Teringat Masakannya

1444 Words
Waktu sudah menunjukkan pukul 6 sore dan semua hidangan yang sudah di siapkan oleh asisten pribadi Dewa berada di meja makan, semua menu tersebut sudah tertata begitu sangat rapi. Dewa masih berada di dalam kamarnya sedang berganti baju karena pria itu baru saja selesai berganti baju setelah ia selesai melakukan ritual mandinya. Dewa sengaja berpakaian santai karena ia tak akan kemana-mana hari ini. Setelah selesai dengan ritual di dalam kamarnya, akhirnya pria itu turun menuju arah ruang makan dimana aroma makanan sangat menggoda indera penciumannya. Aroma makanan itu seperti pernah ia cium sebelumnya namun, ia tak pernah masak masakan tersebut. Saat sudah berada dekat dengan meja makan, akhirnya Dewa bisa melihat jenis makanan apa saja yang ada di meja makannya. Hicob keluar dari pintu dapur dengan satu mangkuk makanan yang memiliki aroma yang sangat wangi. Indera penciuman Dewa tergoda akan aroma dari makanan yang di bawa oleh Hicob. Saat kedua mata Dewa melihat menu apa itu, ternyata lagi-lagi makanan tersebut berhubungan dengan makanan yang tempo hari di buat oleh Harmoni. "Bagaimana kau tahu menu masakan itu?" tanya Dewa pada Hicob yang meletakkan mangkuk kaca yang ia bawa tepat di meja makan dan pria itu membuka apron yang masih melekat pada tubuhnya. "Tahu dari itu," tunjuk Hicob ke arah CCTV yang berada tepat di sudut dapur tersebut. Dewa seketika terlihat seperti orang yang tengah ketahuan melakukan sesuatu hal yang tak seharusnya. "Kenapa, Bos?" goda Hicob langsung duduk di kursinya. "Sudahlah! jangan di bahas lagi, aku tahu kau pasti sudah menjadi penguntit, 'kan?" tebak Dewa langsung mendaratkan bokongnya pada kursi meja makan. Dewa mengambil nasi dan beberapa lauk buatan Hicob kecuali makanan yang sama dengan resep yang dibuat oleh Harmoni. Hicob melirik ke arah Dewa. "Kenapa lauk itu tak dimakan? sayuran itu sehat untuk tubuh," jelas Hicob pada bosnya. "Sudah bosan makan makanan itu," tolak Dewa langsung yang tak ingin mencicipi makanan yang mengingatkan dirinya akan Harmoni. Menurut Dewa, jika pria itu terus mengingat apa yang berhubungan dengan Harmoni, maka perasaannya mungkin akan semakin bertambah kacau jadi, ia memilih untuk tidak memakan atau melakukan apapun yang berhubungan dengan gadis tersebut. Hicob dengan sengaja menyendok cukup banyak resep yang dibuat oleh Harmoni dan pria itu masih sempat melirik ke arah bosnya saat meletakkan kembali sendok sayur tersebut. Assisten pribadi Dewa itu mulai melahap sayuran dan nasi yang sudah berada di sendoknya dan seketika raut wajah pria itu berubah begitu sangat menikmati makanan tersebut, seperti layaknya orang yang tak pernah makan satu tahun. "Sungguh sangat enak dan tiada duanya, makanan ini benar-benar seperti makanan ala restoran bintang lima," gumam Hicob ingin menggoda Dewa. Dewa masih menikmati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya tanpa ingin memperdulikan ocehan dari mulut asistennya karena ia sudah tahu pasti, bagaimana rasa dari sayuran yang dibuat oleh Harmoni tersebut. Dewa hanya tersenyum kecil saat assisten pribadinya terus melahap makanan yang berada di atas piringnya secara terus-menerus seperti orang yang tak pernah makan. "Padahal rasanya biasa saja, tapi makanan itu sepertinya sangat enak sekali saat masuk ke dalam mulutmu," sindir Dewa pada Hicob. "Tentu saja sangat enak, karena saya memakan makanan ini dengan penuh perasaan jadi, makanan ini terasa sangat enak saat masuk ke dalam mulut saya, berbeda dengan Anda, mungkin saat itu indera perasa Anda masih bermasalah jadi, makanan ini terasa kurang enak, jika tidak percaya, coba rasakan masakan ini! resep ini sama persis dengan resep yang dibuat oleh Nona Harmoni pada tengah malam lalu," tutur Hicob pada Dewa. "Halah! kau pasti bohong, rasanya pasti sama saja dan aku sangat hapal rasa itu," kukuh Dewa yang tak mau mencicipi makanan itu. "Jangan bilang Anda anti makan makanan resep dari Nona Harmoni," terka Hicob sembari mengunyah makanan dalam mulutnya. "Siapa juga yang anti, memang aku sudah sangat hapal rasa masakan itu, bahkan wangi dari masakan itu saja aku sudah tahu, jika makanan tersebut resep dari Ha ...." Seketika Dewa menghentikan ucapannya karena ia baru sadar, jika asistennya itu membuat perangkap untuknya dan saat ini dirinya sudah masuk dalam perangkap Hicob, dimana ia menjelaskan secara gamblang, jika sebenarnya dia sangat tahu sekali masakan itu memang resep dari Harmoni. Hicob hanya melirik ke arah Dewa dengan tatapan meledek namun, pria itu seketika langsung menahan tawanya karena bosnya itu secara tak langsung sudah menjelaskan, jika ia sebenarnya suka dengan sayuran tersebut namun, entah alasan apa yang membuat Dewa tak mau mencicipi masakan ala Harmoni itu. "Kenapa berhenti, Bos! bukankah ucapan Anda masih belum sepenuhnya selesai?" tanya Hicob pura-pura tak paham akan maksud dari sepenggal kata yang tak dilanjutkan oleh pangerannya. "Tidak jadi dan aku sudah kenyang, silahkan kau habiskan semua makanan itu," elak Dewa langsung meminum air putihnya sekali teguk dan pria itu segera berjalan masuk ke dalam kamarnya. Hicob yang masih berada di ruang makan tersebut hanya bisa tersenyum melihat tingkah kekanakan bosnya itu. "Padahal masa pubernya sudah lewat, tapi tingkahnya seperti ABG saja," gumam Hicob yang kembali melanjutkan kegiatan makannya. Dewa yang berada di kamar seketika langsung duduk di kasurnya yang berukuran besar. "Kenapa aku bisa terpancing dengan ucapan Hicob? biasanya aku tak segegabah ini? kenapa pengaruh gadis itu sangat besar bagiku? sebenarnya apa spesialnya dia, sih!" gerutu Dewa dalam kamarnya. Sementara di ruangan pribadi Harmoni, tubuh gadis itu tampak menggeliat mencoba meregangkan semua otot-ototnya yang terasa kaku karena ia sudah cukup lama berbaring di atas tempat tidurnya. Harmoni menoleh ke arah kanan di mana jam weker sudah menunjukkan tepat pukul 06.15 dan saat gadis itu melihat ke arah jendela di mana langit sudah mulai gelap dan menunjukkan, jika dirinya sudah tertidur cukup lama. Seketika Harmoni langsung terbangun dalam posisi duduk dengan rambut yang sudah acak-acakan. "Kenapa aku bisa tidur di sini? bukannya aku tidur di meja kerja?" tanya gadis itu pada dirinya sendiri. Harmoni coba mengingat-ingat kejadian sebelum ia tertidur pulas dan bayangan wajah Dewa langsung terpampang nyata dalam benaknya. "Apa mungkin dia yang memindahkan aku kemari? tapi kenapa aku bisa tak merasakan apapun? biasanya aku bangun, jika ada tangan orang asing yang menyentuh tubuhku," gumam Harmoni lagi. Tanpa menunggu beberapa menit, akhirnya tangan kanan gadis itu sudah mendarat cukup keras tepat di jidatnya. "Astaga! kenapa aku bisa lupa, jika pria itu bukan pria biasa, dia, 'kan pria yang berasal dari planet lain, apalagi dia memiliki kekuatan ajaib, pasti aku sudah di sihir olehnya," tuduh Harmoni menebak-nebak kejadian sebelum ia tertidur sangat pulas. Gadis itu tiba-tiba terdiam mengingat sesuatu hal yang tiba-tiba melintas dalam benaknya. Harmoni langsung berdiri dan berlari kecil menuju ke arah meja rias ruangan tersebut dan ia segera melihat ke arah cermin. Harmoni memperhatikan setiap pakaian yang menempel pada tubuhnya dan tak ada bagian mana pun yang terlihat berantakan dan akhirnya gadis itu menghilang napas lega. "Hah, syukurlah! aku masih selamat," gumam Harmoni bersyukur pada yang kuasa. Belum juga selesai gadis itu merapikan pakaiannya yang terlihat cukup berantakan karena dipakai untuk tidur, ingatan Harmoni kembali tertuju pada seperempat tumpukan berkas yang masih belum ia selesaikan. Kedua mata Harmoni membola, kala gadis itu mengingat masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan sebelum dirinya bersantai ria di rumahnya. Harmoni langsung berlari dengan kaki tak memakai alas apapun karena Dewa sebelum pergi dari kantor Harmoni, pria itu lebih dulu melepaskan heels yang menempel pada telapak kaki gadis tersebut. Harmoni membuka gagang pintu kamarnya dan saat itu pula, ia mengangkat telapak kakinya melihat, ternyata kaki itu tak memakai alas apapun. Harmoni tak mempermasalahkan hal itu, ia berpikir saat ini bukan jam kerja jadi, terserah dirinya mau memakai alas kaki atau tidak saat berada di ruangannya. Harmoni terus berlari kecil menuju ke arah sasarannya, di mana tempat tersebut adalah meja kerjanya. Saat gadis itu sudah berada di meja kerjanya, raut wajah Harmoni kembali terlihat kebingungan, pasalnya berkas-berkas yang awalnya masih tinggal seperempat, kini berkas tersebut sudah tidak ada di tempatnya, melainkan ada dua tumpuk berkas di mana di bagian sebelah pojok kanan yang sudah ia tanda tangani dan itu artinya sudah diterima oleh gadis itu, sementara di sebelah pojok kiri berkas tersebut menandakan, jika tumpukan itu tak ia terima untuk bekerjasama dengan perusahaannya. Harmoni langsung menarik kursi kebesarannya dan duduk di kursi tersebut dengan kedua sikunya menjadi penyangga bagi tangannya untuk menahan kepalanya yang terasa mulai berdenyut. "Seingatku, masih ada seperempat berkas lagi yang belum aku tanda tangani, tapi kenapa semua berkas ini sudah selesai aku kerjakan? padahal seingatku waktu itu, aku benar-benar merasa mengantuk dan aku tertidur pulas," gumam Harmoni kembali mengingat momen di mana ia tadi sore tengah sibuk bekerja. Lagi-lagi gadis itu melupakan keberadaan Dewa dan saat ingatannya mulai bergulir mengingat pria itu, akhirnya denyutan nyeri pada pelipis Harmoni sedikit demi sedikit sudah mulai menghilang. "Pasti itu ulahnya! huh, dasar pria alien yang suka seenaknya sendiri, awas saja, jika bertemu, akan aku buat dia meradang," ancam Harmoni yang merasa sudah dipermainkan oleh Dewa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD