Bab 53

1255 Words
Di depan pagar rumah Harmoni, mobil Dewa sudah membunyikan klaksonnya, agar para satpam mendengar suara mobil Dewa, jika mobil itu akan masuk ke halaman rumah megah Harmoni. Lampu terang yang menyorot pagar rumah itu langsung di redupkan ke posisi normal karena satpam rumah itu sudah berjalan membuka gerbang tersebut. Mobil yang dikendarai Dewa sudah berhenti tepat di halaman depan rumah Harmoni. Dewa membuat sabuk pengamannya, pria itu masih tak sadar, jika perempuan yang berada di sampingnya sudah terlelap karena keletihan. "Ayo cepat ...." Ucapan Dewa seketika terhenti kala ia melihat mata Harmoni masih tertutup rapat dengan kepala yang masih bersandar pada sandaran kursi mobil Dewa. "Apa sedari tadi dia sudah tidur? tapi di mana?" tanya Dewa pada dirinya sendiri karena memang Dewa cukup merasa heran, jika kicauan Harmoni tak memenuhi perjalanan mereka menuju kediaman CEO cantik tersebut. "Pantas saja tak seperti petasan, biasanya suaranya tak mau berhenti berkicau, jika sudah bersamanya," gumam Dewa tersenyum kecil. Pria itu akhirnya turun dari mobilnya dan berjalan ke arah sisi mobil lainnya, di mana Harmoni berada. Dewa membuka pintu mobil itu dan ia dapat melihat secara langsung wajah Harmoni yang tertidur dengan raut wajah terlihat sangat kelelahan. "Dasar gadis yang tak siaga! bagaimana , jika pria yang bersamamu bukan aku? sudah habis kau digarap oleh mereka sampai tak tersisa," gumam Dewa masih menatap heran pada gadis itu yang bisa-bisanya tidur tanpa ada rasa waspada sama sekali. Dengan pelan, Dewa membuka sabuk pengaman milik Harmoni yang menempel erat pada tubuh gadis itu. "Kenapa harus seketat ini? bukankah bisa dilonggarkan," gerutu Dewa yang tak dapat dengan mudah membuka sabuk pengaman yang melekat pada tubuh Harmoni. Sebenarnya Dewa bisa dengan mudah membuka sabuk pengaman yang melekat pada Harmoni namun, pria itu tak ingin bersiap lancang dan terkesan memanfaatkan ketidak sadaran Harmoni. "Bukankah menggunakan kekuatan tak akan menyentuh bagian tubuh manapun? jadi menggunakan cara itu adalah yang terbaik," gumam Dewa yang mulai melakukan apa yang keluar dari pikirannya. Sekali jentik saja sudah bisa melepaskan belitan sabuk pengaman mobilnya dari tubuh Harmoni. Dewa tanpa ragu langsung menggendong tubuh gadis itu ala pengantin baru. Dewa menggunakan lengannya untuk menutup pintu mobilnya. Harmoni yang merasa dirinya terbang entah kemana, secara spontan langsung mengalungkan tangannya pada leher Dewa karena hal yang berada dalam mimpinya, ia saat ini sedang naik ke atas pohon dan melompat dari satu pohon ke pohon yang lain dan memeluk pohon itu begitu erat agar tak terjatuh dan hal tersebut dipraktekkan pada Dewa yang tanpa sadar sudah menjadi pohon dalam mimpi Harmoni. "Orangnya sudah tak sadar saja menyusahkan begini, apa lagi, jika sudah sadar, pasti menyusahkan dari ini," gerutu Dewa masih terus melangkahkan kakinya menuju pintu rumah Harmoni. Ceklek Kali ini bukan terbuka sendiri, melainkan ada seorangpun kepala pelayan yang membukakan pintu utama tersebut. "Aku akan membawa Harmoni ke kamarnya," tutur Dewa yang secara tak langsung meminta izin pada kepala pelayan tersebut dan kepala pelayan itu hanya menganggukkan kepalanya mengerti maksud Dewa. Dewa dengan gerakan santai, langsung berjalan melewati kepala pelayan rumah Harmoni tanpa rasa sungkan karena ia sudah meminta izin pada perwakilan pemilik rumah megah itu. Saat kepala pelayan itu menoleh ke arah tangga menuju lantai atas, kedua alisnya menyatu sempurna karena Nona muda dan temannya sudah tak ada di ruangan tersebut. "Bukankah seharusnya mereka masih dalam proses menaiki anak tangga, tapi kenapa sudah tak ada tanda-tanda keberadaan keduanya," pikir kepala pelayan perempuan tersebut. Karena merasa bulu kuduknya meremang, akhirnya kepala pelayan itu memutuskan untuk menutup pintu tersebut dan bergegas menuju ke arah kamarnya yang berada tak jauh dari kamar Mona. Harmoni saat ini sudah berada di dalam kamarnya namun, masih dalam posisi dalam gendongan Dewa. "Apa kau tidur memang mirip sekali dengan kerbau yang kelelahan? dalam perjalanan menuju kemari saja kau tak bangun, apalagi kau di baringkan di kasur dengan isi beludru planet kami yang begitu nyaman dan empuk saat di tempati," ujar Dewa yang perlahan meletakkan tubuh ramping gadis berbaju bunga-bunga tersebut di atas kasurnya. "Sungguh menyusahkan," gumam Dewa. "Siapa yang kau sebut menyusahkan?" tanya Harmoni yang membuka matanya karena ocehan Dewa yang sedikit mengusik tidur dan mimpi indahnya. "Kaulah, siapa lagi," sahut Dewa dengan penuh kejujuran luar biasa, tanpa ada yang ia tutup-tutupi dari Harmoni. "Aku menyusahkan apa?" tanya Harmon yang mengucek matanya sembari menegakkan posisi duduknya bersandar ke kepala ranjangnya. Dewa tersenyum sumbang, ia ingin sekali menampilkan atau memutar balik, di mana ia sedang menggotong tubuh Harmoni sendirian. "Hah, apa kau tak sadar sudah membuatku hampir saja patah tulang di bagian pinggang," sindir Dewa cukup frontal. "Mana ada mahluk abadi yang patah tulang lalu langsung mati," sahut Harmoni dengan nada santainya tanpa rasa bersalah atau iba pada Dewa. Prok prok prok "Kau sungguh perempuan yang sangat pengertian sekali, sampai semua kebaikanku tak kau anggap, malah semakin menyudutkan aku," sindir Dewa kembali. "Terima kasih, jika kau sudah mengantarkan aku ke mari dan silahkan pergi," usir Harmoni pada Dewa. Dewa masih diam mematung karena apa yang baru saja dilontarkan dari mulut Harmoni, membuat Dewa terdiam. Harmoni masih menatap ke arah Dewa dengan tatapan yang sama datarnya dan pada akhirnya, gadis itu langsung membaringkan tubuhnya di kasurnya yang empuk dengan posisi membelakangi Dewa. "Apa kau sudah tak waras karena menghadapi iblis tadi? atau ...." "Jangan banyak bicara, lebih baik kau pergi saja dari sini, lagi pula, kau tak bisa membuatku jauh dari mereka semua, justru kau semakin membawaku ke dalam bahaya yang lebih besar lagi karena mahluk yang aku hadapi saat ini bukan manusia biasa, melainkan iblis, yang pasti akan dengan mudahnya memusnahkanku hanya dengan sekali sentil saja, tanpa membutuhkan kekuatan yang besar," kicau Harmoni masih dalam posisi memunggungi Dewa. "Jadi kau marah padaku karena masalah itu?" tanya Dewa pada Harmoni. "Sudah tahu, masih saja bertanya, macam anak taman kanak-kanak saja, padahal umurnya sudah kakek-kakek," sindir Harmoni terhadap Dewa. Sreeet Suara perpindahan seseorang dari jarak tertentu begitu jelas terdengar oleh indera pendengaran Harmoni. Saat gadis itu akan menoleh ke arah Dewa, tiba-tiba wajahnya di tahan oleh tangan kekar Dewa yang sudah berada di kedua pipinya. "Jangan katakan aku seorang kakek-kakek yang sudah beruban, aku masih tampan dan segar hanya untuk menarik perhatianmu," ancam Dewa memperingati Harmoni yang masih menatap ke arahnya dengan tatapan tertegun atas perlakuan Dewa padanya. "Apa yang kau ...." Cup Kecupan hangat, bahkan cukup lama mendarat pada kening Harmoni. Spontan kedua mata gadis itu tertutup rapat karena merasakan benda kenyal menyapa bagian keningnya. "Jangan sampai aku nekad membuatmu jatuh dalam pesonaku, jika kau selalu memancing kesabaranku," ingatkan Dewa pada Harmoni sembari mengelus lembut pipi CEO cantik tersebut. "Kenapa ... kenapa menciumku?" tanya Harmoni pada Dewa. "Kau yang memaksaku untuk melakukan itu," sahut Dewa santai. "Aku tak memaksa atau bahkan menyuruhmu melakukan hal itu," elak Harmoni lagi. "Kata Kakek yang membuatku melakukan hal itu karena kau sudah menganggap diriku ini pria beruban yang tak memiliki daya tarik sama sekali," jelas Dewa lagi, agar Harmoni paham. "Ih, terserah kau saja! aku mau tidur," ujar Harmon langsung menarik selimut tebalnya. "Jangan tidur, mandi dan ganti bajumu lebih dulu," pinta Dewa. "Tidak!" Suara Harmoni terdengar dari dalam selimut tebal tersebut. "Badanmu akan merasa tak nyaman , jika kau tak mandi," ingatkan Dewa kembali pada Harmoni. "Tidak!" Dewa hanya tersenyum menanggapi penolakan Harmoni yang seperti anak kecil. "Terserah kau saja, yang jelas aku akan pergi karena tugasku sudah selesai," pamit Dewa diiringi suara jendela terbuka yang menandakan, jika pria itu sudah enyah dari kamar tersebut. Perlahan Harmoni membuka sedikit selimutnya untuk mengintip, apakah Dewa masih berada di sana atau tidak. "Huh, akhirnya minggat juga dia," lega Harmoni langsung turun dari kasurnya berlari kecil ke arah kamar mandi untuk membersihkan dirinya dengan rendaman air hangat.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD