Dewa sudah berada di kursi santai taman belakangnya.
Pria itu duduk tepat di sebelah kanan, sementara di sebelah kiri, masih terdapat bagian kursi yang kosong untuk Harmoni duduk.
Karena melihat kursi yang kosong, akhirnya Harmoni duduk ditempat tersebut, tanpa permisi terlebih dulu pada Dewa.
Gadis itu tak memperdulikan pria yang berada di sampingnya saat ini.
Ia lebih fokus menatap ke arah danau yang menurutnya sangat indah dan lebih enak dipandang, daripada harus memandang orang yang cukup menyebalkan yang berada di sampingnya.
"Apa kau tak ingin, makan?" tanya Dewa pada Harmoni karena gadis itu nampak tak melakukan gerakan apapun.
Arah tatapan mata Harmoni hanya terfokus kepada arah depan, tanpa ada niatan ingin mencicipi sedikit makanan yang kini sudah berada di kursi taman tersebut.
"Kau saja dulu," sahut gadis itu dengan suara cukup tenang.
Dewa yang awalnya tengah mengambil nasi dan beberapa lauk ke atas piringnya, akhirnya pria itu menghentikan kegiatannya tersebut.
Dewa menatap ke arah Harmoni dengan tatapan daftarnya.
"Apakah kau bisa tak semanja ini?" tanya Dewa pada gadis itu dan Harmoni hanya diam memperhatikan setiap air yang jatuh dari atas pegunungan tersebut.
"Aku tidak manja, aku hanya menikmati pemandangan alam yang telah Tuhan suguhkan padaku," sahut gadis itu masih dengan arah tatapan mata yang sama.
"Apa kau tak kasihan dengan tubuhmu?" tanya Dewa kembali.
Akhirnya Harmoni perlahan sedikit demi sedikit mulai menoleh ke arah pria tersebut dan arah tatapan gadis itu sama datarnya seperti arah tatapan mata Dewa saat ini.
"Kau jangan terlalu banyak bicara, makan saja, jika kau memang benar-benar lapar," jelas Harmoni pada pria tersebut.
Dewa memejamkan matanya menahan amarah yang mungkin bisa meledak kapan saja namun, pria itu kembali membuka kedua kelopak matanya menatap ke arah Harmoni sembari berkata, "Aku akan makan, jika kau juga makan karena di sini bukan hanya aku yang lapar, tetapi perutmu juga keroncongan, jadi kita harus makan bersama."
"Kalau aku menolak bagaimana?" tanya Harmoni pada pria itu dengan nada suara ketusnya.
"Aku akan membuatmu makan," sahut Dewa pada gadis tersebut.
"Aku tak akan membuka mulutku," cerocos Harmoni dengan suara tak mau kalah lantang dari mulut Dewa.
"Aku akan membuat mulutmu terbuka," ancam Dewa pada gadis tersebut.
"Coba saja, jika kau bisa, Tuan Dewa!" tantang Harmoni membuat adrenalin pria yang memang memiliki karakter penyuka sebuah tantangan itu, tersenyum begitu lebar mendengar ucapan dari mulut Harmoni.
"Apa kau yakin dengan ucapanmu itu?" tanya Dewa pada pria tersebut.
"Tentu saja yakin! untuk apa aku takut," acuh Harmoni melipat keduanya tangannya seakan dirinya tengah menantang Dewa untuk berperang.
Pria itu tersenyum simpul sembari menyanggah pipi kirinya menggunakan tangannya.
"Jika kau sudah mengatakan hal itu dan aku sudah menyetujuinya, maka saat itu juga, kau tidak bisa menarik kata-katamu lagi, Nona!" jelas Dewa memperingatkan Harmoni.
"Tentu saja tidak! untuk apa aku menarik kata-kataku? lagipula, aku ini gadis yang suka menempati janji, bukan yang mengingkari janjinya," kicau Harmoni pada Dewa.
Bibir Dewa semakin menarik senyum simpulnya karena apa yang berada di dalam benaknya saat ini, merupakan salah satu alasan untuk Harmoni, agar gadis itu lain kali tidak sembarangan menantang seseorang.
Setelah kesepakatan yang mereka buat bersama, Dewa kembali mengambil piring miliknya dengan nasi yang berada di atas piring tersebut, ditemani oleh telur gulung buatan Harmoni dan juga tumis brokoli yang hampir gosong buatan Dewa.
Dewa menjentikkan jarinya, kemudian piring dan nasi yang berada di kursi santai tangan tersebut menghilang entah kemana.
Pria itu perlahan bergeser ke arah Harmoni, agar posisinya berada lebih dekat dengan gadis tersebut.
Dewa bukan tanpa alasan mengikis jarak dengan Harmoni.
Hal itu ia lakukan, agar gadis tersebut terpancing dengan aroma makanan yang kini sudah berada tepat di telapak tangannya dengan wangi yang sangat menggugah selera.
Tangan kanan Dewa mulai menyentuh sendok yang berada di piring tersebut dan pria itu segera menyendokkan nasi serta beberapa lauk yang berada di atas piringnya.
Sebelum nasi dan lauk yang berada di sendok itu masuk ke dalam mulut Dewa, pria itu lebih dulu mengendus wangi dari makanan tersebut dan seketika mata Dewa terpejam dengan bibir yang tersungging sebuah senyuman menandakan, jika aroma makanan yang ia hirup tercium sangat enak.
"Enak sekali," gumam Dewa yang sengaja ingin menggoda Harmoni, agar gadis itu sedikit menelan ludahnya.
Setelah Dewa mengucapkan hal tersebut, ia sedikit melirik ke arah Harmoni dan ternyata gadis itu hanya tersenyum dengan kepala yang hanya manggut-manggut saja, tanpa ingin menghiraukan celotehan tak penting pria yang berada di sampingnya saat ini.
"Coba saja kau goda aku sampai puas! kita lihat, siapa diantara kita yang akan menjadi pemenang," sorak Harmoni dalam hatinya.
Gadis itu sepertinya sangat optimis, jika dirinya kali ini akan memenangkan kesepakatan antara ia dan Dewa karena Harmoni yakin, jika ia tak mungkin tergoda dengan wangi makanan yang berada di piring pria tersebut.
"Tahan wahai cacing-cacing diperut! sabar, kalian pasti akan makan enak, setelah aku memenangkan game ini," rapal Harmoni dalam diamnya.
Dewa yang merasa Harmoni tak menanggapi godaannya, akhirnya pria itu dengan hati penuh sedikit kecewa, melahap makanannya dan mengunyah makanan tersebut dengan gerakan mulut datar karena ia tak berhasil mempengaruhi Harmoni.
"Sepertinya gadis ini benar-benar ingin menguji kesabaranku," pikir Dewa dalam hati.
Pria itu masih dengan gerakan sedang, melahap makanan yang berada di piringnya sembari berpikir, bagaimana cara, agar gadis bermarga Sudarmanto itu bisa tergoda oleh aroma makanan tersebut.
Arah tatapan mata Dewa mengarah pada telur gulung yang dibuat oleh Harmoni.
Ide cemerlang tercetus dalam otak pria itu.
Dengan sangat hati-hati, Dewa meletakkan piring miliknya lebih dulu, kemudian pria itu mengambil piring saji dengan dekorasi bentuk hati milik Harmoni.
Garpu yang memang sudah tersedia di piring saji tersebut, mempermudah Dewa untuk melancarkan aksinya.
"Kali ini kau pasti tidak dapat menolak, gadis kecil!"
"Kasihan sekali makan ini! sudah ditata begitu sangat cantik, tapi harus dimakan dan masuk ke dalam perut," kicau Dewa yang langsung menusuk satu iris telur gulung dengan lelehan keju mozzarella.
Saat Dewa menarik telur gulung tersebut, mulut pria itu dibuat menganga dengan keindahan keju mozzarella yang begitu terlihat sangat menggugah selera.
"Pasti sangat enak," gumam pria itu lagi dan kali ini ucapan Dewa tak dapat Harmoni tampik.
Diam-diam, gadis itu mencuri pandang dan sedikit meneguk liurnya sendiri karena keju mozzarella yang tercampur dalam gulungan telur tersebut begitu menggugah indera perasanya.
Harmoni ingin sekali merasakan sekalian gigit saja masakan yang ia buat itu.
"Astaga! kenapa aku bodoh sekali mau terpancing oleh ucapan pria ini, padahal telur gulung keju mozzarella ini, eksperimen pertamaku dan pasti rasanya enak," gerutu Harmoni dalam hatinya.
Satu suapan telur gulung masuk ke dalam mulut Dewa dan pria itu mengunyahnya dengan cara ala-ala publik figur yang memperlihatkan seberapa enak dan nikmat makanan yang ia makan sampai liur Harmoni akan tumpah ruah pada saat itu juga.
"Tahan, Harmoni! kau pasti kuat, kau pasti bisa karena semua makanan yang berbahan keju itu tak enak ... tapi bohong!" jerit Harmoni dalam diam.
Gadis itu nampak mengigit bibirnya cukup kuat, agar ia dapat menahan semua rasa keingintahuan dari rasa makanan tersebut.
"Mau?" tanya Dewa langsung menyodorkan satu suap telur gulung tepat di depan hidung mancung Harmoni yang sepertinya sudah mulai merespon wangi dari masakannya sendiri.
"Tidak!"
"Sedikit saja," bujuk Dewa lagi yang masih tak mau menyerah.
"Aku bilang tidak ya ...."
Dewa langsung memasukkan potongan telur gulung tersebut ke dalam mulut Harmoni dan kedua mata gadis itu melotot bukan main ke arah Dewa.
Mulut Harmoni masih menganga tanpa ingin mengatup sedikitpun dan dengan gerakan satu jari telunjuk milik Dewa, pria itu menekan dagu Harmoni, agar gadis tersebut menutup mulutnya dan mengunyah makanan tersebut.
"Jangan banyak protes, makan saja masakanmu itu, rasanya cukup enak, cukup membuat cacing dalam perutmu tak kelaparan selama sebulan," goda Dewa sedikit mendekatkan wajahnya ke arah Harmoni dan sedetik kemudian, pria itu telah lenyap dari hadapan CEO cantik tersebut.
Harmoni menutup kedua matanya rapat-rapat menahan rasa marah namun, ia mengunyah makanan yang berada di dalam mulutnya sampai makanan tersebut habis tertelan masuk ke dalam organ pencernaannya.
"Makananku memang sangat enak," gumam Harmoni masih dengan raut wajah cemberutnya karena ia teringat dengan tingkah jahil Dewa.