Pemeriksaan

1055 Words
Alisha diam menatap pantulan diri di cermin kamarnya. Pernyataan Dita tadi masih terngiang-ngiang di kepalanya. Pasalnya, ia pun tak bisa menampik karena logikanya pun mengarah ke sana. Namun, bagaimanapun hatinya tak bisa menerima karena ia tak pernah melakukan hal keji seperti itu. "Coba deh tespek dulu! Bukannya apa-apa sih, Al. Cuma memastikan aja!" saran Dita saat itu. "Gila! Gak ah, mana mungkin aku hamil. Kamu sendiri tahu lah jangankan pacaran, deket-deket cowok juga aku gak pernah!" bantah Alisha. Memang selama ini tak seperti sahabatnya, Alisha tak pernah sekali pun pacaran. Padahal banyak pria yang datang menyatakan cinta, tapi semua Alisha tolak. Satu hal yang menjadi alasannya, ia hanya ingin fokus belajar. Bahkan pernah suatu hari, kakak kelas yang sangat populer di sekolah menyatakan cintanya pada Alisha. Ia tampan juga kaya raya karena ia seorang anak pejabat. Akan tetapi, hal itu tidak membuat Alisha goyah akan pendiriannya untuk fokus belajar. Saat ini, tidak seperti sebelumnya, mual dan pusing yang Alisha rasakan semakin terasa bahkan hingga sore hari. Ia tak kuasa berbuat apa-apa kecuali membaringkan tubuhnya di atas kasur. Namun, sesuatu dalam perutnya mendorong ingin keluar, sehingga mau tak mau Alisha harus pulang pergi ke kamar mandi. Hoeeekkk Hoeeekkk Semua yang ia makan tadi siang habis terkuras. Beruntung, sore ini tak ada siapapun di dalam rumah. Ibunya tengah berjualan gorengan keliling sedang ayahnya masih belum pulang dari ladang. Kini, bukan hanya mual dan pusing yang Alisha rasakan. Tubuhnya tiba-tiba menggigil kedinginan. Ia pun memutuskan untuk kembali membaringkan badan. Hingga menjelang malam, semua itu hilang tak lagi dirasakan. Tak mau diam saja, gadis cerdik itu mencari tahu tentang semua gejala yang ia rasakan melalui laman web. Semua artikel mengarah pada kehamilan. Ya, gejala yang dirasakan ibu hamil semua ada pada Alisha saat ini yang justru membuat Alisha semakin cemas. *** Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya, morning sickness terjadi pada Alisha. Walau belum bisa dipastikan apa Alisha memang hamil atau bukan. Hari ini Alisha memutuskan untuk tidak pergi sekolah. Ini karena saat kemarin, ia nyaris menabrak orang yang sedang berjalan karena tak kuat menahan kepala yang terasa sakit. Selain itu, ibunya pun tak mengizinkan Alisha pergi melihat kondisi putrinya yang tampak kurang baik. "Kamu istirahat saja, Ca! Ibu tidak akan lama keluar. Setelah selesai mengantar nasi kuning, ibu kembali. Siang ini ibu libur cuci gosok aja, gak apa-apa," ujar Sarah, ia menenteng keranjang yang berisi beberapa bungkusan nasi kuning untuk dihantar ke warung-warung. "Gak apa-apa, Bu. Ica baik-baik aja, kok! Nanti siang juga baikan. Ibu gak perlu cemas," tolak Alisha. Sejujurnya ia takut jika ibunya juga berpikir seperti sahabatnya. "Baik-baik aja gimana?! Lihat muka kamu pucat, badan kamu kurusan, tubuh kamu terkulai tanpa tenaga," imbuh Sarah. "Maaf ibu gak perhatiin kamu selama ini. Sejak kapan kamu merasa sakit begini?" lanjutnya bertanya. "Sudah cukup lama, Bu," jawab Alisha ia menundukkan kepalanya tak berani menatap ibunya. "Ya Allah, Ca. Ya sudah, nanti kita pergi ke dokter saja." Sarah pun meninggalkan Alisha seorang diri. Alisha duduk termenung memikirkan kembali kemungkinan yang terjadi pada dirinya. Ia teringat akan hari itu, hari dimana ia merasakan sakit di bagian bawahnya. Apa semua terjadi saat itu? gumamnya mengingat saat malam harinya ia tak sadar kapan dirinya tertidur. Semudah itu? Kehormatanku direnggut segampang itu? Dan … siapa yang tega melakukan hal keji itu? Alisha menggasak rambutnya frustasi. Bagaimana mungkin semua itu terjadi pada dirinya, dengan mudahnya? Haruskah dia mengikuti saran Dita untuk melakukan tes kehamilan. Tidak … tidak …. Alisha menggeleng. Ia enggan menerima semua itu. Hingga beberapa saat kemudian ibunya kembali. Ia membawa semangkuk bubur dan segelas air hangat. Perut Alisha kembali terasa mual hanya karena melihat bubur yang dibawakan ibunya. Ia tak bisa menahan hingga mengharuskan bergegas menuju kamar mandi. Sarah sendiri semakin khawatir dan cemas dengan keadaan putrinya. Ia segera berganti pakaian dan memutuskan untuk membawa Alisha pergi berobat. "Cepat pakai sweater, kita pergi ke klinik sekarang juga!" ajak Sarah yang sudah bersiap. "Gak perlu, Bu. Nanti juga baikan lagi, kok!" "Gak perlu gimana? Jelas-jelas kamu udah parah banget, Ica!" "T-tapi, Bu." "Tak perlu tapi tapi! Ibu ke depan dulu cari ojek. Begitu ibu kembali, kamu harus sudah siap!" Sarah pergi keluar, meninggalkan Alisha yang penuh bimbang. Dokter? Bagaimana jika semua terjawab dan hal itu mengarah pada sesuatu yang tak ingin Alisha ketahui? Alih-alih bersiap gadis itu malah duduk termenung. Hatinya gusar, detak jantungnya tak beraturan, keringat dingin pun keluar dari sekujur tubuhnya. Hingga ibunya memanggil untuk kesekian kalinya. "Aih, masih belum bersiap juga?" tanya Sarah sedikit kesal. "Cepat! Pak Kodim nunggu. Beruntung ada yang mau antar pake mobil!" Sarah bergegas mencari sweater putrinya kemudian segera memakaikannya. Alisha pasrah mengikuti saja, karena jika ia kembali menolak bisa-bisa ibunya malah curiga. Jarak kampung Alisha menuju kota sekitar satu jam perjalanan. Selama itu, dalam hati Alisha banyak berdoa semoga apa yang dialaminya jauh dari apa yang ia pikirkan. Namun, jika ia dinyatakan hamil, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Membayangkannya pun Alisha merasa akan mati. Perjalanan yang harusnya terasa lama ini justru malah terasa sebentar. Kini mereka berdua telah sampai di depan klinik yang menjadi tujuan. Alisha menarik nafas panjang, mempersiapkan diri dengan apa pun yang akan terjadi setelah ini. Tak terlalu banyak pasien membuat Alisha tidak perlu menunggu lama untuk giliran. Ia bersama ibunya masuk ke ruangan dokter begitu namanya dipanggil. Dokter cantik nan ramah menyambut dan menyapanya. "Selamat siang! Silahkan duduk!" sapanya. Sarah mengangguk lalu duduk, diikuti oleh Alisha. "Ada yang bisa saya bantu? Silahkan jelaskan keluhan Anda!" ujar dokter cantik itu kemudian diiringi senyuman. Alisha menoleh ke arah dokter itu sekilas, kemudian ke arah ibunya. Tangannya meremas kuat ujung sweater yang dikenakannya. Ragu dan bimbang untuk menjelaskan apa yang dikeluhkannya selama ini. Melihat putrinya yang tak kunjung bicara, Sarah pun menjelaskan apa yang ia ketahui. "Anak saya ini, Dok, sering muntah di pagi hari terus gak masuk makanan. Badannya juga kadang-kadang menggigil," jelas Sarah. Kedua alis dokter itu bertautan tampak berpikir. "Sejak kapan ini terjadi?" tanyanya kemudian. Sarah yang tak begitu tahu karena tak memperhatikan menoleh ke arah putrinya. Matanya memberi isyarat agar Alisha segera menjawab. "Sekitar satu bulan, Dok," jawab Alisha akhirnya membuka suara. Dokter itu menghela nafas. "Kamu ingat, kapan terakhir kali datang bulan?" "Datang bulan?" Refleks Sarah bertanya karena heran. Hatinya mulai was-was, ia mulai curiga akan arah pembicaraan ini. "I-itu … sekitar d-dua bulan yang lalu, Dok." "Dua bulan?" bentak Sarah menatap nyalang ke arah Alisha meununtut penjelasan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD