KEPULANGAN SANG PAHLAWAN

1081 Words
Setelah capek berjoget, ayah pun mengambil mik dan mencolokannya. Rupanya sekarang ayah akan bermain karoke. Kaset pertama yaitu kaset Ridho Roma pun dihentikan. Ayah menggantinya dengan kaset lainnya yaitu Rhoma Irama sang raja dangdut. Setelah kaset berbunyi, ayah pun mulai memainkan mik-nya. Lagu pertama adalah Al-quran dan Koran yang liriknya tentu sangat luar biasa. “Dari masa ke masa Manusia (manusia) berkembang Peradabannya Hingga di mana-mana Manusia (manusia) merubah wajah dunia   Gedung-gedung tinggi mencakar langit (yeah-yeah) Nyaris menghiasi segala negeri Bahkan teknologi di masa kini (yeah-yeah) Sudah mencapai kawasan samawi   Tapi sayang disayang Manusia (manusia) lupa diri tinggi hati Lebih dan melebihi Tingginya (tingginya) pencakar langitnya tadi   Sejalan dengan doa pembangunan Manusia makin penuh kesibukan Sehingga yang wajib pun terabaikan Sujud lima waktu menyembah Tuhan Kaena dimabuk oleh kemajuan Sampai komputer dijadikan Tuhan (yang bener aje)   Kalau bicara tentang dunia (dunia) Aduhai pandai sekali Tapi kalau bicara agama (agama) Mereka jadi alergi   Membaca koran jadi kebutuhan (yeah yeah) Sedang Al-quran Cuma perhiasan Bahasa Inggris sangat digalakkan (yeah yeah) Bahasa Arab katanya kampungan (nggak salah tuh?)   Buat apa berjaya di dunia (di dunia) Kalau akhirat celaka Marilah kita capai bahagia (bahagia) Di alam fana dan baka”             Lagu selanjutnya masih dari Rhoma Irama yang berjudul “Judi” “Judi (judi), menjanjikan kemenangan Judi (judi), menjanjikan kekayaan Bohong (bohong), kalaupun kau menang Itu awal dari kekalahan Bohong (bohong), kalaupun kau kaya Itu awal dari kemiskinan   Judi (judi), meracuni kehidupan Judi (judi), meracuni keimanan Pasti (pasti), karena perjudian Orang malas dibuai harapan Pasti (pasti) karena perjudian Perdukunan ramai menyesatkan   Yang beriman bisa jadi murtad, apalagi yang awam Yang menang bisa jadi jahat, apalagi yang kalah Yang kaya bisa jadi melarat, apalagi yang miskin Yang senang bisa jadi sengsara, apalagi yang susah Uang judi najis tiada berkah   Uang yang pas-pasan karuan buat makan (o, o) Itu cara sehat ‘tuk bisa bertahan Uang yang pas-pasan karuan ditabungkan (o, o) Itu cara sehat ‘tuk jadi hartawan   Apa pun naman dan bentuk judi Semuanya perbuatan keji Apa pun nama dan bentuk judi Jangan lakukan dan jauhi   Judi” Setelah lagu berakhir, mereka mengacungkan kedua tangannya dengan mata tertutup sambil meneriakkan “Judi…!!!” Belum usai, mereka melanjutkan lagu yang ketiga dengan judul “Bujangan.” “Katanya enak menjadi bujangan Ke mana-mana tak ada yang larang Hidup terasa ringan tanpa beban Uang belanja tak jadi pikiran O, bujangan… bujangan Bujangan… bujangan   Enaknya kalau jadi bujangan Hidup bebas bagai burung terbang Kantong kosong tidak jadi persoalan   Tapi susahnya menjadi bujangan Kalau malam tidurnya sendirian Hanya bantal guling sebagai teman Mata melotot pikiran melayang O, bujangan… bujangan Bujangan... bujangan   Susahnya kalau jadi bujangan Hidup tidak bisa tenang Urusi segala macam sendirian   Ho… tidak boleh hidup membujang Kalau untuk bebas berkencan Dengan gonta-ganti pasangan   Kalu memang semuanya sudah mungkin Tentu lebih baik kawin Karena bahayanya hidup sendirian Berat menahan godaan”   “Lagi nggak, Bos?” tanya Paman Greg yang hendak memindahkan lagu dengan remotnya. “Nggak, ah, gak usah. Gua kan udah nggak bujang lagi,” jawab ayah lemas. “Tapi, Bos. ini kan cuma lagu...” Paman Greg bersikeras membujuk ayah. Ayah tak menjawabnya, ia pergi ke ruang tamu untuk duduk di atas sofa dan menyulut