KEPUTUSAN

1772 Words
“Buka matamu!” kata ayah kepada Paman Greg. Paman Greg membuka sedikit demi sedikit matanya. Ayah menamparnya lagi. “Plakk!” Akhirnya sekarang mata Paman Greg terbuka. Ayah memperlihatkan gawainya yang sedang menampilkan foto Maria kepada Paman Greg. Paman Greg pun mentapnya. “Cantik, Bos! Cewek siapa, Bos?!” “Gua suka sama dia, Greg!” “Itu, kan gak boleh, Bos! Komitmen leluhur kita dari dulu gak boleh berhubungan sama cewek!” “Itu dia masalahnya, Greg! Gua lagi bingung harus milih yang mana! Milih organisasi atau cewe!” Paman Greg menatap ayah, kemudian menggelengkan kepalanya. “Lu pikir, Greg! Kalo gak boleh berhubungan sama cewek, lu mau berhubungan sama siapa? Cowok?! Hasrat itu takdir, Greg! Hasrat itu harus disalurkan!” “Bener, Bos! Tapi gua gak bisa kalo harus ninggalin organisasi. Katanya, kalo kita melanggar. Kita akan dalam bahaya besar!” “Cemen, Lu!” ucap ayah sambil menampar kembali Paman Greg. “Tapi ia juga, sih! Itu juga masih gua pertimbangin selama hampir satu bulan ini!” “Terserah lah, Bos! Apa pun pilihannya, gua tetep jadi temen, Lu, Bos!” sahut Paman Greg sambil tertidur. “Yah! Teler!” Ketika Paman Greg tertidur. Ayah melanjutkan lamunannya. Ditemani whiskey, dan sebungkus rokok. Keesokan harinya, saat hari sudah siang. Paman Greg tersadar. Setelah itu ia pergi meninggalkan ayah yang tengah tertidur. Ayah terbangun seperti biasa, saat sore hari. Dan kini, kebingungan di benaknya nampak sudah hilang. Ia sepertinya sudah memiliki keputusan yang terbaik. Maka dari itu, setelah bangun ia cepat-cepat mandi dan bergegas mengendarai motor NMAX-nya. Ia pergi ke salah satu temannya di perbatasan Bogor-Jakarta. Temannya bernama Bram, laki-laki berbadan tinggi, tapi kurus, sangat kurus seperti seorang bayi yang kekurangan gizi. Sedangkan mukanya datar dan matanya berwarna kuning, terlihat sangat sayu. Bram adalah pecandu narkoba. Ketergantungannya terhadap narkoba sejak lulus SMA tidak berhenti. Sejak saat itu, Bram tak punya lagi masa depan karena ia sendiri tidak mengkhawatirkan dan mempedulikan dirinya. Akan tetapi, kegemarannya sejak kecil akan menggambar ia salurkan dengan belajar menggambar seni tato. Ia bekerja sama bersama seorang pembuat mesin tato yang bernama Karim. Karim berhasil melihat potensi yang dimiliki oleh Bram, saat ia menggambar di jalan menggunakan cat semprot. Setelah itu, ia mulai mengajaknya untuk mencoba menggambar tato. Bram menolak, dengan alasan tak bisa. Namun akhirnya, setelah ia bujuk, Bram pun mau. Dan luar biasa. Hasilnya pun memuaskan. Setelah itu, Bram diberi modal oleh Karim, untuk membuat usaha tato sendiri. Dengan kualitas tato yang sangat bagus, usahanya semakin besar dan sukses. Pelanggannya datang dari mana-mana. Selain itu, yang mau berguru kepadanya pun tak sedikit. Akhirnya, murid-murid binaannya kini telah membuka usaha yang sama seperti Bram. Sedangkan dirinya menyembunyikan diinya di Bogor, di tempat yang tak banyak orang tahu kecuali teman-teman terdekatnya. Alasannya, ia ingin menikmari hidupnya tanpa keramaian. Sesampainya ayah di tempat Bram, ia langsung mengemukakan tujuan kedatangannya ke sana. Ia ingin menghapus tato yang tertempel di pelipisnya. “Serius, Brad?!” tanya Bram yang terkejut mendengar tujuan kedatangan ayah. “Iya!” sahut ayah singkat. “Itu berarti…” “Ya! Betul!” potong ayah. “What’s the reason, Brad?! Apa alasannya?!” “Cewek, Bram!” Bram menghela nafasnya panjang. Setelah itu ia menghisap rokoknya dengan penuh penghayatan. “Jangan, Brad! Nanti bisa bahaya kalo keluar organisasi!” “Gua tau semua risikonya! Dan gua siap menanggung risikonya!” sahut ayah tegas. Bram kembali menghela nafasnya. “Terserah, lah!” lanjutnya sambil menggelengkan kepala. Ayah menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Bram mengambil alat seperti sebuah solder untuk menghapus tato pada pelipis ayah. “Sakit, nih, Brad!” “Berapa bayarannya?!” “No payment for friendship, Brad!” Mesin penghapus tato mulai beroperasi di pelipis ayah. Jika dilihat dari luar, cara kerja alat tersebut seperti sebuah laser yang amat sangat panas. Akan tetapi, tak tampak sedikit pun ekspresi sedih dari raut ayah. Ia seperti tak merasakan apa-apa. Beberapa jam kemudian, tato di pelipis ayah kini berubah menjadi kerutan kulit seperti luka bakar. Ayah kecapean, ia pun tertidur di rumah Bram sampai esok hari. “Gua harus bangun pagi, mau balik lagi ke Cibinong!” ucap ayah yang sudah terlentang di atas kasur. “Ngapain buru-buru?!” “Biasa, ada urusan!” sahut ayah singkat. Keesokan harinya, sesua yang direncanakan. Ayah bangun pagi, jam sepuluh. Setelah itu ia bersiap-siap untuk kembali ke Cibinong. “Makasih, Bram!” “Youre welcome, Brad!” sahut Bram sambil adu tinju sama ayah. “Jangan lupa, undangannya harus sampe sini!” candanya. “Gampang!” Setelah itu, ayah pergi meninggalkan Bram bersama motor NMAX-nya. Ia pergi dengan kecepatan yang tinggi. Ban motornya berputar sangat cepat. Menempuh berbagai gesekan aspal, batu, tanah dan lumpur. Karena ban luarnya yang sudah terlihat gundul, di pertengahan jalan ia harus menambalnya terlebih dahulu. Setelah itu ia pun pergi melanjutkan perjalanan.  Jalanan sangat sepi, ayah tak mengambil jalur Nasional. Ia lebih memilih jalan tikus yang tentu lebih cepat. Hanya saja kendalanya cuma jalanan yang tak cukup mulus. Banyak lubang, bebatuan dan tikungan tajam. Kalo perjalanan malam, jalanan itu bertambah lagi tantangannya. Gelap, sepi, dan banyak rumor mengatakan bahwa di sana banyak begal berkeliaran. Setelah kurang lebih lima jam ayah mengendarai motor, akhirnya ia sampai di Cibinong. Saat itu, hari sudah mulai sore. Senja di ufuk barat mulai terlihat. Ayah berhenti di sebuah warung kopi, lantas menghubungi Maria. “Nonton balapan, Gak?!” tanya ayah. “Nggak! Aku di rumah,” sahut Maria singkat. Dengan begitu, ayah segera menghampiri rumah Maria, yang jaraknya tak terlalu jauh dari pusat kota. Sebelum berangkat, ayah membeli nasi goreng terlebih dahulu. Awalnya, ia akan makan di tempat. Akan tetapi, karena tak sabar ingin menemui Maria, ia pun membungkusnya. “Dua dibungkus, Pak!” Setelah itu, ia segera berangkat menemui Maria di rumahnya. Ayah cukup hafal dengan jalanan-jalanan yang ada di Cibinong. Termasuk dengan jalan tikusnya. Jadi, ia tak perlu khawatir salah jalan atau kesasar saat menuju ke alamat yang belum pernah ia kunjungi sebelumya. “Cepet banget!” ucap Maria yang sudah berada di luar rumah menunggu kedatangan ayah. “Cuma Bogor, kok!” sahut ayah singkat. “Di sini aja, di luar. Gak apa-apa, kan?!” tanya Maria. Ayah menganggukkan kepalanya. “Kopi?!” “Nggak usah! Udah di jalan. Makan dulu!” ucap ayah sambil menyodorkan nasi goreng yang dibelinya saat perjalanan. Maria tertawa. “Tau aja yang lagi lapar!” Ayah tersenyum. Mereka pun makan terlebih dahulu. Sambil makan, mereka juga sempat berbincang membicarakan hal-hal ringan. “Aku gak bisa masak!” ucap Maria. “Sama! Makan, aku beli setiap hari!” “Yah! Terus gimana, dong?!” “Apanya?!” Maria bingung sendiri ditelan pertanyaannya. “Ehmm, gak jadi, deh!” Perkataan itu adalah obrolan terakhir mereka saat makan. Setelah itu mereka membereskan makanan dan beralih ke obrolan yang serius, sangat serius. “Jadi udah dihapus, yah?” tanya Maria. “Iya,” jawab ayah singkat. “Keputusannya gimana jadinya?” “Aku milih kamu!” Wajah Maria berubah, ada banyak rona merah di sana. Ya, itu karena ia sedang tersipu. “Berarti kamu ninggalin organisasi?!” “Ya!” “Risikonya?!” “Cukup berat! Tapi aku tak peduli!” “Apa?!” “Mereka bilang, orang keluar oraganisasi tidak bisa hidup tenang. Tapi aku gak begitu percaya! Dan walaupun risiko itu benar-benar ada, aku siap menghadapinya!” pungkas ayah tegas. Setelah keputusan tersebut, ayah dan Maria berpacaran. Tak lama kemudian, ayah melamarnya, setelah itu mereka menikah. Dan sebenarnya, pembalap wanita berparas cantik itu adalah ibuku. Ibu yang sangat aku cintai. Mereka hidup bahagia, sejahtera di komplek yang sebelumnya ayah singgahi hingga sekarang. Setelah beberapa tahun, kebahagiaan mereka bertambah dengan kelahiranku. Aku menjadi anak semata wayang bagi mereka. Akan tetapi, semenjak saat itu tiba. Semua keaadaan menjadi berubah. Ya, dan saat itu adalah saa di mana ibu meninggalkanku. Sungguh, kehilangannya membawa perubahan besar bagiku dan ayah. *** Saat mentari berada tepat di atas kepala, Paman Greg baru sampai di rumahnya yang kumuh, setelah menempuh perjalanan yang cukup lama. Karena jarak dari rumahku ke rumahnya lumayan jauh. Kalau ditempuh dengan mengendarai motor, biasanya bisa sampai satu jam. Apalagi kalau ayahku yang mengendarainya, bisa sampai satu setengah jam. Di depan rumahnya, kini sudah terdapat sebuah mobil sejenis APV atau Grandmax, tapi itu jauh lebih besar dan panjang. Ya, kurang lebih ukurannya seperti mobil travel. Warna mobilnya hitam, begitu pun sengan seluruh kacanya yang sama-sama berwarna hitam pekat. Terkecuali dengan kaca depan untuk pengemudi yang agak terang sedikit. Paman Greg tak terkejut denngan kehadiran mobil tersebut. Karena nampaknya, mobil tersebut adalah milik teman sepekerjaannya. Setelah memasuki pintu rumah, tiga orang laki-laki tengah duduk santai di atas sofa dan satu wanita yang tengah berdiri menghadapi cermin. Keempat orang itu memiliki tato yang sama di tempat yang sama. Satu orang wanita bernama Julia, dengan tubuhnya yang ramping, tinggi ia terlihat begitu cantik. Rampbutnya lurus sebahu tanpa diikat. Giginya sedikit aneh, karena di bagian taringnya agak sedikit panjang, persis seperi vampir. Jari-jarinya lentik, dengan kuku pendek. Dadanya terlihat bidang, seperti seorang atlet. Ia mengenakkan celana pendek di atas lutut yang sangat ketat. Begitu pun dengan bajunya. Lengan pendek dan juga ketat. Dengan pakaian seperti itu, sepertinya dia akan leluasa untuk melakukan gerakan apa pun. Tiga laki-laki itu adalah Dinar, Dadang dan Danang. Dinar adalah laki-laki berkulit putih dan berkacamata. Rambutnya lurus berwrna merah. Dia adalah penjahat di dunia internet dan ahli dalam urusan teknologi modern. Sedangkan Dadang adalah laki-laki bertubuh kurus tinggi berkulit sawo matang. Dan terakhir, Danang. Dia adalah ketua dari organisasi Markenari. Perawakannya pendek tapi besar, dan berkulit hitam. Organisasi Markenari sudah berdiri sejak dua puluh tahun lalu. Kepemimpinannya dilanjutkan secara turun-temurun melalui saudara. Bagitu pun dengan Danang, ia diberikkan amanat sebagai ketua diberikkan oleh pamannya. Markenari adalah organisasi penjahat bayaran. Pekerjaannya bisa berbagai macam. Dari mulai menculik anak, mencelakakan orang atau bahkan membunuh orang. Dan masih banyak lagi yang lainnya, yang penting pekerjaan itu adalah sesuatu yang kriminal, dan dibayar. Ada banyak aturan dan syarat yang berlaku dalam organisasi. Contohnya seperti; anggota tidak boleh menikah, atau pun berhubungan lawan jenis. Harus memutuskan ikatan keluarga. Harus memasang tato di pelipis dengan logo organisasi. Sedangkan syarat memasukinya adalah dengan melakukan kejahatan. Seperti membobol ATM, membobol toko, meretas chanel TV dan lain-lain. Intinya, setiap yang menginginkan masuk ke organisasi harus melakukan kejahatan. Dan mereka yang terpilih adalah mereka yang berhasil melakukan kejahatan tersebut. Organisasi Markeri ini bukan main kalo urusan duit. Sekali melaksanakan misi, mereka bisa digaji minimal satu milyar. Maka tak heran jika banyak yang ingin memasuki organisasi. Sistemnya dan aturannya sasngat ketat. Bahkan setiap mereka yang hendak keluar organisasi pun ancamannya mati atau hidupnya menjadi sengsara. Karena mereka takut informasi mereka bocor ke tangan polisi atau hukum.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD