Dewa masih menatap ke arah Harmoni dengan isi kepala yang masih mencoba berpikir apakah ia harus menerima tawaran dari gadis itu.
Jika ia menerima pertemanan tersebut, otomatis ia dan Harmoni akan semakin dekat, sementara perasaannya sendiri belum bisa ia pastikan, itu perasaan ketertarikan terhadap lawan jenisnya atau hanya karena pengaruh kristalnya yang kini berada pada Harmoni.
"Bagaimana?" tanya Harmoni menunggu jawaban dari mulut Dewa.
Gadis yang sudah basah kuyup di hadapan Dewa, saat ini masih terus memperhatikan wajah pria tampan tersebut yang terlihat cukup kebingungan.
"Lebih baik aku coba saja dulu, lagipula tugasku memang untuk melindunginya jadi tak apa, jika aku berteman dengannya, 'kan?" tanya Dewa pada dirinya sendiri tanpa ingin mengucapkannya karena di hadapannya saat ini sudah ada Harmoni yang menunggu jawabannya.
Dewa menganggukkan kepalanya menandakan, jika ia menerima pertemanan dari Harmoni.
Senyum super tulus terukir dari bibir gadis itu sembari menjulurkan jari kelingkingnya pada Dewa.
Pria itu nampak terlihat kebingungan karena ia tak tahu maksud Harmoni menunjukkan jari kelingkingnya padanya.
"Untuk apa?" tanya Dewa dengan polosnya.
Tanpa banyak bicara, Harmoni langsung meraih tangan Dewa dan membantu tangan itu, agar melakukan hal yang sama dengan apa yang ia lakukan.
Setelah jari kelingking Dewa sudah mengacung ke atas, Harmoni segera membelitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking milik Dewa.
"Sekarang kita resmi berteman," tutur Harmoni pada Dewa diiringi senyum manisnya.
"Jadi ini simbol dari sebuah pertemanan?" tanya Dewa pada gadis yang berada di hadapannya karena pria itu memang tak paham cara macam itu.
"Bukan hanya simbol dari sebuah pertemanan, tapi janji kelingking ini memiliki arti kita sudah mengikat sebuah janji pada seseorang dan tak boleh diingkari," jelas Harmoni pada Dewa penuh antusias yang tinggi.
"Benarkah?" tanya Dewa lagi dengan senyum penuh ledekan.
"Tentu saja, mana ada aku berbohong padamu," sahut Harmoni dengan raut wajah polosnya.
"Bagaimana, jika aku mengingkarinya?" tanya Dewa lagi dan lagi.
Harmoni hanya tersenyum menatap ke arah Dewa.
Secepat kilat, gadis itu mencubit kulit perut Dewa cukup keras, kemudian Harmoni langsung menyelam ke dalam air berenang menjauhi Dewa.
Dewa yang terkejut hanya bisa meringis kesakitan karena orang yang sudah mencubitnya lenyap entah kemana.
Riak air dari kemunculan Harmoni terlihat begitu jelas oleh kedua mata Dewa.
Gadis itu saat ini sudah berada di tengah-tengah sungai tersebut dengan keadaan tubuh yang sudah basah kuyup semua.
"Sepertinya kau sekarang sudah mulai berani padaku," cecar Dewa yang perlahan menurunkan sedikit demi sedikit tubuhnya, sampai kepala pria itu tertelan oleh air sungai tersebut.
Harmoni kini bersiaga, ia yakin pasti Dewa akan muncul di sekitarnya.
Mata Harmoni kini mengaktifkan mode mata elangnya.
Mata itu terus melihat ke segala arah, mencoba memastikan keberadaan Dewa yang seketika lenyap tak terlihat.
"Ah, kenapa aku bodoh sekali, sih! dia bukan manusia biasa, pasti memiliki kemampuan lebih dari yang aku pikirkan," gumam Harmoni terus melihat sekitarnya.
Tiba-tiba ada sebuah tangan kekar memeluk perut ratanya dari belakang dan mendekap tubuh Harmoni erat.
"Aaakkkkkk! lepaskan!"
Gadis itu nampak begitu terkejut karena ia sangka, jika sesuatu yang melilit tubuhnya binatang buas.
"Mau kemana kau gadis nakal!" ucap Dewa mulai memberikan gelitikan pada tubuh Harmoni dan gadis itu bergerak tak enak diam sembari terus menahan tawanya.
Dewa juga tak mau kalah dengan Harmoni, ia terus menggelitik gadis itu tanpa henti, sampai suara tawa menggelar keluar dari mulut CEO cantik tersebut.
"Hentikan! ampun!"
"Tidak bisa, ini hukuman untukmu karena kau telah membuat perutku kesakitan," tolak Dewa masih terus melakukan kegiatannya menggelitik Harmoni.
Dengan gerakan cepat, Harmoni langsung berbalik menghadap ke arah Dewa.
"Masih bisa berontak rupanya," tutur Dewa semakin menarik tubuh Harmoni menempel ke arahnya.
Keduanya saling pandang satu sama lain. "Siapkan dirimu, Tuan Dewa!"
Harmoni mengerlingkan sebelum mata kanannya dan kedua mata Dewa menyipit sempurna melihat kejanggalan pada Harmoni.
"Kena ...."
Belum juga pria itu selesai berucap, Harmoni lebih dulu menggelitik Dewa dengan gerakan membabi buta.
"Ayo! rasakan kau, salah siapa berani menyulut api padaku, ini balasannya," omel Harmoni terus bergerilya menggelitik tubuh Dewa.
"Eh, berhenti! geli!"
Dewa terus meminta Harmoni, agar gadis itu mau melepas gelitikan pada tubuhnya namun, tangan Harmoni tetap menempel pada tubuh Dewa.
Tangan CEO cantik bermarga Sudarmanto itu seperti direkatkan menggunakan lem besi, berkali-kali Dewa berupaya melepaskan gelitikan tangan Harmoni dari dirinya namun, Harmoni sepertinya begitu niat membalas perbuatannya.
"Masih mau main-main?" tanya Harmoni pada Dewa menurunkan sedikit intensitas kekuatan jemari lentiknya.
"Ampun, Nona! saya mengaku kalah," tutur Dewa pada Harmoni dan senyum penuh kemenangan terpancar dari bibir gadis itu.
"Bagus!"
Setelah Harmoni mengucapkan satu kata itu, saat ia melihat ke arah Dewa, tiba-tiba pria itu hilang entah kemana.
"Lah, kemana dia?" tanya Harmoni mencari keberadaan Dewa.
Karena di permukaan sudah tak nampak batang hidung Dewa, akhirnya Harmoni mencoba mencari keberadaan pria itu di dalam air.
Harmoni sudah menyelam dengan kedua mata terbuka. Ia mencari keberadaan Dewa di dalam sana namun, tak ada gelagat kemunculan pria itu.
Tiba-tiba saja ada tanaman air yang menjalar ke arahnya.
Awalnya Harmoni mengira, jika tanaman itu tanaman air biasa namun, setelah diperhatikan lebih teliti lagi, jumlah tanaman itu semakin banyak, bahkan tanaman itu datang dari setiap penjuru sisinya.
Dari arah depan, samping kanan dan kiri, dan juga arah belakangnya.
Harmoni yang merasa mulai terancam akhirnya mencoba berenang ke arah permukaan dengan gerakan cukup cepat dan gelembung udara yang keluar dari hidungnya menandakan, jika cadangan udara pada gadis itu sudah menipis.
Saat sudah hampir sampai di permukaan, tiba-tiba kaki kanan Harmoni di tarik oleh tanaman air yang menjalar tersebut.
Kaki Harmoni terus di hentakkan dengan kuat, agar tanaman itu mau lepas dari kakinya namun, usaha gadis itu nampaknya sia-sia.
Cadangan oksigen pada tubuh Harmoni sudah mulai menipis.
Satu tanaman air, kembali menjerat pergelangan kaki kirinya dan kini Harmoni sudah benar-benar tak bisa berusaha kembali ke darat.
Tubuh Harmoni terus di tarik ke bawah oleh tanaman itu.
Bukan hanya kedua kaki Harmoni yang menjadi sasaran, melainkan tubuh gadis itu juga kini sudah mulai terbelit oleh tanaman menjalar lainnya dan kedua tangan Harmoni sudah tak dapat bergerak.
Kepala Harmoni hanya bisa bergerak menggeleng mengisyaratkan, jika ia tak mau terus ditarik ke dasar sungai tersebut.
"Tuhan! kenapa hidupku selalu diambang kematian? apa dosa yang sudah kuperbuat di masa lalu," pikir Harmoni dalam keadaan yang sudah sekarat karena gadis itu benar-benar sudah tak sanggup lebih lama lagi menahan napas di bawah air sungai itu.
"Dewa! Dewa! Dewa!"
Harmoni memanggil nama Dewa dalam hatinya, gadis itu berharap pria itu kali ini menyelamatkan nyawanya kembali.
Kedua mata Harmoni saat ini terpejam dengan tubuh yang masih terus di seret ke dasar sungai tersebut.
Sementara seorang pria dengan tubuh bagian atas yang tanpa sehelai benangpun tengah bertarung.
Pria itu adalah Dewa yang menghadapi mahluk bertopeng dengan jubah yang masih senantiasa melekat pada tubuhnya.
Mendengar namanya dipanggil oleh seseorang, membuat Dewa, akhirnya mengerahkan semua kekuatannya, agar ia lebih cepat menghampiri sumber suara yang memanggilnya dan Dewa yakin, jika suara tersebut berasal dari mulut Harmoni.
Seketika cahaya biru memenuhi dasar sungai tersebut, dimana pertempuran antara Dewa dan mahluk bertopeng itu terjadi.
"Ini masih percobaan, aku akan kembali untuk menghancurkan kristal itu beserta pemilik keduanya," ancam mahluk tersebut tersenyum licik pada Dewa, kemudian mahluk itu menghilang begitu saja.
Dewa yang teringat pada Harmoni, segera bergerak secepat kilat mencari keberadaan gadis itu.
Karena tak kunjung menemukan keberadaan Harmoni, akhirnya Dewa menggunakan kekuatan sensornya untuk menemukan keberadaan Harmoni dan dengan cepat ia bisa tahu keberadaan gadis itu.
Dewa langsung berenang lebih ke arah dasar sungai itu.
Dewa melihat seorang gadis tengah dililit oleh tanaman roh yang hanya berada di planetnya dan beruntungnya kekuatan dari kristal miliknya masih melindungi Harmoni dari jeratan tanaman menjalar tersebut.
Bagian kepala Harmoni masih aman tak terlilit namun, bagian lengan terus ke bawah sudah tertutupi oleh lilitan tanaman roh tersebut.
Dewa sudah berada di sebelah kiri Harmoni dan dengan kekuatannya, pria itu membuka jeratan tanaman menjalar tersebut yang membelit tubuh Harmoni.
Dewa dapat merasakan tubuh Harmoni sudah mulai lemas dengan napas yang sudah tinggal sedikit asupan oksigen.
Setelah semua tanaman menjalar tersebut lepas dari tubuh Harmoni, tangan kekar dengan menarik tubuh Harmoni ke arahnya.
Pria itu masih berpikir, apakah ia harus melakukan hal itu, tapi jalan satu-satunya saat ini adalah memberikan gadis itu napas buatan, jika tidak, nyawa Harmoni menjadi taruhannya.
"Kau bukan berniat melecehkannya, Dewa! kau ingin menolongnya jadi, lakukan saja!" pinta jiwa Dewa yang lainnya.
Dengan cepat, Dewa menarik tengkuk Harmoni dan menempel bibirnya pada bibir gadis bermarga Sudarmanto tersebut.
Mata Harmoni yang awalnya tertutup, perlahan mulai terbuka dan melihat siapa gerangan orang yang menolongnya karena mata gadis itu sedari tadi saat berada dibelitan tanaman roh dalam posisi mata tertutup.
Dewa terus memberikan napasnya pada Harmoni sampai tangan Harmoni yang sudah lemas tak berdaya, kini mulai perlahan bergerak menyentuh bagian lengan Dewa.
Karena ia mengerti, jika Dewa berniat menolongnya, tak ada penolakan dari gadis tersebut.
Mata Harmoni yang awalnya terbuka, perlahan mulai tertutup kembali dengan belitan tangan kekar Dewa pada pinggangnya.
Tubuh mereka berdua bergerak ke permukaan air.
Suara deburan air dari kemunculan keduanya kepermukaan, membuat riak air di sungai itu begitu jelas terlihat.
Yang awalnya bibir mereka saling menempel satu sama lain, kini sudah terlepas dengan napas Harmoni yang ngos-ngosan.
Hidung keduanya masih menyatu satu sama lain.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Dewa pada gadis itu.
"Ya," sahut Harmoni dengan napas yang masih terengah-tengah.
Dewa menyentuh rambut Harmoni yang masih sangat basah.
"Kau pasti sangat ketakutan?" tanya Dewa lagi dan kedua kelopak mata Harmoni spontan menyorot kedua manik mata Dewa.
"Bukan hanya itu, aku sudah berpikir mungkin aku akan ma ...."
Dewa langsung mengecup kening Harmoni begitu lembut.
"Jangan katakan hal itu lagi, aku tak ingin kata-kata yang kau benci selalu kau ucapkan," pinta Dewa pada Harmoni.
Harmoni tersenyum pada pria yang berada di hadapannya.
Pria yang ia kenal dingin, ternyata memiliki kepribadian yang cukup hangat, bahkan rasa dingin dari air sungai tersebut seketika sirna oleh sebuah kecupan seorang Dewa Abraham.
"Aku akan mengantarmu ke kamar mandiku, pejamkan matamu dan ...."
"Aku akan mendekat ke arahmu, agar kita bisa berteleportasi," sambung Harmoni yang mulai mengenal kekuatan ajaib Dewa.
Dewa tersenyum sembari merentangkan tangannya, meminta Harmoni, agar masuk ke dalam pelukannya dan dengan senang hati, gadis itu tak menolak perintah dari Dewa.
Setelah Dewa sudah merangkul tubuh Harmoni, secepat kilat, mereka berdua sudah berada di dalam kamar Dewa dengan baju yang sudah basah kuyup.
"Cepat berendam dengan air hangat!" pinta Dewa pada Harmoni.
"Tapi aku masih belum menyiapkannya," sangkal Harmoni.
"Sudah aku siapkan," jelas Dewa dan gadis itu tersenyum manis pada Dewa.
"Teman yang baik," celetuk Harmoni langsung berlari kecil dengan badan yang masih menggigil.
Dewa hanya bisa tersenyum mendengar ucapan Harmoni.
"Teman?" tanya Dewa menyentuh bibirnya yang sudah dua kali bertemu langsung dengan bibir Harmoni.
Dewa langsung berbalik menatap ke arah pintu masuk kamarnya.
"Masuk!"
Pintu kamar itu perlahan terbuka, menampilkan seorang pria berjas hitam dengan perawakan cukup tampan namun, tak setampan bosnya.
"Ada apa?" tanya Dewa pada Hicob.
"Informasi mengenai Joni, sudah saya letakkan di meja kerja Anda dan ...."
Hicob sengaja memotong ucapannya.
"Dan apa?" tanya Dewa cukup penasaran.
"Apa saya harus mengatakannya?" tanya balik Hicob pada bosnya.
"Tentu dan wajib! apa kau tahu ganjaran apa yang akan kau dapatkan, jika kau membuatku penasaran," ancam Dewa dengan suara tegasnya.
"Jangan lupa, jika burung di daerah ini juga bagian dari CCTV kita secara alamiah jadi, saya harap Anda melihat situasi, jika ingin ...."
Hicob tak melanjutkan perkataannya, ia hanya menyatukan dua jari telunjuknya dengan bibir yang manyun ke depan.
Wajah Dewa perlahan memerah karena merasa malu pada Hicob.
"Kenapa aku begitu ceroboh! aku sampai lupa, jika burung-burung yang berterbangan di kawasan rumahku bagian dari CCTV yang tak dapat di ketahui oleh seseorang.
Belum juga wajah Dewa selesai dengan semu merahnya, Hicob lagi-lagi menambah kecanggungan tersebut.
"Baju Anda sepertinya sangat banyak jadi, silahkan gunakan pakaian Anda, Tuan!"
Suara pintu kamar Dewa terdengar, itu menandakan, jika Hicob pergi tanpa pamit terlebih dulu pada Dewa.
Rahang Dewa sudah mulai mengeras menahan emosi karena Hicob jelas-jelas mengejeknya dan pria itu pasti sudah tahu apa saja yang ia lakukan bersama Harmoni.
"Jadi dia tau, jika aku dan gadis itu sudah berciu ...."
Dewa menundukkan kepalanya menahan rasa malu yang teramat sangat.
"Mau diletakkan di mana wajahku ini," gumam Dewa yang sudah begitu ceroboh tak sadar akan setiap sudut rumahnya yang memiliki pengintai jauh lebih baik daripada tempat lainnya.