Makanan Misterius

1109 Words
Jika kamu melakukan kebohongan yang besar, hari-harimu akan dihantui dengan rasa takut jika kebohongan itu terungkap. Begitu juga yang dirasakan Alisha hari demi hari. Setiap orang yang bertanya atau mendekati selalu ia curigai. Sejauh ini hanya Dita, sahabatnya lah yang ia percayai. Meski demikian, hal ini tak mengubah prestasi akademiknya. Alisha selalu unggul dalam setiap mata pelajaran. Sekitar dua minggu lagi, penilaian akhir semester satu akan tiba. Ujian akhir pun akan segera dilaksanakan. Dalam hal ini, tentu saja akan melibatkan wali dan Alisha sangat membutuhkan itu. Untuk pulang ke rumah orangtuanya, ia tak cukup punya keberanian. Meminta mereka untuk menjadi wali, yang ada ia akan kembali dimarahi. Hanya wali, itu saja. Karena selama ini Alisha tak pernah menanggung biaya apa pun. Sekolah membebaskannya karena dia murid terbaik dari semua angkatan. Sekolah hanya perlu bertemu dengan walinya sebagai rasa tanggung jawab sebagai orang tua. Pertemuannya dengan teman dokter Dinar sekitar dua hari lagi, ini akan menjadi kesempatan untuknya menjadikannya wali untuk pertemuan orang tua nanti. Ia dan Dita masih tak ingin membahas tentang hal ini, karena lagi-lagi Dita hanya berharap jika pertemuan itu tak pernah terjadi. Walau begitu, hal ini tak membuat mereka berjauhan. Dita masih dengan setia dan suka rela membelikan Alisha makanan dan minuman setiap jam istirahat. Meski terkadang, Alisha nyaris setiap hari mendapatkan makanan dan minuman misterius yang disimpan di jendela kelas dengan secarik kertas. Seperti saat ini misalnya. Begitu kelas kosong dan Alisha hanya seorang diri, seseorang mengetuk jendela. Namun, saat Alisha menoleh ia tak mendapatkan siapa-siapa, hanya kotak makanan serta air mineral dalam botol. Awalnya Alisha akan menerima dengan suka hati, terlebih pesan dalam secarik kertas itu hanya bertuliskan "Selamat makan" atau "Semangat untuk hari ini". Namun, setelah ia menerima makanan ketiga isi dari secarik kertas itu berubah menjadi kata-kata kiasan yang mengarah pada ungkapan perasaan. Satu kemungkinan yang Alisha ketahui. Alvin, ia rasa dialah yang mengirimkan semua ini seperti saat pertama kali melalui adik kelas. Hingga setelah itu, Alisha akan tetap mengambil kotak makan itu namun ia berikan pada orang lain. Ada hati yang memang harus Alisha jaga. Alisha tak ingin melukainya barang sedikit pun, karena selama ini dia telah baik dan banyak berkorban untuknya. Dita, ya Dita lah yang harus dijaga perasaannya oleh Alisha. 'Sepulang sekolah, aku ingin bertemu ada yang ingin aku sampaikan' Pesan dari secarik kertas hari ini. Alisha mendesah pelan. Ia merasa mungkin ini saatnya Alvin akan menampakkan diri, mengungkapkan perasaan dia yang sebenarnya. Sepertinya ini waktu yang tepat bagi Alisha menghentikannya dengan cara menolaknya. Ya, sejauh ini cara itu cukup ampuh membuat para pria yang mencoba mendekati Alisha jadi menjauh. "Hei, melamun!" ucap Dita tiba-tiba mengejutkan. Alisha segera menyembunyikan secarik kertas itu, meremasnya agar Dita tak tahu. "Lagi?" tanyanya kemudian menunjuk pada kotak makan yang ada di depan Alisha. Alisha hanya mengangguk. "Aku jadi ikut penasaran deh siapa pengagum rahasiamu ini? Ini sepertinya yang kelima kali, ya?" tanya Dita kembali. "Iya. Kamu mau? Aku merasa gak nafsu untuk makan." "Wah, boleh boleh. Kebetulan, aku beli es krim buat kamu. Pasti pas kan?" "Kamu memang selalu paling tahu yang aku mau!" seru Alisha. "Iya, dong. Aku kan nanti jadi tantenya dedek bayi!" "Thanks, Dit, udah baik selama ini." "Hus hus husss. Cukup. Jangan bilang gitu lagi! Aku hanya jadi merasa kita seperti bukan siapa-siapa." "Eh, kok kamu gitu sih ngomongnya!" "Ya, makanya jangan bilang makasih makasih lagi. Hal wajar semua yang aku lakukan sama kamu!" "Ah, kamu bener-bener deh!" Alisha mengembangkan senyumnya. Keduanya saling tersenyum kemudian tiba-tiba tertawa. Hanya mereka yang tahu apa kiranya yang membuat mereka tertawa. *** "Dit, kamu pulang duluan aja, ya! Aku ada urusan sebentar," ucap Alisha begitu bel pulang berbunyi. "Eh, urusan apa, Ca? Kok, aku gak tahu?" "Emmm … gak penting penting banget sih. Cuma aku pengen beresin secepatnya. Jadi kamu gak perlu ikut, kamu pulang duluan aja." "Yakin? Sendiri aja? Bukan hal yang berbahaya kan?" "Bukan, kok! Kamu tenang aja." "Oke. Kalau cuma sebentar aku tunggu kamu di mobil aja deh." "Emmm, terserah kamu sih." "Ya udah, aku duluan, ya! Bye!" Dita beranjak dari tempat duduknya kemudian pergi meninggalkan Alisha. Teman Alisha yang lain pun sudah pulang lebih dulu. Kini hanya dirinya yang tinggal di kelas. 'Huft. Dia ngajak ketemu tapi gak bilang ketemu di mana. Apa aku tunggu di sini aja kali, ya?' batinnya. Untuk beberapa saat, Alisha masih duduk di kursinya menunggu si pengirim makanan itu. Hingga tak lama kemudian gadis yang pernah menghampiri tempo hari datang kembali. "Teh? Masih ingat kan?" tanyanya seraya menghampiri Alisha. "Masih," jawab Alisha, ia tersenyum ramah. "Oh ya, aku belum kenalkan diri. Namaku Heli, aku adik dari kak Alvin," ucapnya seraya mengulurkan tangan. Alisha menyambut ulurannya, kemudian mereka berjabat. "Alisha," ucap Alisha. Di sini Alisha sudah tahu tebakannya benar mengenai Alvin yang mengajak bertemu. Namun, ia memilih untuk pura-pura tak tahu. "Oh ya, ada perlu apa kamu ke sini?" "Emmm, seperti yang Teh Alisha lakukan. Teteh menunggu seseorang kan? Dan aku datang untuk mengantar pada orang tersebut." Alisha terdiam sesaat. Namun, kemudian ia beranjak. Percuma saja bersikap pura-pura, toh gadis di depannya sepertinya memang tahu semuanya. Gadis itu tersenyum melihat Alisha yang kini berdiri siap mengikutinya. Beberapa detik kemudian ia segera melenggangkan kaki ke luar menyusuri koridor sekolah. Alisha hanya mengikuti dengan diam, walau dalam benaknya penuh tanya. Tak banyak orang yang dijumpai mungkin karena mereka sudah pulang. Hanya beberapa orang saja, sepertinya tinggal mereka yang mengikuti ekstrakurikuler saja. Alisha berharap tak ada satu pun orang yang tahu pertemuan yang akan dilakukannya. Heli membawa Alisha menuju halaman samping sekolah. Di sana Alvin tengah berdiri menunggu dengan wajah yang cukup tegang mungkin karena rasa gugupnya. Heli berhenti kemudian meminta Alisha agar menghampiri kakaknya. "Aku tinggal ya, Teh. Bawa santai aja. Jangan takut, dia gak gigit, kok!" ucap Heli. Kemudian ia pergi setelah seulas senyuman Alisha sunggingkan. Alisha bergegas menghampiri Alvi. Tak ada apa pun yang ia rasakan. Jantung berdebar, keringat dingin yang bermunculan, atau lidah yang terasa kelu, semua sama sekali tak dirasakan oleh Alisha. Ini karena dia sudah biasa menghadapi situasi seperti ini, dan yang pasti tak ada perasaan apa pun yang ia rasakan dalam hatinya. Berbeda dengan Alvin. Semakin Alisha mendekat ia semakin mengepalkan tangannya mencoba untuk menahan getaran hebat yang mampu mengguncangkan tubuhnya. Keringat dingin keluar dari setiap bagian tubuhnya. d**a yang bergemuruh membuatnya sedikit sesak. Alisha berhenti dan berdiri tepat di depan Alvin. Ia terdiam menunggu pria di depannya segera berbicara, karena Alisha ingin segera mengakhiri ini. Yang terlintas di kepalanya sejak tadi adalah bayangan Dita yang begitu menyukai Alvin. Alvin sendiri masih terdiam. Ia tak kunjung membuka mulut, menyampaikan perasaan. Hingga Alisha yang semula melempar pandangan ke sembarang tempat, kini menatap serius wajah Alvin, menuntut dan meminta agar segera diberi kejelasan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD