Bab 59

1726 Words
Harmoni saat ini sudah berada di luar kamarnya, lebih tepatnya gadis itu tengah menuruni setiap anak tangga rumahnya karena pagi ini ia harus berangkat lebih pagi dari biasanya, ada rapat penting dengan Jason mengenai pembangunan resort di sebuah pulau yang cukup diminati oleh para turis asing. Setelan baju warna kunyit dan mocca semakin membuat tubuh gadis itu terlihat begitu elegan, ditambah lagi dengan hak tinggi yang digunakannya dengan tinggi 5 cm karena Harmoni lebih suka menggunakan model hak sepatu berukuran tak terlalu tinggi, lebih nyaman untuk ia beraktivitas dan bergerak kesana-kemari, lagipula, Harmoni bukan untuk menghadiri sebuah peragaan busana yang mengharuskan gadis itu menggunakan hak setinggi rumah, itu menurut pendapat CEO cantik tersebut. Saat sudah mencapai anak tangga terkahir sebelum akhirnya menyentuh lantai dasar, kepala pelayan rumah itu tak sengaja berpapasan dengan Nona mudanya. "Selamat pagi, Nona!" sapa kepala pelayan tersebut. "Selamat pagi, Mbak!" sapa balik Harmoni sembari mencari sesuatu yang menurutnya terasa kurang pagi ini, yaitu keberadaan Mona, sang asisten pribadi. "Mona kemana?" tanya Harmoni masih mengitari indera penglihatannya di setiap sudut rumah besarnya. "Nona Mona tidak keluar kamar dari tadi pagi, tapi ada teman prianya yang datang kemari," jelas kepala pelayan perempuan tersebut. "Teman pria? sejak kapan dia punya teman pria dan aku tak mengetahuinya?" tanya Harmoni sedikit mengeluarkan aura tak senang terhadap teman pria Mona itu. "Sejak tadi pagi karena saya baru pertama kali melihat orang itu tadi pagi, Nona!" jelas kepala pelayan rumah itu lagi. Wajah Harmoni sudah terlihat tak bersahabat kala ia mendengar kenyataan yang ada. "Di mana orangnya sekarang?" tanya Harmoni dengan suara yang sedikit mengetat. "Ada di dapur." "Di dapur? untuk apa dia di dapur rumah orang? apa pria ini tak memiliki tata krama?" oceh Harmoni yang mulai geram dengan teman pria Mona. Tanpa pikir panjang, suara aduan antara hak tinggi milik Harmoni dan lantai rumahnya terdengar begitu jelas di telinga siapa saja yang berada di rumah itu, terutama di ruangan yang sama dengan Harmoni saat ini. Tak tak tak tak tak Suara hak tinggi Harmoni masih terus menggema di sepanjang perjalanan menuju ke arah dapur. "Berani sekali ada orang asing masuk ke dalam rumahku dan parahnya, dia sudah berani main pakai dapurku," omel Harmoni dalam perjalanan menuju arah dapur rumahnya. Saat tubuh Harmoni sudah melewati ambang pintu masuk dapur rumahnya, gadis itu diam sejenak kala ia melihat postur tubuh pria yang menurutnya tak asing. "Siapa dia? seperti pernah melihat postur tubuh seperti itu? apa aku mengenalnya?" tanya Harmoni dalam hati. Uhuk Batuk yang dibuat Harmoni terdengar sangat amatir hingga semua orang tahu, jika batuk perempuan itu dibuat-buat. Pria yang sedari tadi sibuk mengaduk-aduk sesuatu dalam panci berukuran kecil, langsung berbalik ke arah Harmoni. "Kau?" tanya Harmoni pada pria itu yang tak lain adalah Hicob. "Ya, ini saya," sahut pria itu cukup ramah. "Untuk apa kau di sini?" tanya Harmoni dengan nada suara tak habis pikirnya. "Saya kemari karena menyelamatkan Mona," tutur Hicob masih dengan tangan mengaduk makanan yang berada di dalam panci stainless berukuran kecil tersebut. "Mona!" teriak Harmoni yang hampir lupa dengan keadaan asistennya itu. Harmoni sebenarnya ingin menanyakan hal itu pada Dewa namun, ia lupa karena kejahilan Dewa yang membuat gadis itu lupa tentang Mona. "Di mana dia sekarang?" tanya Harmoni dengan suara cukup panik." "Ada di kamarnya," sahut Hicob dan tanpa basa-basi, CEO cantik itu segera pergi dari dapur menuju arah kamar Mona. Beruntungnya, letak kamar Mona berada di lantai dasar jadi, Harmoni tak perlu jauh-jauh harus naik turun tangga rumahnya. Saat sudah sampai di depan pintu kamar Mona, Harmoni langsung menarik gagang pintu kamar tersebut dan mencoba masuk ke dalam. Saat pintu itu sudah sepenuhnya terbuka, Harmoni bisa melihat tubuh seorang gadis yang sangat ia kenali karena beberapa tahun belakang ini, gadis berambut pendek itu yang menemaninya merintis karir bersama. "Mona! apa kau baik-baik saja?" tanya Harmoni sembari berjalan ke arah Mona yang masih terbaring lemah di atas kasur empuk miliknya. Gadis berambut pendek itu menoleh ke arah sumber suara karena kebetulan, Mona masih belum tidur karena ia tengah menunggu sarapan yang dibuat oleh Hicob. "Saya baik-baik saja, Nona!" Harmoni duduk tepat di samping Mona berbaring. "Kenapa kau tak bilang padaku, semua orang di rumah ini juga tak ada yang mengatakan apapun padaku, apa mereka sudah tak mau bekerja lagi di sini," kesal Harmoni yang tahu paling terakhir perihal keadaan asisten kepercayaanya. "Bukan salah mereka, Nona! saya saja yang terlalu lemah," bela Mona pada semua pelayan di rumah Harmoni. "Kau tak perlu membela mereka, memang kenyataannya mereka itu salah," kukuh Harmoni atas pendapatnya sendiri. Tok tok tok Tiba-tiba suara ketukan pintu kamar Mona terdengar dan masuklah seorang pria bermata empat yang tak lain adalah Hicob dengan nampak di tangannya dan di atas nampan itu terdapat dua mangkuk kecil dan alat makan, beserta segelas air putih. Harmoni dan Mona melihat ke arah pintu. Mereka berdua terfokus pada barang bawaan Hicob. "Apa itu?" tanya Harmoni pada asisten pribadi Dewa tersebut. "Bubur dan sop," jelas Hicob berjalan menuju arah Mona. Harmoni memang sengaja tak pindah tempat karena ia ingin menyuapi Mona namun, suara bariton seorang pria dari arah pintu kamar Mona, mengejutkan semuanya. "Waktunya berangkat," ingatkan Dewa yang sudah dalam balutan kemeja warna abu gelapnya. "Siapa? aku?" tanya Harmoni menunjuk dirinya sendiri. "Tentu saja, siapa lagi, jika bukan dirimu, memang Mona yang aku panggil, ada-ada saja kau ini," celoteh Dewa menggelengkan kepalanya pada Harmoni. "Aku tak ingin ke kantor sekarang, aku ingin ...." "Bukankah Anda ada rapat penting dengan Tuan Jason hari ini?" tanya Mona memotong pembicaraan Dewa dan Harmoni. CEO cantik itu menatap ke arah Mona dan semua perkataan Mona memang ada benarnya juga. "Tapi kau ...." "Ada saya yang akan menjaganya karena saya hari ini hanya ada jadwal siang saja," timpal Hicob pada Harmoni. "Anda berangkat saja! bukankah ada Tuan Dewa yang akan bersama dengan Anda," jelas Mona masih dengan suara lemahnya. Hicob yang tahu akan maksud Mona, akhirnya pria itu ikut melakukan perannya. "Benar! Tuan Dewa juga tidak ada jadwal apapun hari ini, dia bebas menemani Anda," dukung Hicob untuk membuat keduanya semakin dekat satu sama lain. Dewa yang berada di depan pintu kamar Mona hanya menatap ke arah dalam kamar tersebut dengan tatapan datarnya tanpa ada respon apapun. "Apa orang yang kuat memang seperti itu ya?" pikir Mona karena Dewa memang tipe orang yang tak banyak bicara namun, langsung membuktikan ucapannya. "Apa Anda bersedia, Tuan?" tanya Mona pada Dewa. "Dia bukan anak kecil lagiz untuk apa masih harus ditemani?" tanya Dewa dengan nada lurusnya. Harmoni membalas ucapan pria itu dengan tatapan ketidak peduliannya. "Siapa juga yang mau diantar olehmu, jangan terlalu besar kepala aku akan mau menerima permintaan mere ...." "Keselamatan Anda yang paling utama, Nona! saya saja bisa dalam keadaan seperti ini karena pengaruh kekuatan iblis kalajengking," jelas Mona yang pada akhirnya mengakui, jika dirinya sudah tahu semuanya, perihal identitas Dewa dan Hicob. Arah tatapan mata Dewa langsung menukik tajam, kala pria itu mendengar, jika ada bangsa manusia lain selain Harmoni tahu caranya. "Apa kau sudah gila? apa yang kau ceritakan padanya?" tanya Dewa dengan suara kerasnya. Harmoni dan Mona langsung tertegun saat nada keras itu terlontar dari mulut Dewa. "Baru kali ini aku mendengar pria ini marah-marah, apa kesalahan Hicob sangat fatal?" pikir Harmoni yang tak berani menyela. "Dia sudah tahu semuanya, Tuan! Mona di sandera oleh iblis kalajengking itu untuk dijadikan umpan, agar Nona Harmoni bisa lekas dimusnahkan oleh mereka dan kristal biru itu akan aman berada di tangan mereka untuk keperluan pribadi mereka, yaitu membuat dunia hancur," jelas Hicob membuat Dewa mengerti alasan Hicob yang memberitahu identitas dirinya dan Hicob pada manusia lainnya selain Harmoni. "Jangan bocorkan pada siapapun! aku percaya padamu," ujar Dewa pada Mona. "Saya tak akan melakukan hal itu, Tuan! keselamatan atasan saya yang paling utama jadi, Anda bisa memegang kata-kata saya," yakinkan Mona pada Dewa. Dewa hanya menganggukkan kepalanya percaya semua ucapan Mona. Harmoni masih diam mencerna setiap perdebatan yang terjadi tepat di hadapannya. "Jadi kau ... sudah tahu siapa mereka berdua ini?" tanya Harmoni pada Mona. Mona yang masih dalam keadaan lemah hanya menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan yang diajukan boleh Harmoni padanya. Arah mata Harmoni melirik ke arah Dewa dan Hicob. Gadis bermarga Sudarmanto itu langsung menghela napas panjangnya. "Jika kau sudah tahu, maka jangan terlalu dekat dengan pria bermata empat itu, bisa-bisa kau di sihir olehnya menjadi seekor merpati yang jinak," sindir Harmoni pada Hicob. "Anda tahu saja, kalau saya ini seorang pawang merpati yang sangat handal," timpal Hicob semakin menggoda Harmoni dan tatapan mata gadis itu menukik tajam ke arah Hicob. "Waktunya berangkat, Nona! Tuan Jason pasti sudah dalam perjalanan menuju perusahaan," ingatkan Mona pada bosnya. "Baiklah gadis cerewet! aku akan berangkat," pasrah Harmoni langsung berdiri hendak pergi dari kamar itu namun, niatnya ia urungkan karena kedua mata Harmoni melihat ke arah nampan yang dibawa oleh Dewa. "Jangan lupa makan buburnya sampai habis, jangan sampai kau lebih lemah dari sekarang saat aku pulang nanti, jika Mona masih tak kunjung sembuh, aku akan memberikan pelajaran pada kau," ancam Harmoni pada Hicob dan pria itu hanya mengacungkan jempolnya pada Harmoni. Mona melihat ke arah Dewa. "Saya titip Nona Harmoni pada Anda karena saya tahu, Anda orang dapat diandalkan dan pastinya bertanggungjawab. "Jangan terlalu berlebihan, ini sudah menjadi tugasku untuk menjaganya," jelas Dewa yang langsung menyusul Harmoni yang sudah entah sampai di mana gadis itu berjalan lebih dulu tanpa pamit padanya. Setelah kepergian Harmoni dan Dewa, Mona tersenyum melihat tingkah kedua Bos besar itu. "Semoga ada benih cinta di antara mereka berdua," harap Mona yang langsung menatap ke arah mangkuk bubur di atas meja nakas kamarnya. "Terima kasih karena sudah membuatkan aku makanan seperti ini, meskipun tak enak, tapi aku tahu, niatmu sangat baik padaku," tutur Mona langsung mengambil mangkuk bubur tersebut dan Hicob dengan senang hati membantu Mona mengambilkan kuah sop yang sudah di dibuat olehnya. Sementara di meja makan, Harmoni masih mengoleskan pasta cokelat pada roti yang akan ia bawa sebagai sarapan di dalam mobil. Setelah selesai, gadis itu melipat roti tersebut dan hendak memakannya namun, tangan kekar lebih dulu mengambil roti tersebut dan melahapnya tanpa permisi atau pamit pada Harmoni. Gadis itu menoleh ke arah Dewa. "Apa kau masih waras? buat saja sendiri! jangan main ambil roti milik orang lain seperti itu," jengkel Harmoni terhadap Dewa yang mengambil rotinya dan memakannya tanpa izin, main ambil saja. Dewa nampak tak memperdulikan ocehan Harmoni, mulut Dewa hanya fokus mengunyah makanan yang sudah masuk ke dalam mulutnya tanpa ingin membalas ocehan manis dari bibir Harmoni.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD