacob di atas trotoar dan memasukkan orang itu ke kursi belakang. Jacob yang menyadari tindakanku akhirnya masuk ke mobil dan melajukan mobilnya menjauh dari tempat ini. “Bawa ke pelabuhan ikan!” seruku. Tanpa menjawab pertanyaanku, Jacob mengerti dan langsung mempercepat laju mobilnya menuju ke arah timur, menuju ke dalam pelabuhan ikan. Aku memilih pelabuhan ikan karena ketika sore hari seperti ini, orang-orang yang akan menikmati malam di Kota Nelayan mulai berdatangan. Orang-orang yang tidak patuh dengan hukum itu menjadi kamuflase yang sempurna sehingga aku dan Jacob dapat bertindak sesuka hati kepada si pembunuh. Beberapa menit perjalanan, aku dan Jacob tiba di lahan parkir pelabuhan ikan. Aroma amis ikan di luar tidak terasa di dalam mobil. Jacob berbalik ke belakang dari kursi kemudi, menatap si pembunuh dengan lekat tanpa bicara. Jacob terus menatapnya tanpa suara, namun wajah Jacob perlahan mulai berubah. Datar, tajam, tampak ada emosi yang terpendam di dalamnya namun tetap tidak meledak. “Apa? Kenapa kalian melakukan ini padaku? Apa salahku?” Si pembunuh tampak bingung. Aku merasa geram mendengar ucapan pria ini, bagaimana mungkin ia tidak merasa bersalah setelah menghabisi nyawa Sheera? Tubuh pria ini gemetar, namun aku tidak menangkap kebohongan di matanya. Ia benar-benar seperti tidak tahu dengan apa yang terjadi. “Bagaimana mungkin kau tidak tahu apa yang terjadi? Berhentilah pura-pura bodoh, bangs*t!” Jacob mengatakan itu dengan tenang, datar, namun mengintimidasi. Sebuah pengendalian emosi yang luar biasa aku saksikan di depanku, di mana Jacob tidak serta merta berteriak pada si pembunuh yang aku tahan di kursi belakang. “Tuan, apa yang kau katakan? Bukankah kau langsung memukuliku saat melihat aku berjalan di samping mobilmu? Lalu sekarang kau menyuruhku untuk tidak berpura-pura bodoh? Siapa sebenarnya kalian? Aku tidak mengenal kalian sama sekali!” Si pembunuh itu berteriak kencang kepada Jacob. Aku yang memegang tangannya dapat merasakan denyut dadi yang perlahan semakin cepat. “Hotel di bagian utara Kota Nelayan, kamar 105, tiga hari yang lalu. Apakah kau lupa?” Aku berusaha untuk tetap tenang, meski sebenarnya darahku juga sedang mendidih. Aku ingin sekali menghajar pria ini sampai mati. “Hotel? Kamar 105? Ah, pasti kalian…” Akhirnya ia ingat dengan kejadian itu. “Benar! Kau pasti tahu apa yang akan terjadi setelah ini bukan?” Jacob kembali mengintimidasi pria ini. Aku sebenarnya ingin ikut bersuara, namun aku memilih untuk menyaksikan bagaimana seorang mafia kelas hiu ini bekerja. Kalimat yang tertata dan terdengar tenang, nafas yang masih tampak teratur, raut wajah datar namun serius, menjadi kombinasi yang sempurna untuk menjatuhkan mental lawan. Aku yakin, jika aku adalah orang yang berhadapan dengan Jacob secara langsung, aku akan gemetar menghadapi ketenangan mematikan yang ada di hadapanku. Itu juga yang dirasakan oleh pria di sampingku. Aku merasakan detak jantungnya semakin cepat dan pupil mata yang melebar serta tangan yang gemetar dan berkeringat tanda pria ini merasa takut pada Jacob. Aku tersenyum sinis merasakan aura ketakutan yang aku tangkap dari si pembunuh, karena ia pantas merasa takut saat ini. “Tunggu, tunggu, tunggu, aku yakin kalian salah paham saat ini,” ucap pria itu sambil mundur perlahan, berusaha menjauh dari Jacob namun terhalang sandaran kursi. Aku dan Jacob hanya saling tatap, merasa tidak percaya dengan apa yang akan si pembunuh ucapkan. Dalam diam, aku dapat mengerti jika Jacob menganggap apa yang akan diucapkan oleh si pembunuh hanya alibi kosong agar ia dibiarkan hidup. Tapi tidak, aku dan Jacob tidak akan membiarkannya hidup, aku akan memastikan kematiannya setelah mendapatkan jawaban memuaskan darinya. “Aku memang orang yang memesan kamar itu, tetapi bukan aku yang menginap di sana. Aku tidak tahu bagaimana cara kalian menemukanku, tapi aku tahu arah pembicaraan ini ke mana. Aku bukanlah orang yang kalian cari, aku tidak pernah membunuh siapapun.” Pria ini mengangkat tangan kirinya yang tidak kutahan sambil menggelengkan kepala. Tatapan matanya terlihat percaya diri, ia tidak merasa takut sedikitpun seakan yakin bahwa dirinya dapat keluar dalam keadaan hidup. Jacob kembali memandangku, memberikan isyarat untukku berbuat sesuatu. Aku salut, dalam keadaan aku yang cukup pasif, Jacob masih memberikan kesempatan untukku mengambil bagian. Aku tersenyum tipis, lalu aku keluarkan pisau lipat dari tas kecil yang selalu aku bawa ke mana-mana, kemudian aku todongkan pisau itu tepat di depan leher si pembunuh yang percaya diri ini. Aneh, sungguh aneh. Pria ini benar-benar tampak tidak memiliki rasa takut. Saat pisau lipatku hampir menempel pada lehernya sekalipun, ia masih tetap tersenyum meski tangan pria ini masih tetap gemetar. “Hebat sekali omong kosongmu, sial*n! Semua bukti mengarah padamu! Identitas ketika memesan kamar, ciri-ciri fisik yang diungkap oleh saksi mata, semua mengarah padamu dan kau masih ingin mengelak?!” Aku menempelkan ujung pisau ke leher si pembunuh. Aku yakin sensasi dingin dan tajam pada pisau yang menempel dapat membuat darahnya berdesir. Keringat mulai menetes perlahan pada dahi si pembunuh, meski wajahnya masih terlihat tenang. “Jika aku dapat mengantar kalian kepada orang yang kalian cari, apa yang aku dapatkan?” ucap pria itu. Jacob mengerutkan dahi mendengar ucapan itu, kalimat yang ia lontarkan membuatku dan Jacob menjadi ragu jika orang ini adalah pembunuh Sheera. Aku dan Jacob kembali saling pandang, bingung dengan apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Apakah aku harus menuruti pria ini? Apakah pria ini berkata jujur? Atau aku dan Jacob sedang dipermainkan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD