Getaran Itu Ternyata ....

1015 Words
Setelah meminta supir pribadinya pulang duluan, Dita segera mengajak Alisha menaiki angkutan umum menuju dokter Dinar. Dua minggu yang lalu, mereka sudah melakukan pemeriksaan dan hasilnya baik. Janin berkembang secara normal. Bahkan detak jantungnya pun sudah terdengar. Tak ada yang disampaikan dokter Dinar kecuali anjuran untuk makan dengan teratur dan pola makan sehat. Ia pun mengingatkan untuk tidak lupa minum obat. Semua sudah Alisha lakukan yang tentu saja semua itu atas tekanan Dita. Alarm berjalan milik Alisha. "Aku gak pede, Dit!" ujar Alisha setelah mereka sampai di depan klinik dokter Dinar. Padahal ini kunjungan yang kesekian kali, tapi Alisha selalu saja ragu menemui dokter itu. "Heh, tanggung lah! Masa mau pulang lagi?" ucap Dita. Seperti biasa juga, gadis itu selalu menjadi pendorong bagi sahabatnya. "Tuh, lihat. Tumben banget lagi pasiennya banyak." Alisha menunjuk ke arah klinik. Jika ramai seperti ini, ia semakin tak mau masuk ke dalam. "Mungkin karena ini hari senin, ya? Ya udah sih, gak apa-apa. Orang yang berobat umum juga kan banyak ke sini. Jadi kamu tenang aja, mereka gak bakal berpikir yang macam-macam." Dita kembali meyakinkan. Setelah diam beberapa saat, serta bujukan Dita yang terus dikeluarkan. Alisha pun akhirnya setuju, kemudian mereka segera masuk, mendaftar, dan ikut mengantre dengan pasien lainnya. Hingga tibalah bagian Alisha yang dipanggil. "Apa ada keluhan?" tanya dokter Dinar to the point. Dokter cantik itu merasa heran, karena ini bukan jadwal kontrol Alisha, sehingga dokter Dinar beranggapan ada yang terjadi pada kandungannya. Alisha lekas mengangguk dengan memasang wajah cemas ia pun menjelaskan. "Sepertinya bukan keluhan, Dok. Hanya saja aku merasa ada getaran dalam perut. Gak sakit sih, justru lebih ke geli. Tapi tetep aja, aku takut itu apa-apa," ungkap Alisha menyampaikan keluhannya. Dokter cantik itu tersenyum. "Yuk, naik sini kita periksa." Ia menuntun Alisha untuk naik di tempat pemeriksaan. Alisha pun segera naik ke tempat pemeriksaan dan membaringkan tubuhnya. Sementara itu, Dita duduk menunggu di ruang tunggu. "Getaran itu biasanya justru karena janin mulai bergerak. Karena ukurannya masih kecil jadi seperti ada yang mengepakkan sayap di dalam kan? Itu normal, karena kamu mulai memasuki minggu ke enam belas," jelas dokter Dinar setelah melakukan pemeriksaan. "Ah, gitu. Syukurlah." Alisha bernapas lega. Jiwa keibuannya tetap ada, ia takut janin itu kenapa-kenapa. Walau tumbuhnya sama sekali tak diharapkan. "Aku kira apa!" serunya kemudian. "Mau dengar detak jantungnya?" tawar dokter Dinar kemudian. Alisha mengangguk. Dokter cantik itu pun segera mengeluarkan Fetal Doppler yaitu alat ultrasound versi mini yang dapat digenggam. Ia segera mencari detak jantung bayi Alisha dengan menempelkan alat tersebut dan mencari-carinya ke beberapa bagian. Alisha tampak tersenyum saat mendengar detak jantung janinnya mulai terdengar. Ada rasa hangat menelusup pada relung hatinya, mungkin itulah yang dinamakan rasa keibuan. Ada kerinduan dan penasaran bagaimana rupa wajah bayinya nanti. Dokter Dinar pun ikut tersenyum melihat reaksi Alisha yang sudah menerima kehadiran janinnya. Ya, tidak seperti pertama dan kedua kali yang ia tampakkan hanya wajah murung. Saat ini ia benar-benar terlihat tak terbebani mungkin karena dukungan mereka. "Dok, apa perut aku sudah terlihat membesar?" tanya Alisha tiba-tiba. Kini ia kembali terlihat cemas. "Mungkin karena kamu berbadan kecil, jadi tidak terlalu. Apalagi saat kamu mengenakan pakaian, perutmu hanya terlihat seperti buncit," jawab dokter Dinar terdengar santai dan ringan. "Benarkah? Tapi jika terus bertambah bulan, perutku akan semakin membesar kan?" tanya Alisha kembali. "Apa yang nanti harus aku lakukan?" Rasa cemasnya membuat ia memikirkan hal-hal yang padahal belum terjadi. "Mungkin kamu harus mengambil cuti selama beberapa bulan, Ca," ujar dokter Dinar memberikan solusi. "Cuti? Selama itu apa diperbolehkan?" tanya Alisha ragu. "Bisa saja. Tapi kamu butuh seorang wali. Dan lagi emang lumayan sulit mengajukannya. Tapi kamu tenang aja, nanti kita pikirkan lagi aja. Ini kan masih lama," ucap dokter cantik itu kembali menenangkan. "Emmm, iya sih, Dok." Alisha mencoba bertenang. Namun, tak dapat dipungkiri rasa takut itu kerap ada seolah semua sudah di depan mata. "Ya sudah, vitamin dan obat lainnya masih ada kan?" Dokter Dinar mengalihkan perhatian Alisha dari pikiran buruknya. "Masih, Dok," jawab Alisha sekenanya. "Gak lupa kan minumnya?" tanya dokter itu kembali. "Nggak, Dok." "Ya sudah, kamu boleh pulang. Habiskan vitaminnya nanti lakukan kontrol rutin seperti biasa lagi!" seru dokter cantik itu kemudian. "Baik, Dok. Terima kasih." "Sama-sama." Alisha segera keluar dari ruang pemeriksaan. Dita yang tengah menunggu langsung menghampirinya. "Gimana? Kenapa katanya? Apa yang terjadi?" Gadis itu langsung memburu Alisha dengan banyak pertanyaan karena ia tak kalah khawatirnya pada janin yang Alisha kandung. "Itu berasal dari gerakan janin, Dit," bisik Alisha menjawab pertanyaan sahabatnya itu. "Wah! Apa itu artinya janinmu tumbuh berkembang secara normal?" tanya Dita kembali. Ia bernapas lega disertai mata yang berbinar. "Iya," jawab Alisha seraya menganggukkan kepala. "Wah, bagus dong! Gimana rasanya? Apa seperti tendangan yang dirasakan ibu hamil pada umumnya? Aku pengen pegang, Ca." Dita begitu antusias hingga ia tak sadar sekitar. Alisha mencoba bersikap biasa seraya menyembunyikan pembicaraan mereka. "Pelan-pelan dong, Dit, ngomongnya!" bisik Alisha begitu melalui orang-orang yang tengah duduk menunggu. "Eh, iya iya maaf." "Ya, yang pasti belum kerasa banget sampai luar gitu sih, Dit. Ini kan masih kecil ukuran bayinya. Jadi masih berupa getaran dari dalam," jelas Alisha kembali dengan suara pelan. "Oh, jadi gitu. Iya juga sih ya, perut kamu pun masih keliatan rata," tanggap Dita. "Ah, ya sudahlah, yang penting bukan apa-apa. Yuk, sekarang pulang!" ajak Dita kemudian. Alisha mengangguk. Mereka pun segera menaiki angkutan umum begitu sampai di jalan raya. Beruntung, saat itu angkutan kosong sehingga hanya ada mereka berdua. Dengan leluasa, Alisha mengajak sahabatnya bicara. "Dit, beneran perut aku masih keliatan rata?" tanya Alisha. "Iya, Ca. Kenapa emang? Apalagi kalau pake baju bebas gini gak keliatan sama sekali." "Hmmm, tapi seiring berjalannya waktu perutku bakal semakin besar kan, Dit? Kamu punya cara gimana ngatasinnya?" "Pokoknya kamu tenang dulu aja, oke! Itu pikirkan nanti kalau perutmu memang sudah benar-benar membesar." Sama seperti dokter Dinar, jawaban Dita tak memuaskan Alisha. Baginya justru sejak saat ini harus memiliki solusi agar nanti tidak perlu bingung lagi. Namun, mereka menunjukkan sikap santai yang entah karena ingin Alisha tenang atau malah tak sepanik Alisha karena mereka tidak merasakan. "Ya udah deh, pokoknya aku mengandalkan kamu loh, Dit," tukas Alisha kemudian. "Sip, tenang aja! Semua beres!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD