Hicob mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi cairan berwarna merah di dalamnya.
"Cairan apa itu?" tanya Mona pada Hicob masih dengan nada lemah.
"Ramuan untuk menetralisir tubuhmu karena pengaruh kekuatan iblis kalajengking itu," jelas Hicob pada Mona.
Saat menyebut nama iblis kalajengking, wajah Mona kembali pucat dengan tangan yang ia genggam sekuat tenaga menari sprei tempat tidurnya.
Hicob tahu reaksi itu pasti karena ketakutan dari gadis tersebut karena ia pikir, Mona cukup trauma dengan kejadian yang menimpa dirinya.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu padamu?" tanya Hicob sedikit memancing Mona, agar gadis itu mau menceritakan apa yang terjadi kepada dirinya saat Mona berada di bawah tanah, di mana iblis kalajengking itu berada.
"Bertanya apa?" tanya Mona masih dengan suara bergetar karena takut saat ia mengingat kejadian di dalam goa bawah tanah tersebut.
Hicob tersenyum, kemudian ia memberikan cairan merah dari botol yang berada di tangannya, diiringi usapan kecil pada kepala Mona, agar gadis itu bisa lebih tenang lagi.
"Kau minum ramuan ini dulu, ini ramuan herbal dari tumbuhan yang sangat langka di dunia jadi, kau tak perlu cemas akan kandungan di dalamnya karena semua bahan ramuan ini aman untuk kita," jelas Hicob yang tak ingin Mona semakin merasa curiga padanya.
"Untuk apa aku meminum ini?" tanya Mona yang masih tak paham karena ia masih dalam pengaruh kekuatan iblis kalajengking tersebut.
"Untuk membersihkan sisa-sisa kekuatan yang ada dalam dirimu," sahut Hicob.
Mona masih menatap ke arah botol kecil tersebut karena warna merah menyala, mengingatkan dirinya pada sesuatu.
"Apa aku boleh, jika tak meminumnya?" tanya Mona membuat Hicob langsung memasang kembali wajah tampannya untuk merayu Mona, agar gadis berambut pendek itu, mau meminum ramuannya.
"Jika kau tak ingin cepat sembuh, jangan di minum! jika kau ingin lekas sembuh, minum sekarang dan cepat habiskan, sebelum sisa kekuatan iblis itu makin meresap padamu," ancam Hicob membuat Mona sedikit ketakutan dengan ancam Hicob.
"Baiklah, aku akan meminumnya, tapi apakah aku akan segera sembuh?" tanya Mona pada Hicob.
"Tentu saja! mana mungkin aku berbohong padamu," sahut Hicob yang semakin tak membuat ragu pada diri Mona untuk segera meneguk ramuan itu sampai tinggal botolnya saja.
Dengan memberanikan diri, akhirnya Mona dengan cepat membuat penutup botol kecil tersebut di buka dan sekali teguk, semua ramuan yang dibuat oleh Hicob habis tak tersisa.
"Bagaimana? enak?" tanya Hicob pada Mona.
"Tidak!"
"Tidak apa?" tanya Hicob lagi.
"Tidak lagi merasa berat di kepala, rasanya lebih ringan," tutur Mona pada Hicob.
"Setelah beberapa jam lagi, semua rasa tak nyaman pada tubuhmu akan kembali pulih seperti sedia kala," jelas Hicob lagi pada Mona.
Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya mengerti.
"Apa aku boleh bertanya sesuatu padamu?" tanya Hicob pada Mona.
"Tentang apa?" tanya balik Mona pada Hicob.
"Tentang tempat yang sudah sempat mengurungmu," jelas Hicob membuat Mona sedikit terkejut dengan pertanyaan Hicob.
Mona masih diam tak mau menjawabnya karena pikiran gadis itu saat ini sudah berada dalam kejadian di mana ia di kelilingi oleh ribuan kalajengking yang menawannya.
"Untuk apa kau bertanya hal seperti itu?" tanya Mona yang nampak tak bersedia menceritakannya pada Hicob.
"Mungkin aku bisa membantumu untuk menghilangkan trauma karena sesuatu hal yang sekiranya menganggu pikiranmu," pancing Hicob yang ingin tahu cerita dari mulut Mona secara langsung.
Gadis itu lagi-lagi diam tak menjawab atau merespon, hanya ada wajah datar menatap ke arah Hicob.
Hicob tersenyum pada Mona. "Jika kau tak ingin menceritakan semuanya, tak apa, aku tak akan memaksa," pasrah Hicob ramah.
"Aku akan menceritakannya," tutur Mona pada Hicob.
"Kau yakin? apa kau tak merasa keberatan?" tanya Hicob kembali memastikan.
"Yakin!"
Karena sudah ada kejelasan dari perkataan Mona, akhirnya Hicob duduk di sebelah tempat tidur Mona menghadap ke arah gadis berambut pendek tersebut.
"Bagaimana kau bisa ikut dengan iblis itu?" tanya Hicob yang tak mau menutupi hal tersebut dari Mona karena gadis itu sudah melihat secara langsung bentuk para iblis yang berada di istana bawah tanahnya.
"Jadi ... mereka benar-benar bukan manusia?" tanya Mona memastikan pada Hicob.
"Ya, mereka iblis yang mengincar Harmoni," jelas Hicob tanpa menutupi dari Mona.
"Ap-apa? kau tak sedang bercanda, 'kan?" tanya Mona pada Hicob.
"Apakah wajahku terlihat seperti orang yang sedang bergurau denganmu?" tanya balik Hicob membuat gadis itu menelan ludahnya sendiri.
"Mengapa mereka bisa mengincar Nona Harmoni? bukankah musuh keluarga Sudarmanto bukan bagian dari mahluk lain seperti mereka? apakah masih banyak yang belum aku ketahui?" tanya Mona yang masih menahan rasa sedikit pusing pada kepalanya.
"Tentu saja sangat banyak karena dia gadis spesial," jelas Hicob pada Mona.
"Spesial?" tanya Mona yang masih belum paham arah pembicaraan Hicob.
Pria itu membenarkan posisi kacamata yang dikenakannya dan menghela napas untuk memulai semua penjelasan yang akan ia berikan pada Mona.
Percuma, jika Hicob menutupinya dari asisten pribadi Harmoni itu karena ingatan yang cukup melekat pada otak seseorang tak akan gampang terhapus, apalagi itu termasuk dalam trauma.
"Aku akan menjelaskannya padamu dan kau harus pahami semua penjelasan yang aku jabarkan karena di dunia ini, tak hanya manusia biasanya saja yang hidup, masih banyak mahluk lainnya, termasuk para iblis yang menangkapmu dan masih banyak iblis lainnya yang berkeliaran di sekitar atasanmu," jelas Hicob membuat Mona hanya bisa meneguk liurnya tanpa ingin menyela pembicaraan Hicob yang sepertinya sudah pada tahap serius.
"Apa kau siap?" tanya Hicob pada Mona.
"Siap tidak siap, aku harus mendengarkan semua ceritamu dari awal sampai akhir karena ini menyangkut keselamatan dan bahaya yang akan mengancam Nona Harmoni," ujar Mona pada Hicob.
"Baiklah, sebelum itu, silahkan minum air yang ada di meja nakasmu terlebih dulu," pinta Hicob pada Mona.
Spontan Mona menoleh ke arah meja nakas dan benar, ada segelas air minum di atas nakas itu.
"Bagaimana mungkin ada air minum di sini? bukankah ...."
Mona seketika menoleh ke arah Hicob karena gadis itu saat ini sudah memiliki prakiranya tersendiri.
"Apa kau juga bagian dari mereka?" tanya Mona dengan wajah menatap ke arah Hicob penuh selidik.
"Bukan! aku bukan bagian dari mereka, tapi mereka berasal dari tempat yang sama denganku," ungkap Hicob membuat kedua tangan Mona mengepal menahan rasa takut.
"Jadi kau juga ib ...."
"Aku juga sebangsa manusia, tapi kelebihan yang aku miliki, kekuatan yang tak dimiliki oleh kalian semua, para bangsa manusia bumi," tutur Hicob.
"Kau memiliki sebuah kekuatan?" tanya Mona mencoba menebak.
"Ya!"
Jantung Mona berdetak begitu kencang, jika saja ia berhadapan dengan manusia biasa, mungkin Mona tak akan setakut ini, tapi pria yang berada di hadapannya, bukan manusia biasa yang dapat ia hajar sampai babak belur, pria itu pria yang memiliki sihir.
"Jadi?" tanya Mona yang sudah tak dapat bertanya lagi karena kenyataan yang ia dapat sungguh di luar dugaannya.
"Mereka mengincar bandul kalung yang berada di leher Harmoni karena Kristal itu adalah kristal kerajaan kami dan pemiliknya adalah Tuan Dewa," jabar Hicob pada Mona.
"Kristal biru itu?" tanya Mona mematikan lagi.
"Ya, dan kristal itu juga yang memancing para iblis itu mendekat pada Harmoni karena benda tersebut memiliki kekuatan yang sangat besar untuk penerus kerajaan kami, bukan hanya itu, jika kristal tersebut jatuh ke tangan para iblis tersebut, maka kekuatan mereka tak dapat di tandingi oleh siapapun," jelas Hicob lagi.
"Tuan Dewa berasal dari keluarga kerajaan?" tanya Mona ingin tahu.
"Lebih tepatnya, dia pangeran yang akan menjadi raja selanjutnya karena hilangnya kristal itu, penobatan tertunda, sampai kristal tersebut ditemukan dan berada di tangan pemilik aslinya," ujar Hicob pada Mona.
"Kenapa kristal itu tak diambil saja dari tangan Nona, jika benda itu membahayakan nyawa Nona Harmoni?" tanya Mona sedikit cemas dengan keadaan atasannya.
"Benda itu yang tak mau lepas dari tangan Harmoni, entah mengapa, tapi yang jelas, Tuan Dewa harus melindungi Harmoni dari para orang-orang yang berniat buruk padanya," jelas Hicob menatap lekat kedua manik mata Mona.
Mona masih diam memikirkan semua kejadian yang pernah Harmoni alami beberapa hari yang lalu, semenjak bosnya itu bertemu dengan Dewa.
Semua kejadian aneh di mana Dewa selalu berada di dekat Harmoni saat gadis itu dalam keadaan tak aman, di situ pasti ada Dewa yang menolongnya, yang menjadi malaikat bagi Harmoni karena selama ini, Harmoni hanya mengandalkan dirinya sendiri untuk bertahan dari para anak buah napi yang mengincarnya.
"Apa selama ini Tuan Dewa memang sengaja melindungi Nona Harmoni?" tanya Mona yang memang penasaran akan segalanya mengenai Harmoni dan Dewa.
"Ya, dia malaikat Nona Harmoni sekarang, sampai Kristal itu jatuh kembali ke tangannya karena hanya itu jalan satu-satunya untuk tuan Dewa, agar dia bisa menjadi raja selanjutnya di kerajaan kami," ucap Hicob.
"Jadi kalian berdua bukan dari bumi? dan aku baru sadar sekarang?" tanya Mona mengusap wajahnya karena merasa seperti orang tak peka selama ini.
"Memang kami tak ingin ada manusia lain tahu mengenai identitas kami karena kami tak ingin mereka sadar, jika kami berbeda dari mereka, tak bisa menua dan memiliki kekuatan yang di luar nalar manusia biasanya," ungkap Hicob lagi.
Mona semakin merasa terkejut dengan pengakuan yang terlontar dari mulut Hicob perihal dirinya yang tak bisa menua.
"Jadi kau abadi?" tanya Mona yang sudah mengajukan pertanyaan bergudang-gudang sedari tadi karena rasa penasaran yang menghinggapi pikiran gadis berambut pendek tersebut.
"Ya, dan bukan salahmu tahu jati diri kami lebih lama dari Harmoni karena saat ini aku memberitahu indentitas kami karena kondisi di mana kau sudah bertemu langsung dengan para iblis itu jadi, mau tak mau aku harus menceritakan semuanya padamu dengan syarat, kau tak boleh menceritakan pada siapapun tentang hal ini, apa kau paham? karena aku percaya padamu, jika kau akan menjaga rahasia," tutur Hicob membuat kepala Mona mengangguk karena ia saat ini ingin bekerjasama dengan Hicob dan Dewa untuk melindungi Harmoni dari para orang-orang tak bertanggung dan para iblis yang pastinya bukan tandingan dirinya dan Harmoni yang notabennya manusia biasa yang tak memiliki kekuatan supranatural seperti Dewa dan Hicob.
"Apa saat ini aku sudah boleh bertanya mengenai bagaimana kau bisa berada di ruang bawah tanah iblis itu?" tanya Hicob yang kembali memancing Mona agar mau menceritakan semua kejadian yang menimpanya.
"Aku siap, karena kau juga sudah menceritakan semua hal yang tak aku ketahui sebelumnya jadi, aku akan bekerjasama denganmu, agar keselamatan Nona Harmoni bisa terjamin setiap saat," yakin Mona yang sudah tak merasa ragu lagi pada niatnya untuk terbuka pada Hicob.
Pria berkacamata itu tersenyum sembari menatap ke arah Mona.
"Bisa kau ceritakan awal mula kau bisa bersama iblis itu?" tanya Hicob yang ingin tahu, mengapa gadis seperti Mona bisa terjebak oleh tipu muslihat iblis macam mereka karena menurut Hicob, Mona adalah orang yang cermat dalam mengambil sebuah keputusan jadi, sungguh aneh, bila gadis itu seenaknya langsung main ikut saja diajak atau bertegur sapa dengan orang yang tak ia kenal dengan dekat.
"Setelah kau pergi meninggalkan kami, aku merasa tak nyaman hanya menjadi pengganggu di antara Nona dan Tuan jadi, aku memutuskan untuk pergi membeli minuman di supermarket terdekat ...."
"Memang apa yang dilakukan oleh mereka berdua?" tanya Hicob yang penasaran dengan kejadian yang sempat ia lewati begitu saja.
"Mereka berdua ...."
Mona menutup wajahnya karena merasa malu harus menceritakan kisah manis orang lain pada Hicob.
"Ceritakan saja! jangan terlalu malu seperti itu," desak Hicob yang semakin merasa penasaran dengan sikap Mona yang nampak terkesan berbelit-belit.
Akhirnya gadis itu membuka tangannya yang menutupi wajahnya.
"Mereka berdua saling berdekatan karena Nona Harmoni membersihkan sisa-sisa cipratan oli yang mengenai wajah Tuan Dewa dan posisinya sangat dekat, sehingga aku seperti obat nyamuk yang mengganggu mereka saat sedang bermesraan," jelas Mona membuat Hicob mengusap puncak kepala Mona karena merasa kasihan pada gadis yang kini berada di hadapannya.
"Kasihan sekali kau ini," ejek Hicob membuat kedua pipi Mona di gembungkan karena kesal pada ejekan Hicob.
"Terus?" tanya Hicob kebali ingin tahu kelanjutan dari cerita Mona.
"Lain kali jangan memotong pembicaraan seseorang, tidak baik, apa kau paham?" tanya Mona yang masih berusaha mempertegas ucapannya, meskipun nada bicaranya masih terdengar sedikit lemah.
"Iya," sahut Hicob tersenyum pada Mona.
"Aku berjalan ke sebuah minimarket yang tak cukup ramai karena aku pikir tak usah mengantre, tapi saat aku akan masuk ke dalam minimarket tersebut, ada seorang pria yang mencegahku," jelas Mona pada Hicob.
Kening Hicob mulai terlihat lipatan karena merasa heran dengan penjelasan Mona.
"Pria? bukankah kau anti dengan seorang pria, kecuali aku," papar Hicob yang tak sengaja memancing kekesalan pada Mona.
"Dengar dulu, baru berpendapat," tegur gadis berambut pendek tersebut.
"Baiklah, maaf!" sesal Hicob mengangkat kedua jari telunjuk dan tengahnya pertanda minta maaf pada Mona.
Mona hanya diam melengos karena Hicob lagi-lagi membuat moodnya turun.