sebatang rokoknya. Ia melamun, nampaknya ia sedang berpikir begitu dalam. Setelah itu, Paman Greg menghampiri ayah. Kemudian ia berkemas untuk pulang. “Bos, saya pulang dulu,” ucap Paman Greg sambil melihat arlojinya. Ayah hanya menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Paman Greg yang sudah menyalkan mesin motornya kembali berkata “Jangan lupa, Bos! Minggu depan!” teriaknya. Setelah itu ia pun pergi. Melihat ayah yang tiba-tiba murung, aku pun menghampirinya. “Apa semuanya baik-baik saja, Yah?” “Nggak apa-apa, Rid. Ayah baik-baik saja,” sahut ayah dengan senyumannya yang terpaksa. Kemudian ia beranjak dari duduknya. “Ayah cari makan dulu, kamu lapar, kan?!” lanjutnya meninggalkan rumah.  Oh, ya. Aku baru ingat kalau aku punya janji bermain bersama Heru. Rencananya kami akan bermain Play Station. Aku pun segera bergegas untuk mandi terlebih dahulu. Ketika aku selesai mandi, ayah sudah tiba dengan dua bungkus nasi timbelnya. Kami makan bersama-sama. Ayah tak seperti biasanya. Gerak tubuhnya lambat juga banyak melamun. “Apa itu yang kau maksud baik-baik saja ayah?” Ah, pikiran itu selalu saja mengganggu pikiranku. Aku mencoba bersikap biasa saja. Kalau ditanya pun, ayah tak akan memberikan jawaban. “Aku pergi main dulu, Yah!” kataku sambil meninggalkan rumah. Sepanjang jalan, aku masih memikirkan ayah. Aku jadi teringat, kenapa Paman Greg menginap di rumahku. Apakah ia memiliki urusan penting? Atau hanya sekedar bermain? Oh, ya. Semalam juga ayah menelpon seseorang dengan pembicaraan yang sangat rahasia. Apa mungkin, penelpon itu adalah Paman Greg?! Ah, tapi kalau penelpon itu adalah Paman Greg, untuk apa ia menginap di rumahku? Lantas apa pembicaraan rahasia itu? Aku yakin, pembicaraan rahasia itu ada hubungannya dengan apa yang terjadi kepada ayah sekarang. Ya, aku harus mencari tahu hal itu. Sesampainya aku di depan rumah Heru, pintu pagarnya terkunci. Kulihat, ada banyak mobil dan motor baru di halam rumahnya. Mobil dan motor baru itu sama mewahnya dengan mobil dan motor milik Heru. “Heru…! Heru…! Heru…!” teriakku. Aku coba pencet belnya berkali-kali, namun tetap saja tak ada jawaban. “Baiklah, aku coba dari belakang!” Halaman belakang Heru yang luas itu adalah halaman yang terbuka tak tertutup dinding. Jadi aku bisa memanggilnya dari sana. Jalan menuju halaman belakangnya adalah jalan sempit antara rumah Heru dan rumah tetangganya. Banyak rumput tinggi tumbuh di sana. Aku harus berhati-hati, karena terkadang ular atau kalajengking bisa muncul dari balik rerumputan. Ada banyak suara kudengar. Nampaknya, di halaman belakang terdapat banyak orang. Dan benar saja, ketika aku sampai di halaman belakangnya, aku melihat banyak orang sedang makan besar. Orang-orang itu adalah Heru, kakak-kakanya dan beberapa orang lainnya yang tak kukenal. Pantas saja tak ada orang yang menyahut panggilanku tadi, semua orang sedang sibuk dalam berkumpul. Selain itu, aku melihat seseorang paling mencolok di antara mereka. Laki-laki itu berbadan besar dan tinggi. Rambutnya cepak, matanya sipit, sedangkan di wajahnya terdapat beberapa luka bekas luka. Bekas luka itu seperti sebuah sayatan sejenis pisau. Ia duduk di antara Heru dan kakak paling besarnya. Rasanya, aku pernah melihatnya di foto-foto yang terpajang di dalam rumah Heru. Tapi, siapa sebenarnya orang itu? Oh, ya. Apa mungkin ia adalah ayahnya? Iya, benar. Itu pasti ayahnya yang Heru ceritakan waktu itu. Jadi benar, ayahnya pindah tugas sekarang. Aku jadi tak sabar ingin mendengarkan kisah-kisah heroiknya melawan kejahatan.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD