Mona yang masih berada di ruangannya, saat melihat ke arah jam tangannya sudah waktunya pulang bekerja namun, nampaknya pintu ruangan Bosnya masih belum terlihat ada hilal terbuka sedari tadi karena Mona sudah keluar masuk ruangannya untuk memantau keadaan kantor.
Mona masih diam menunggu di dalam ruangannya sampai pintu ruangan Harmoni terbuka.
Setelah menunggu cukup lama namun, dari pintu ruangan Harmoni masih belum ada tanda-tanda pintu itu akan terbuka.
Karena merasa perasaannya tidak nyaman, akhirnya Mona memaksakan diri untuk masuk ke dalam ruangan Harmoni.
Sebelum Mona melancarkan egonya, gadis itu masih mencoba menggunakan akal sehatnya untuk mengetuk pintu ruangan Harmoni lebih dulu, sebelum ia benar-benar langsung masuk tanpa izin dari bosnya.
Suara ketukan pintu pertama berbunyi.
Mona masih mencoba mengetuk pintu itu untuk yang pertama kalinya dan seperti dugaannya ternyata tak ada tanda-tanda pintu itu akan terbuka.
Selang beberapa detik, suara ketukan pintu kedua kembali berbunyi.
Mona kembali mengetuk pintu ruangan Harmoni dan lagi-lagi ketukan pintu yang kedua kalinya masih belum merespon seorang yang berada di dalam ruangan tersebut untuk membuka pintu itu.
Tak putus asa, Mona kembali mengetuk pintu untuk yang ketiga kalinya.
Ketukan yang ketiga kali, jika pintu itu masih belum terbuka, Mona terpaksa melancarkan egonya kali ini.
Karena tak ada sahutan atau respon apapun dari dalam sana, akhirnya mona langsung menarik gagang pintu ruangan Harmoni dan ternyata saat gadis itu berada di ruangan bosnya, ruangan tersebut sepi dan juga meja Harmoni terlihat sangat rapi seperti tidak ada kegiatan apapun yang dilakukan oleh bosnya tersebut.
Mona mencoba melangkahkan kakinya menuju ke arah meja Harmoni dan ternyata tumpukan berkas yang tadi pagi ia berikan pada Harmoni sudah terbagi menjadi dua dan Mona sangat tahu, letak berkas-berkas tersebut di mana.
Di sebelah pojok kanan meja kerja Harmoni adalah berkas yang sudah ditandatangani dan di sebelah kiri, berkas yang ditolak oleh bosnya.
Mona kembali melirik ke arah sekeliling ruangan bosnya dan ruangan itu nampak terlihat sangat rapi seperti ruangan yang tidak tersentuh apapun dan memang, Harmoni hari ini tidak memiliki tamu, tapi biasanya ruangan gadis itu cukup berantakan karena, jika Harmoni sudah bosan melakukan pekerjaannya di meja kerja, gadis bermarga Sudarmanto tersebut, pasti akan berpindah-pindah tempat dan ruangan itu mau tak mau setelah pulang bekerja Mona harus membersihkannya terlebih dulu.
Berbeda dengan hari ini, di mana ruangan tersebut nampak sangat rapi dan hal tersebut membuat Mona curiga.
Pikiran negatif mulai menyelimuti otak asisten pribadi Harmoni tersebut dan seketika ia teringat dengan ruangan pribadi Harmoni yang berada di ruangannya.
Dengan langkah yang cukup cepat, akhirnya Mona mencoba memeriksa ruangan pribadi Harmoni dan saat handle pintu ruangan tersebut sudah Mona tarik, perasaan Mona langsung terasa lega karena Harmoni tidur pulas di atas ranjangnya.
"Syukurlah Anda berada di sini," ujar Mona menghela nafas lega.
Mona akhirnya perlahan menutup pintu ruangan pribadi Harmoni dengan suara yang sangat pelan karena ia takut, jika mengganggu tidur bosnya.
Sementara di tempat lain, Dewa nampak duduk termenung di taman belakang rumahnya, di mana pemandangan air terjun langsung dapat memanjakan kedua lensa matanya.
Itu memang kebiasaan pria itu saat pikirannya terasa terusik oleh sesuatu dan tiba-tiba asisten pribadinya muncul tepat berada di sebelah kanannya.
"Sepertinya Anda mengirimkan sinyal, agar saya cepat datang kemari?" tanya pria itu yang tak lain adalah Hicob.
"Kau benar, memang ada yang ingin aku tanyakan padamu," sahut Dewa pada pria itu.
Hicob menoleh ke arah Dewa. "Apa ada hubungannya dengan gadis bernama Harmoni?" tanya Hicob yang sebenarnya mengira-ngira saja.
"Kau benar!"
Senyum Hicob terbit sembari menatap ke arah air mancur yang terlihat begitu indah di hadapannya.
"Ada masalah apa dengan dia?" tanya Hicob pada Dewa.
"Kenapa lensa mataku terus berubah saat aku berdekatan dengannya? apa aku ada perasaan pada gadis itu?" tanya Dewa melihat ke arah asistennya.
Hicob hanya tersenyum mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Dewa.
"Menurut Anda bagaimana?" tanya balik Hicob pada bosnya dan seketika raut wajah Dewa menatap tajam ke arah Hicob.
"Aku bertanya padamu, tapi kenapa kau malah balik bertanya padaku?" tanya Dewa dengan suara cukup dingin.
"Anda bertanya pada saya, apakah Anda ada perasaan atau tidak pada Nona Harmoni? dan jawaban apa yang harus saya berikan pada Anda, sementara saya tidak tahu perasaan Anda pada Nona Harmoni itu seperti apa. Perasaan suka atau hanya sebatas mengagumi saja atau mungkin, karena kristal Anda berada padanya," jelas Hicob pada Dewa.
Dewa nampak diam mendengar penjelasan asisten pribadinya.
Pria itu kembali menatap ke arah air terjun yang terus mengalir tanpa henti dari hilir ke hulu, sampai air terjun itu jatuh dan suara deburan dari air tersebut dapat didengar oleh Dewa.
Dewa masih memikirkan perkataan yang dijelaskan oleh Hicob kepadanya.
"Apakah aku menyukainya? jika aku tak menyukainya, kenapa lensa mataku bisa berubah warna dan hal tersebut bukan hal yang terbilang unik di planet kami," pikir Dewa dalam diamnya.
Pria itu perlahan memejamkan kelopak matanya menikmati setiap deburan air terjun yang jatuh karena suara tersebut cukup bisa menenangkan pikirannya saat ini.
Tiba-tiba ingatannya tertuju pada telapak tangannya yang bersentuhan dengan telapak tangan Harmoni.
Kedua telapak tangan mereka saat bersentuhan menghadirkan sebuah cahaya putih yang sangat menyilaukan mata dan hal tersebut masih menjadi misteri bagi Dewa karena seingatnya saat kedua telapak tangan mereka bersentuhan sebelumnya, gadis itu memejamkan matanya dan seketika gambaran masa depan dapat Dewa lihat dan di sana ia bertempur bersama Harmoni dan dirinya terlihat begitu dekat dengan perempuan tersebut.
"Sebenarnya aku dan dia di masa depan ada hubungan apa? dan kenapa perasaanku seperti bertambah aneh?" tanya Dewa dalam diamnya karena ia tak ingin mencurahkan segala kegundahan dalam hatinya pada asisten pribadinya.
Dewa berpikir dirinya juga memiliki privasi tersendiri jadi, mau tak mau, ia harus menahannya saat ini, jika sudah waktunya tiba, ia tak dapat memendam semua perasaan tersebut, ia akan menceritakannya kepada Hicob.
Hicob masih diam tak membuka suara karena ia tahu, jika pangerannya saat ini tengah berpikir.
Kedua kelopak mata Dewa terbuka lebar dan helaan napas pria itu sudah menjawabnya semua pertanyaan yang berputar dalam otak asisten pribadinya.
"Sepertinya karena pengaruh bandul kristal tersebut jadi, aku merasa kehidupanku saat ini terhubung dengan gadis itu dan hal tersebut mungkin berpengaruh padaku," jelas Dewa membuka suara dan asisten pribadinya itu hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh bosnya.
"Saya harap juga demikian," tanggap Hicob yang tak mau banyak bicara karena menurutnya, Dewa masih menutup dirinya tanpa ingin membuka hatinya yang mulai ada rasa ketertarikan pada seorang perempuan.
Dewa terus meyakinkan dirinya, jika hal-hal aneh yang baru-baru ini menimpanya adalah bagian dari keterkaitan antara dirinya dan kristal berwarna safir tersebut.
"Semoga saja apa yang aku pikirkan ini benar," doa' Dewa dalam hati.
Namun sekuat apapun Dewa merapalkan mantra, jika itu hanya hubungan antara dirinya dan kristal berwarna safir tersebut namun, gambaran akan masa depannya itu membuat hatinya sedikit goyah.
Apa mungkin perasaan yang saat ini ia rasakan hanya sebuah ilusi dari keterikatan kristal miliknya atau memang perasaan yang benar-benar murni untuk gadis itu.
Pertanyaan itu masih terus berputar dalam otak Dewa dan seketika saat ia mengingat, jika tujuan utamanya datang ke bumi adalah untuk mencari keberadaan kristal miliknya yang hilang dan saat ini hal yang paling penting yang harus ia lakukan adalah bagaimana cara mendapatkan kristal itu kembali.
"Jangan memikirkan sesuatu hal yang tidak berkaitan dengan tujuanmu datang ke bumi ini jadi, kau harus segera mendapatkan kristal milikmu kembali, agar planetmu juga aman dari serangan para musuh," rapal Dewa dalam hatinya.
"Apa kau sudah makan?" tanya Dewa ingin membuka topik pembicaraan baru dengan asistennya.
"Makan malam masih belum, Tuan!" sahut Hicob sejujurnya.
"Mari kita makan bersama, sepertinya aku sudah sedikit bosan makan sendirian akhir-akhir ini," ajak Dewa yang langsung berjalan masuk ke dalam rumahnya tanpa berpamitan lebih dulu pada Hicob.
Tanpa sepengetahuan Dewa, Hicob hanya bisa tersenyum simpul kala ia mendengar ajakan bosnya tersebut.
Pasalnya, Dewa sebelumnya tak pernah mengajak siapapun makan bersama dengannya, kecuali kedua orang tuanya yang tak lain adalah raja dan ratu planet Amoora.
"Sepertinya kebiasaan Anda sudah mulai berubah, Tuan? Apa hal itu ada sangkut pautnya dengan gadis yang sempat makan malam di rumah ini?" tanya Hicob pada angin sore menjelang malam.
Tanpa diberitahu oleh Dewa, asisten pribadinya tahu, jika Dewa sempat makan malam bersama dengan Harmoni saat gadis itu berada di sana dan hal tersebut diketahui oleh Hicob lewat CCTV yang memang terpasang di setiap sudut rumah besar tersebut, kecuali kamar Dewa.
CCTV dipasang untuk berjaga-jaga dari hal yang tidak diinginkan.
Sebenarnya mereka berdua tidak memerlukan hal tersebut namun, ini di bumi, hal apapun yang berkaitan dengan hukum perlu memiliki bukti untuk memproses hal tersebut jadi, Dewa dan asistennya sepakat untuk mengikuti semua aturan yang berada di bumi karena menurutnya aturan itu cukup gampang untuk mereka taati.
Jika di planet Amoora hanya membutuhkan satu jentikan jari saja sudah bisa memperlihatkan bukti kejahatan seseorang namun, jika di bumi hal ajaib itu diberlakukan, maka semua orang yang hidup di bumi merasa, jika dua orang dari planet Amoora itu, orang yang tidak waras karena hal tersebut merupakan hal yang tidak sewajarnya terjadi di kehidupan normal seorang manusia biasa.