Setelah cukup kenyang dengan makanan yang berada di piringnya, akhirnya gadis itu menyandarkan bahunya pada sandaran kursi santai taman belakang rumah Dewa.
Gadis itu memperhatikan beberapa Angsa yang berenang dengan santainya tanpa terusik dengan keberadaannya.
"Unggas yang sangat cantik, pantas saja dalam serial kartun Barbie ada perempuan cantik yang terkena sihir, menjadi seekor angsa, mungkin hewan itu, jika benar-benar menjadi seorang manusia, pasti akan secantik pada serial kartun itu," gumam Harmoni yang menundukkan kepalanya menatap telur gulung keju mozzarella buatannya sudah tinggal 3 potong.
Wajah gadis itu seketika terkejut bukan main karena Dewa masih belum sempat makan beberapa potong lagi.
"Astaga! kenapa aku begitu ceroboh! dia, 'kan hanya makan sedikit, bagaimana, jika pria alien itu memintaku untuk memasakkannya lagi? hah, aku harus segera pulang," sesal Harmoni melihat ke arah jam tangannya dan waktu sudah menunjukkan jam setengah tiga sore.
Saat gadis itu hendak berdiri dengan sebuah piring berisikan 3 potong telur gulung keju mozzarella buatannya, seorang pria berbaju santai dan terlihat segar berjalan ke arahnya.
Harmoni yang awalnya ingin pergi, akhirnya gadis itu mengurungkan niatnya.
"Kebetulan orangnya sudah di sini, sekalian saja aku berikan 3 potong telur gulung ini padanya, agar aku cepat bebas dari pria dingin ini," pikir Harmoni tersenyum kecil karena ia sudah memiliki rencana untuk cepat lepas dari perintah Dewa, agar ia tak harus memasak makanan untuk pria itu lagi.
"Sudah kenyang?" tanya Dewa berdiri tepat di hadapan Harmoni yang masih setia duduk di kursi santai taman belakang rumah Dewa.
"Sudah," sahut Harmoni tanpa basa-basi.
"Bagus kalau begitu," sergah Dewa.
Indera penciuman Harmoni mulai bereaksi, aroma lembut dan menenangkan tercium begitu enak di kedua saluran penciumannya.
"Wangi yang sangat lembut," gumam gadis itu dalam hati tanpa ingin mengutarakan hal tersebut di hadapan Dewa karena ia sudah dapat menafsirkan, jika wangi itu berasal dari tubuh Dewa yang sudah selesai berendam karena wajah pria itu sudah terlihat begitu segar.
"Kenapa?" tanya Dewa pada Harmoni karena CEO cantik tersebut tak sadar, jika dirinya tengah menatap ke arah Dewa tanpa berkedip.
"Tidak ada, memangnya aku kenapa?" tanya balik Harmoni pada pria itu, agar kecurigaan yang berada di otak Dewa menghilang.
"Jangan berkilah, Gadis! aku tahu kau tengah mengagumi ketampananku, 'kan?" tebak Dewa membuat senyum Harmoni seketika timbul ke permukaan.
"Mengagumi? jangan terlalu besar kepala, Tuan! aku hanya menikmati wangi tubu ...."
Harmoni seketika langsung menutup mulutnya sendiri menggunakan tangan kanannya yang tak memegang piring.
Gadis itu sepertinya sudah masuk dalam jebakan seorang Dewa yang bisa memancing seseorang, agar berkata jujur.
Pria itu tersenyum begitu senangnya, membuat Harmoni kembali terheran-heran atas tingkah laku pangeran antah berantah tersebut.
"Tumben sekali kau tersenyum begitu senangnya, apa aku terlihat seperti badut yang bisa menghiburmu?" tanya Harmoni yang cukup kesal melihat tingkah Dewa.
"Aku hanya tersentuh dengan tingkat kebohonganmu yang sangat handal itu," sindir Dewa dan wajah Harmoni langsung menunduk sembari bibirnya digigit untuk menahan rasa malunya yang sudah berlebih.
Dewa masih bisa melihat saat bibir Harmoni di gigit oleh giginya sendiri.
"Jangan gigit bibirmu, nanti berdarah," pinta pria itu namun, Harmoni nampaknya tak mengindahkan permintaan Dewa.
Harmoni hanya menggelengkan kepalanya begitu keras karena rasa malu yang mendera dirinya, membuat gigitan pada bibirnya semakin kuat dan ....
"Aaawwwwww!"
Jeritan gadis itu membuat Dewa seketika langsung berjongkok di depan Harmoni untuk melihat apa yang kiranya terjadi pada gadis tersebut.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Dewa.
Entah apa yang membuat pria itu tiba-tiba secara spontan langsung berjongkok di hadapan Harmoni.
"Tidak apa-apa," sahut Harmoni masih menahan rasa sakit pada bagian bibirnya yang nampak sedikit mengeluarkan cairan berwarna merah.
Arah tatapan mata Dewa langsung tersorot pada bagian yang terluka tersebut.
"Kau benar-benar gadis bebal! aku sudah bilang, jangan gigit bibirmu, 'kan? kenapa kau tak menuruti ucapanku?" tanya Dewa dengan suara sedikit marah pada Harmoni.
"Aku malu," sahut Harmoni jujur tanpa ada perasaan yang ia tutup-tutupi saat ini, toh pria yang berada di hadapannya sudah tahu, jika dirinya tadi berbohong.
"Malu kenapa?" tanya Dewa yang tak paham akan maksud gadis tersebut.
Harmoni menatap pria itu dengan tatapan penuh akan kekesalan yang teramat sangat karena Dewa masih belum juga peka atas kejadian tadi.
"Ini semua gara-gara dirimu, coba saja kau tak mencoba menggodaku dengan bualanmu yang tak penting itu, aku tidak harus mengatakan semua apa yang aku pikirkan, 'kan?" cerocos Harmoni yang sudah dongkol pada Dewa.
"Memang apa yang kau pikirkan?" tanya Dewa yang sengaja kembali ingin memancing jawaban dari mulut Harmoni.
"Aku tadi hanya memikirkan wangi pada tubuhmu dan menurut pendapatku, karena kau habis berendam dengan campuran aroma terapi, mangkanya tubuhmu wangi," jelas Harmoni yang sudah masuk dalam perangkap seorang Dewa.
"Jadi kau benar-benar memikirkan hal itu? apa kau tak sadar, jika hal tersebut sudah masuk dalam kata mengagumi tubuh seseorang," ledek Dewa membuat gadis itu lagi-lagi menggigit bibir cukup keras sembari memukul pundak Dewa.
"Awwwww!"
Suara pukulan pada bahu Dewa dan jeritan bergabung menjadi satu, kala bibir gadis itu tanpa sengaja kembali terluka.
"Dasar kau ini! belum juga 5 menit berdarah, sekarang semakin dibuat lebih besar lagi lukanya," omel Dewa yang langsung mendekatkan dirinya ke arah Harmoni.
Punggung gadis itu mundur secara otomatis karena ia berpikir, jika Dewa mungkin akan mengambil ciuman keduanya lagi.
"Mau apa kau?" tanya Harmoni yang sudah mengacungkan kepalan tangannya pada Dewa, agar pria itu merasa terancam.
"Jangan terlalu jauh berpikir, aku tak akan menciummu," jelas pria itu dengan posisi masih berjongkok.
"Untuk apa kau mendekat ke arahku?" tanya Harmoni kembali mengintrogasi Dewa.
"Untuk menghapus bibirmu yang sudah semakin banyak mengeluarkan darah," jelas Dewa menatap ke arah bibir bawah Harmoni.
"Tidak perlu! aku bisa sendiri, aku juga bukan anak kecil yang ...."
"Awwwww!"
Rintihan kembali terdengar saat nyeri mulai menghinggapi bibir Harmoni.
"Ingin cepat sembuh atau tidak?" tanya Dewa pada gadis bertubuh ramping dan seksi tersebut.
Tak ada jawaban dari mulut Harmoni.
Dewa yang tak ingin disalahkan kembali, pria itu tak banyak bicara, ia lebih memilih bangun dan hendak pergi dari hadapan gadis tersebut namun, pergelangan tangan Dewa dicekal oleh Harmoni.
"Tunggu!"
Pria itu menatap ke arah pergelangan tangannya yang kini sudah terbelit jemari gadis cantik dengan nail polish bercorak abstrak.
"Kenapa? bukankah kau tak ingin bantuan dariku?" tanya Dewa.
"Aku ingin cepat sembuh, aku tak ingin besok pagi saat berangkat ke kantor dengan bibir yang mungkin akan membengkak karena aku tahu, pasti bibir ini akan mempengaruhi citraku sebagai seorang pimpinan yang sudah terbiasa terlihat tanpa celah," jelas Harmoni pada Dewa.
Gadis itu masih menengadahkan wajahnya menatap ke arah Dewa yang juga tengah menundukkan kepalanya menatap ke arah Harmoni.
Tak ada jawaban dari mulut Dewa, yang ada yang sebuah tatapan dari sorot mata pria berwarna safir tersebut.
Kedua mata Harmoni sudah terlihat seakan memohon pada pria bermarga Abraham tersebut, agar Dewa mau mengobati lukanya secara instan tanpa harus menunggu waktu berhari-hari pulih seperti sediakala.
"Aku mohon!" pinta Harmoni dengan tatapan yang sangat menyedihkan menurut pandangan Dewa.
Seakan ada sebuah benang yang menarik Dewa ke arah Harmoni, pria tersebut langsung berjongkok kembali tepat di hadapan gadis tersebut dan jempol kanan Dewa perlahan mulai merangkak ke atas, menuju arah di mana luka yang harus ia sembuhkan.
Awalnya Harmoni merasa terkejut dengan pergerakan yang dilakukan oleh Dewa namun, gadis itu mencoba berpikir lebih positif lagi, jika pria yang berada di hadapannya saat ini adalah pria baik-baik, bukan pria yang hanya mengagumi kecantikannya semata.
Saat sentuhan jemari Dewa sudah tepat berada di tempatnya, keduanya merasakan ada sebuah aliran listrik yang menjalari setiap tubuh mereka.
Harmoni merasa ada sentuhan dingin yang mulai terasa dan sentuh dingin itu perlahan menjalar di setiap sekujur tubuhnya, padahal Dewa hanya menyentuh bagian bibir bawahnya yang terluka saja.
Berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Dewa, pria itu awalnya merasakan sengatan listrik namun, sedetik kemudi, rasa kenyal mulai menggelitik bagian jempolnya yang secara langsung menyentuh bibir Harmoni.
Dengan gerakan pelan, Dewa bergerak mengusap bagian yang terluka dan seketika pigmen warna merah yang berasal dari bibir Harmoni sudah berpindah tempat ke arah jempol tangannya.
"Lukanya cukup dalam, membutuhkan waktu sekitar beberapa hari untuk luka ini sembuh, jika menggunakan cara alami di bumi," jelas Dewa masih menatap ke arah bibir Harmon, kemudian pria itu beralih menatap ke arah kedua manik mata CEO cantik tersebut.
"Aku ingin kau yang menyembuhkan aku, aku tak ingin ke Dokter," jelas Harmoni pada Dewa.
"Tapi ...."
Tiba-tiba Harmoni meletakkan piring yang berada di tangannya dan menyentuh kedua pipi Dewa.
"Tolong sembukan aku, aku pasti akan berterima kasih padamu dan aku juga akan mencari tahu bagaimana cara melepas bandul kalung ini," tutur Harmoni menundukkan kepalanya menatap ke arah bandul kalung yang kini masih melingkar di lehernya.
Dewa juga terfokus pada bandul kalung tersebut.
"Jika kau bukan pemilik kedua dari kristal itu, aku tak akan mau membantumu," jelas Dewa langsung menarik tengkuk Harmoni dan mendekatkan wajahnya dengan wajah gadis itu.
Kini tatapan mata keduanya sudah saling beradu.
Perlahan jempol Dewa kembali mengusap bibir bawah Harmoni dan gadis itu juga memejamkan matanya karena rasanya tak selembut tadi, tapi sedikit terasa nyeri namun, hanya sedetik saja, setelah itu, rasa sakit dari luka yang berada di bibir CEO cantik tersebut menghilang secara ajaib bin mustahil.
Dewa melihat setiap inci wajah Harmoni dengan kedua mata gadis itu yang masih setia terpejam.
Dewa berpikir, posisinya saat ini seperti orang yang akan berciuman saja.
Si perempuan memejamkan matanya menunggu si pria menciumnya dengan penuh cinta namun, realitanya, mereka berdua hanya melakukan pengobatan ajaib jadi, semua yang ada dalam benak Dewa seketika sirna saat Harmoni sudah membuka matanya.
Posisi mereka berdua masih tetap saling berdekatan. "Lukanya sudah sembuh," tutur Dewa pada gadis itu dan jemari lentik Harmoni langsung merasakan bibir bagian bawahnya yang awalnya terasah nyeri, kini sudah sirna tak ada rasa nyeri tersebut.
Harmoni tersenyum manis menatap ke arah Dewa. "Terima kasih, Tuan Dewa!"
Harmoni langsung memeluk tubuh Dewa dengan gerakan dan tenaga yang sangat besar, sampai pria itu tak memiliki waktu untuk mempersiapkan kemungkinan buruk terjadi dan ....
Suara tubuh Dewa yang langsung menyentuh rerumputan taman belakang rumahnya begitu keras terdengar karena bukan hanya tubuh pria itu yang terjatuh, melainkan tubuh Harmoni juga ikut terjatuh menindih tubuh Dewa sebagai alasnya.
Keduanya sudah saling tumpang tindih karena ulah Harmoni yang nampak kelewat senang karena luka pada bibirnya sembuh dengan cepat tanpa harus ke dokter menunggu berhari-hari.