Setelah semua acara berlangsung cukup baik, akhirnya tepat pukul 20.30 malam, Dewa dan yang lain memutuskan untuk kembali ke kediaman mereka masing-masing karena besok, keempat manusia yang memiliki keistimewaan itu ada acara yang tak bisa ditinggalkan.
"Kami pamit dulu ya, Bunda! semoga semuanya anak-anak sehat dan selalu menurut dengan Bunda," harap Harmoni sembari memeluk tubuh Bunda Eva erat-erat.
"Iya, Nak! terima kasih karena sudah datang menyempatkan diri datang kemari karena Bunda tahu, kalian ini orang-orang penting jadi, Bunda sangat berterima kasih atas kedatangan kalian ke sini hanya demi untuk merayakan hari ulang tahun Natalia dan maaf, anak-anak sudah waktunya untuk tidur jadi, mereka tak bisa mengantar kepergian kalian," jelas Bunda Eva mengusap lembut punggung wangi Harmoni.
Gadis itu memundurkan sedikit tubuhnya, agar ia dapat melihat wajah Bunda Eva.
"Tidak apa-apa, kami semua tulus membantu mereka karena kami tahu, jika mereka anak-anak yang baik," jelas Harmoni pada pengurus panti tersebut.
"Kau anak yang sangat baik, Harmoni! dan untuk kau, Nak Dewa! ...."
Bunda Eva masih menjeda perkataannya. Ia masih menatap ke arah Dewa.
"Jangan terlalu dingin pada orang lain, jika ada masalah, selesai dengan kepala dingin, semua wejangan dari Bunda bukan hanya untuk Dewa atau Harmoni, untuk kalian berdua juga," jelas Bunda Eva melihat ke arah Hicob dan Mona.
"Iya, Bunda!" sahut keduanya secara bersamaan.
Bunda Eva hanya tersenyum sembari mengacungkan jempolnya pada kedua asisten pribadi itu.
"Kami pamit dulu ya, Bunda!" pamit Dewa pada pengurus panti tersebut.
"Hati-hati, jangan mengemudi dengan kecepatan tinggi, sayangi nyawa kalian semua," ujar Bunda Eva mengingatkan semuanya.
Setelah semuanya sudah selesai berpamitan, akhirnya satu persatu sopir dari ketiga mobil itu sudah masuk ke dalam kendaraan masing-masing, kecuali Hicob yang menumpang pada Dewa.
Mobil Dewa lebih dulu bergerak menuju arah jalan raya, sementara di belakang mobil itu, ada mobil Harmoni yang mengikutinya, di lanjut oleh mobil Mona.
Dewa tanpa henti menatap ke arah kaca spion tengah untuk memastikan, apakah Harmoni masih berada di belakang mobilnya atau tidak.
"Ada apa, Pangeran?" tanya Hicob pura-pura tak tahu, padahal dia sudah tahu siapa orang yang sedang ada dalam pikiran Dewa.
"Maksudnya?" tanya Dewa balik pada Hicob.
"Kenapa Anda terus melihat ke arah kaca spion tengah? apa ada seseorang yang mencurigakan yang mengikuti kita?" tanya Hicob blak-blakan.
"Tidak ada! aku hanya memastikan keadaan gadis itu baik-baik saja karena dia sudah ada dalam perlindunganku," kilah Dewa yang sebenarnya lebih ingin memperhatikan Harmoni.
Tiba-tiba ide di kepala Hicob berpijar langsung membentuk sebuah lampu pijar.
"Bagaimana, jika Anda berada dalam satu mobil yang sama dengan Nona Harmoni, agar Anda bisa menjamin keselamatan gadis itu," Ujar Hicob yang sebenarnya memang ingin membuat Dewa dan Harmoni lebih dekat dengan calon Ratunya kelak.
"Untuk apa sampai melakukan hal itu? tidak penting," tolak Dewa mentah-mentah.
"Saya akan mengikuti Anda dari belakang, Anda terlihat tak tenang dari tadi, Tuan!"
"Tidak per ...."
Tiba-tiba mobil Harmoni berhenti di tengah jalan dan hal tersebut tak luput dari pandangan Dewa.
Dengan cepat, pria itu langsung menepikan mobilnya dan menoleh ke belakang.
"Kenapa mobilnya?" tanya Dewa langsung membuka pintu mobil itu dan berjalan tergesa-gesa ke arah mobil Harmoni yang masih berada di tengah jalan.
CEO cantik itu sudah keluar dari dalam mobilnya. Harmoni di temani oleh Mona yang juga sudah berada di luar mobilnya.
"Ada apa?" tanya Dewa yang datang menghampiri Harmoni dan Mona, begitu pula dengan Hicob yang juga menghampiri kedua gadis tersebut.
"Aku tidak tahu, tapi semua ban mobilnya baik-baik saja, apa mungkin mesinnya yang bermasalah?" tanya Harmoni yang berkacak pinggang dengan raut wajah sedikit panik.
Dewa segera menuju ke arah bagian moncong mobil Harmoni untuk melihat bagian mesin mobil gadis tersebut.
Dewa coba memeriksa bagian apa yang terjadi kerusakan namun, pria itu memang bukan pakar mesin jadi, jika ia tak menggunakan kekuatannya, mobil Harmoni juga tak akan bisa berjalan kembali.
"Jika saja tak ada Mona, aku sudah menggunakan kekuatanku untuk menghidupkan mobil ini kembali," gerutu Dewa masih terus mencoba melihat bagian mesin lainnya.
Dewa mencoba menyentuh sesuatu pada bagian mobil Harmoni dan seketika wajahnya dipenuhi dengan cairan hitam seperti oli.
Pemilik mobil itu langsung panik menghampiri Dewa, bahkan Harmoni menggeser posisi Hicob yang berada tepat di samping Dewa.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Harmoni pada Dewa dengan raut wajah panik karena sebagian kelopak mata pria itu tertutup cairan mirip oli tersebut.
"Aku tidak apa-apa," elak Dewa yang sebenarnya merasa tak nyaman pada bagian wajahnya yang terasa seperti ada lelehan minyak.
Harmoni segera berlari kecil ke arah mobilnya untuk mengambil sesuatu di dalam sana.
Mona dan Hicob hanya diam menyaksikan semuanya karena tak ada perintah dari atasannya untuk melakukan sesuatu.
Harmoni sudah berada di hadapan Dewa dengan tangan yang sudah membawa satu pack tisu basah untuk membersihkan wajah Dewa.
"Mona! tolong pegang tisu ini" pinta Harmoni pada asistennya dan Mona dengan sigap segera melakukan apa yang dipinta oleh Harmoni.
Harmoni nampak ragu untuk menyentuh bagian wajah Dewa.
"Maaf sebelumnya, apa aku boleh membersihkan wajahmu?" tanya CEO cantik tersebut dan Dewa hanya menganggukkan kepalanya karena ia tak mungkin mengatakan tidak, serta langsung membuat semua kotoran di wajahnya hilang dengan cara ajaib dan semua orang curiga padanya, bahkan mungkin orang-orang akan menyangka, jika dirinya seorang penyihir tampan yang suka mengelabui manusia.
Dengan telaten dan lembut, Harmoni perlahan mulai menggerakkan tangannya untuk membersihkan wajah Dewa dari cairan kehitaman tersebut, sementara ponsel Hicob berbunyi, menandakan, jika ia mendapatkan panggilan dari seseorang.
Hicob sengaja menjauh dari mobil Harmoni yang masih berada di tengah jalan.
Hicob menepikan dirinya tepat di bawah pohon cukup besar dengan daun yang melambai terkena tiupan angin malam.
"Ada apa?" tanya Hicob pada seseorang di seberang ponselnya.
"Saat acara seminar di kampus beberapa hari lagi, Damian sudah menyiapkan sesuatu untuk melenyapkan pemilik kedua kristal milik yang mulia pangeran jadi, harap segera melakukan pengecekan ulang saat acara akan segera berlangsung karena saya masih belum tahu siapa orang dalam yang ada di balik semua rencana ini namun, yang jelas, orang itu tangan kanan dari Tuan Dalgon dan Damian! orang itu juga yang telah merencanakan kecelakaan di mana yang mulia pangeran menyelamatkan gadis itu dari kematian saat mobil tersebut terjun ke jurang," jelas anak buah Hicob.
"Jadi dalang dibalik semua kejadian waktu itu dan saat ini adalah orang yang sama?" tanya Hicob pada bawahannya.
"Ya!"
"Apa dia juga berasal dari planet kita?" tanya Hicob lagi.
"Tidak! dia manusia biasanya namun, pria itu sepertinya sudah di cuci otaknya oleh Damian dan ayahnya, sehingga ia menjadi penurut sekali dengan dua orang pemberontak tersebut."
"Baiklah! terima kasih untuk infonya dan terus intai semua gerak-gerik mereka, ingat! jangan sampai lengah karena aku yakin, Tuan Dalgon dan Damian pasti sudah memiliki rencana besar mengenai keputusan akhir, jika ia tak berhasil melenyapkan nyawa Nona Harmoni," pinta Hicob pada bawahannya.
"Sebenarnya ...."
Hicob menunggu beberapa detik namun, pria itu paham, jika hal yang akan dibicarakan oleh bawahannya itu sangat bersifat rahasia.
"Aku akan datang ke sana jadi, tunggulah aku," pinta Hicob langsung memutuskan sambungan telepon itu lebih dulu.
Hati Hicob merasa tak tenang karena ia tahu, pasti ada hal penting yang sudah diketahui oleh anak buahnya, sampai mereka tak berani mengatakan hal tersebut lewat sambungan teleponnya.
Hicob akhirnya berjalan ke arah Dewa dan yang lain.
"Apa sudah bisa?" tanya asisten pribadi Dewa tersebut.
Mona hanya menatap ke arah Hicob dengan mata melotot.
"Ada apa?" tanya Hicob yang tak paham dengan isyarat mata Mona padanya.
"Apa kau tak melihat, jika Nona Harmoni masih sibuk dengan wajah atasanmu," jelas Mona cukup frontal.
"Oh!"
Mona hanya bisa membuang muka karena asisten pribadi Dewa itu sama saja dengan Bosnya, dingin tapi, kadang baik dan itu membuat Mona bingung, sifat asli Hicob itu yang mana.
"Apa Anda akan pulang dengan Nona Harmoni?" tanya Hicob secara langsung karena ada hal penting lain yang menunggunya.
"Kenapa?" tanya Dewa dengan wajah yang masih dibersihkan oleh Harmoni.
"Saya masih ada urusan lain, jika memang mobil ini harus di bawa ke bengkel, Anda antar saja Nona Harmoni menggunakan mobil Anda karena saya akan naik taksi ke suatu tempat," jelas Hicob membuat Dewa cukup berpikir keras.
"Hicob tak akan tergesa-gesa seperti ini, jika memang tak ada urusan yang benar-benar penting harus ia selalu," pikir Dewa yang sudah sangat mengenal bawahnya itu.
"Baiklah! kau pergi saja lebih dulu, aku akan mengantarkannya, jika mobil ini tak bisa dihidupkan," ujar Dewa dengan wajah yang masih tinggal setengah bagian lagi yang masih terasa lengket karena oli tadi.
Akhirnya Hicob menundukkan kepalanya berpamitan pada Dewa.
"Saya pamit lebih dulu," tutur Hicob pada Dewa dan Harmoni.
Hicob langsung memberhentikan mobil taksi yang kebetulan lewat di hadapannya.
Sebelum mobil taksi yang dinaiki Hicob benar-benar pergi, pria itu masih menatap ke arah Mona lebih dulu sembari melambaikan tangannya meledek Mona karena gadis berambut pendek itu harus menjadi obat nyamuk bakar bagi Dewa dan Harmoni.
Mona hanya menanggapi dengan membuang muka terhadap Hicob.
Asisten pribadi Dewa itu hanya tersenyum sebelum taksi yang di naikinya melaju semakin cepat menuju ke arah tujuannya saat ini.
Mona masih merasa tak nyaman karena ia serasa menjadi tawon untuk kedua bos besar itu.
"Jika saja aku menjadi tawon asli tak apa karena di daerah sini masih ada bunga yang bisa aku hinggapi, tapi saat bersama mereka berdua, aku bukan tawon seperti itu yang bisa menghisap sari-sari bunga, aku hanya seekor tawon mengenaskan yang tak bisa melakukan apapun, selain menjadi obat nyamuk bakar yang menyedihkan," gerutu Mona dalam hati.
Sekuat tenaga, Mona terus menahan rasa seperti menjadi seorang pengganggu karena Harmoni dan Dewa masih nampak asyik berduaan, seperti tak ada orang lain di tempat itu.
"Apa saya boleh membeli minuman? saya merasa cukup haus?" tanya Mona pada atasannya.
"Silahkan, jangan lupa belikan untuk kami juga," pinta Harmoni masih fokus membersihkan wajah Dewa yang sudah hampir keseluruhan akan bersih dari noda cipratan oli tersebut.
"Baik, Nona!"
Mona yang sudah tak tahan berada di sana, langsung meluncur ke arah minimarket terdekat karena ia tak ingin berlama-lama menjadi obat nyamuk bakar di tempat itu.