Harmoni dengan penuh rasa terpaksa, akhirnya gadis itu menuruti semua permintaan Dewa.
Harmoni membuka lemari pendingin dan ia mengambil sekitar 4 buah telur untuk ia goreng.
Harmoni langsung mengambil sebuah mangkuk dan mulai memisahkan antara isi dan cangkang dari keempat telur yang ia ambil.
Dewa yang awalnya asyik mengaduk brokoli buatannya, tak sengaja melihat ke arah Harmoni yang tengah sibuk dengan telur yang ia ambil.
"Banyak sekali?" tanya pria itu pada Harmoni dengan kedua alis yang hampir menyatu.
Harmoni tak memperdulikan ocehan Dewa, gadis itu masih sibuk memisahkan isi telur dan cangkangnya.
"Hei, gadis! aku sedang berbicara kepadamu, kenapa kau tidak memperdulikan aku," tegur Dewa pada Harmoni karena gadis itu seakan mengabaikan dirinya dan Dewa merasa ia hanya sebuah angin lewat saja.
"Apakah kau tidak melihat ,aku sedang sibuk? bukankah dirimu yang memintaku untuk membuat telur ceplok," serang Harmoni menatap ke arah Dewa.
Dewa memejamkan matanya sebentar, kemudian pria itu kembali melihat ke arah Harmoni yang masih menatap dirinya penuh tanda tanya.
"Apa kau tahu telur ceplok itu seperti apa?" tanya Dewa pada gadis itu dan Harmoni hanya menganggukkan kepalanya pertanda ia tahu jenis telur tersebut.
"Jika kau tahu, kenapa di tanganmu masih ada beberapa bawang dan juga wortel?" tanya Dewa lagi.
Spontan Harmoni melihat ke arah tangan kanannya yang memang sedang menggenggam beberapa sayuran yang disebutkan oleh Dewa dan gadis itu langsung tersenyum sembari mengacungkan beberapa jenis sayuran tersebut tepat di hadapan wajah Dewa.
"Ini bagian dari resep spesialku," sahut Harmoni tersenyum begitu manis kepada Dewa, kemudian senyum itu tiba-tiba sirna berganti dengan wajah datarnya.
"Telur ceplok itu hanya ...."
"Sssttttt! diam dan jangan banyak bicara! kau buat saja makananmu dan aku akan membuat makananku, jangan banyak protes karena aku sudah lapar," cecar Harmoni meletakkan jari telunjuknya pada bibir Dewa.
Tanpa di sadari, sentuhan telunjuk yang tak disengaja itu seketika membuat keduanya mematung.
Harmoni diam dengan jari telunjuk yang masih setia berada di bibir Dewa, sementara si empunya bibir hanya diam tak menampik ataupun menolak.
Pria itu hanya melihat ke arah jari telunjuk Harmoni yang begitu indah, dengan kuku yang dihias nail polish berwarna abu.
Setelah cukup lama berada dalam pose saling mematung, mereka berdua dikagetkan oleh aroma gosong dari masakan dan keduanya secara bersamaan mematikan kompor yang membuat tumis brokoli buatan Dewa sedikit terpanggang.
Tangan Harmoni dan Dewa lagi-lagi bersentuhan secara tak sengaja.
Arah tatapan mereka berdua lagi-lagi saling beradu satu sama lain.
Posisi Harmoni dan Dewa saling berdempetan karena gadis itu yang tercengang mencium aroma gosong, akhirnya Harmoni ikut mematikan kompor tersebut dan terjadilah saling tempel antara lengan mereka berdua.
"Ehem!"
Suara seorang pria dari pintu masuk dapur membuat keduanya kalang kabut menjauhkan diri masing-masing.
"Ad-ada apa?" tanya Dewa pada orang tersebut yang tak lain adalah Hicob.
Asisten pribadi Dewa itu hanya tersenyum kecil sembari berkata, "Apa Anda butuh bantuan saya untuk membuat makan siang?"
Dewa yang berpura-pura mengaduk masakannya langsung menggelengkan kepala tanpa ingin berkata sepatah katapun pada Hicob dan asisten pribadi Dewa itu mengerti akan maksud Bosnya.
"Baiklah! saya keluar dulu," pamit Hicob langsung keluar dari ruangan bersuhu cukup panas tersebut.
Sementara Harmoni mulai memotong bawang Bombay, bawang daun, dan wortel menjadi bagian kecil.
Karena rambut Harmoni yang dikuncir sembarangan, membuat rambut gadis itu berantakan dan sebagian anak rambutnya terbang kemana-mana membuat gadis itu tanpa henti menyampirkan rambut yang menganggu tersebut menggunakan lengannya karena kedua tangannya sibuk memotong sayuran untuk bahan campuran telur ala dirinya.
Dewa yang mengamati semua itu, tanpa aba-aba menarik nalurinya untuk membantu Harmoni.
Tangan kekar berwarna putih bersih tersebut mulai menyentuh bagain pipi Harmoni yang terdapat helaian anak rambut.
Gadis itu yang awalnya fokus memotong sayuran itu, akhirnya melihat ke arah Dewa.
"Kenapa?" tanya Harmoni.
"Diam!" pinta Dewa masih fokus dengan helaian rambut Harmoni.
Tentu saja Harmoni menuruti semua ucapan Dewa karena ia mengira, jika ada sesuatu pada wajahnya.
Harmoni memejamkan matanya karena ia takut ada hewan yang menggelikan menghinggapinya wajahnya.
Dewa melihat secara langsung kedua kelopak mata Harmoni yang tertutup rapat dan hal tersebut mengisyaratkan, jika gadis tersebut menerima bantuannya.
Sedikit demi sedikit, anak rambut yang mengganggu di selipkan ke belakang telinga Harmoni dengan gerakan lembut dan lagi-lagi hal tersebut tak sadar sudah membuat sebagian dalam diri Dewa berubah.
Dewa menghentikan gerakan tangannya karena semua helaian rambut tersebut sudah rapi dan diam pada tempatnya tanpa mengusik indera penglihatan Dewa atau bagian wajah Harmoni lagi.
Kelopak mata itu akhirnya perlahan terbuka dan Harmoni bisa melihat dengan jelas bagaimana Dewa nampak mengagumi kecantikannya.
Senyum gadis itu seketika terbit, kala lintasan kejahilannya mulai muncul.
Harmoni melakukan tingkah kejahilan hanya pada orang terdekat dan ternyaman baginya jadi, Dewa mungkin sudah masuk dalam kategori itu tanpa disadari oleh gadis itu.
"Kenapa melihatku seperti itu? apa kau sudah mulai menyukaiku?" tanya Harmoni menggoda Dewa.
Pria itu langsung memundurkan tubuhnya dan tiba-tiba saja, Dewa sudah berada di kursi bar.
Harmoni terkejut dan melihat ke arah Dewa yang sangat ajaib sudah berada di kursi bar dapur tersebut.
"Kau?" heran Harmoni pada Dewa.
"Aku hanya ingin duduk di sini," kilah Dewa yang sebenarnya ingin menjauh dari Harmoni.
Gadis itu akhirnya dengan penuh rasa penasaran kembali melanjutkan kegiatannya memotong bawang dan wortel.
Sementara Dewa diam memperhatikan gadis itu dari kejauhan dan pria itu tanpa sadar menyunggingkan senyumnya.
Dewa tanpa sadar terus memperhatikan setiap gerakan Harmoni karena gadis itu saat ini tengah mencampur semua bahan ke dalam satu mangkuk yang sama.
Kompor dihidupkan oleh Harmoni dan di atas kompor tersebut sudah terdapat wadah penggorengan untuk menggoreng telur ala dirinya.
Gadis itu mengoleskan wadah penggorengan tersebut menggunakan margarin dan seketika aroma margarin tersebut, menyeruak ke dalam indera penciuman Dewa, saat margarin itu sudah menyentuh wadah penggorengan.
Karena aroma wangi sudah melingkupi dapur itu, akhirnya Harmoni menuangkan semua bahan yang sudah ia campur ke dalam wadah penggorengan tersebut.
Harmoni sengaja menggunakan api kecil, agar masakan yang ia buat matang secara keseluruhan.
Gadis itu tak suka, jika ia memasak dengan cara terburu-buru karena menurutnya, hasil masakan itu pasti kurang mengena di lidah para penikmatnya.
Saat dirasa tingkat kematangan itu sudah cukup, tangan Harmoni masing-masing memegang satu garpu dan satu sendok untuk ia gunakan sebagai alat menggulung telur tersebut, agar hasilnya bisa lebih cantik lagi.
Sebelum telur itu digulung, Harmoni terlebih dulu menaburi telur buatannya dengan taburan keju mozzarella.
Saat taburan keju itu sudah menyentuh bagian telur yang panas, lelehan dari keju mozzarella tersebut semakin menggugah selera makan Harmoni dan tanpa gadis itu sadari, ia tengah menelan ludahnya sendiri.
"Pasti ini enak sekali," gumam gadis itu yang dapat di dengar oleh Dewa karena indera pendengaran pria itu bagai telinga seekor kucing yang sangat peka.
"Sepertinya akan biasa saja," celetuk Dewa yang sudah tak sabar ingin memulai pertengkarannya dengan gadis tersebut.
Harmoni nampak tak memperdulikan ocehan Dewa.
Gadis itu masih tetap senantiasa melakukan tugasnya dan setelah ia selesai menggulung telur berisi lelehan keju mozarella tersebut, akhirnya Harmoni meletakkan telur gulung tersebut di atas sebuah piring dan ia mengambil sebuah pisau yang cukup tajam untuk mengiris telur gulung tersebut menjadi beberapa bagian.
Setelah semuanya diiris dengan rapi, Harmoni secara perlahan meletakkan satu per satu telur gulung yang sudah ia potong-potong di atas piring saji dengan bentuk yang begitu cantik.
Dari situ juga, tak lupa ia meletakkan beberapa hiasan di atasnya seperti tomat, paprika, dan daun seledri.
Harmoni tersenyum sembari meletakkan kedua tangannya tepat di pinggangnya.
"Akhirnya selesai juga dan rasanya pasti sangat enak," puji gadis itu atas masakannya sendiri.
Harmoni hendak mengangkat piring saji yang berisi telur gulung buatannya namun, gadis itu tiba-tiba mengurungkan niatnya, ia lupa ternyata masih ada 1 bahan lagi yang belum ia letakkan di piring saji tersebut.
Harmoni langsung berlari kecil ke arah lemari pendingin.
CEO cantik tersebut mencari sesuatu di dalam lemari tersebut dan seketika ia langsung mengambil sebuah botol yang berisi saus pedas.
Dewa yang menjadi penonton, hanya bisa memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh Harmoni karena ia tak ingin banyak bicara.
Pria itu paham, jika orang yang tengah memasak, sebaiknya tidak diganggu karena konsentrasi orang tersebut pasti akan pecah saat seseorang mengganggunya.
Setelah selesai mendekorasi hasil masakannya, Harmoni dengan langkah penuh kebanggaan mendekati meja bar di mana Dewa berada.
Gadis itu meletakkan hasil masakannya tepat di hadapan Dewa dengan raut wajah penuh antusias yang sangat tinggi karena gadis itu merasa masakannya pasti sangat enak, berbeda dengan sayur tumis yang dibuat oleh Dewa, yang hampir setengah gosong.
Saat Dewa melihat dekorasi makanan buatan Harmoni, pria itu sedikit mengerutkan keningnya.
"Apakah kau ada maksud menunjukkan hasil karyamu ini padaku?" tanya Dewa dengan raut wajah penuh akan rasa penasaran.
"Tentu saja aku ada maksud, aku ingin menunjukkan kepadamu, jika hasil masakanku itu enak bukan amatiran," jelas Harmoni pada pria itu.
"Bukan itu yang aku maksud, tapi kenapa ada bentuk hati di dekorasi masakanmu ini?" tanya Dewa sembari menyipitkan sebelah matanya menatap ke arah Harmoni penuh tanya.
"Tentu saja karena aku hanya ingin mendekorasinya dan membuatnya terlihat lebih cantik dan hanya dekorasi itu yang ada dalam benakku," jelas Harmoni tanpa rasa bersalah.
Tubuh Dewa yang masih terbelit apron, perlahan tangan pria itu membuka apron tersebut dan meletakkannya tepat di meja samping kanannya.
"Apa kau tahu makna dari hati yang kau buat ini?" tanya Dewa pada Harmoni.
"Tentu saja aku tahu! hati itu, 'kan makna perasaan sese ...."
Mulut Harmoni seketika bungkam, gadis itu tak bisa melanjutkan perkataannya.
Ternyata dirinya belum cukup peka sedari tadi dan Dewa yang notabennya bukan asli penduduk bumi saja bisa menyadari hal tersebut, sementara dirinya tak bisa menyadari hal itu.
"Eeee, itu, anu ...."
"Anu apa? jangan bilang kau sudah jatuh cinta padaku?" terka Dewa dengan sorot mata penuh selidik pada Harmoni.
"Mana ada aku jatuh cinta padamu! jangan mimpi!" hempas Harmoni atas pertanyaan Dewa padanya.
Wajah Gadis itu seketika memerah karena pemikiran yang ada dalam otak Dewa dan seketika Harmoni segera meninggalkan dapur itu dengan langkah kaki seribunya, tanpa ingin mencicipi masakannya terlebih dulu.
Dewa hanya bisa menatap kepergian Harmoni dan saat Gadis itu benar-benar sudah menghilang dari dalam dapurnya, pria tersebut kembali menatap ke arah masakan yang dibuat oleh CEO cantik itu.
Dewa seketika tersenyum, kala ia melihat bentuk hati yang dibuat dari saus pedas tersebut.
"Manis, seperti saus pedas yang dibuat untuk mendekor masakan ini," pikir Dewa.
Tanpa pria itu sadari, ucapannya sebenarnya salah total karena warna saus pedas yang dibuat untuk mendekor masakan Harmoni itu tak ada rasa manis-manisnya sama sekali, melainkan rasa pedas yang lebih dominan.
Sepertinya keadaan otak Dewa sudah tidak sinkron dengan kenyataan yang ada.