bc

BERTAUT di Tanah Parahyangan

book_age16+
50
FOLLOW
1K
READ
HE
drama
bxg
office/work place
secrets
like
intro-logo
Blurb

Hidup Eunoia Maharani ibarat layangan putus ketika belahan jiwa yang begitu dia cintai menghilang tanpa berpamitan. Semua janji indah yang pernah dirangkai menguap sirna, hanya menyisakan jejak keputusasaan yang menyesakkan.

.

Angan indah Dirga Anggasta akan rumah tangga yang bahagia hancur ketika bahtera yang coba dibangun harus kandas sebelum sempat berlayar. Mimpi dan masa depan penuh harap akhirnya ditinggalkan demi mencari setitik ketenangan di kota kelahiran.

.

Tanah Parahyangan menjadi saksi pertemuan kedua insan yang tengah terluka itu. Mungkinkah riak dari aliran sungai yang berbeda ini pada akhirnya akan bertaut atau masing-masing akan tetap berlabuh dalam kesendirian?

chap-preview
Free preview
1. Mendadak Pacar
“Singgasana, 14 pax, ready!” "Holis, lima pax, ready!" "Setraduta, Setrasari, 27 pax, ready!" "Gedebage, delapan pax, ready!" Teriakan dua orang gadis yang bekerja sebagai asisten dapur di WrapFit Kitchen terdengar saling bersahutan menjelang jam pengantaran siang itu. Eunoia Maharani hanya mengawasi para pekerjanya tanpa berkomentar, sementara tangannya bergerak cekatan menakar berbagai lauk ke dalam kotak makanan sebelum dikemas. "Waduh, hari ini mental-mental begini kirimannya!" protes Hilman yang bekerja sebagai petugas pengemasan dan pengantaran. "Mana kekejar kalau semua harus sampai sebelum jam 12?" "Mas Hilman ambil daerah atas aja," sahut Dina sambil terus bergerak cepat menerima kotak makanan dari Noia, menutup, menempelkan label keterangan nutrisi di bagian luar kemasan, lalu mengopernya ke Neta. "Nanti Singgasana, Holis biar dibantu sama Mas Gerry." "Gerry bisa?" tanya Hilman. Pemuda yang bertanggung jawab mengurusi bagian pemasaran, promosi, dan juga media sosial WrapFit Kitchen segera mengacungkan jempol. "Beres!" "Terus Gedebage gimana?" tanya Hilman. "Gedebage Putri yang kirim," sahut Neta sembari menerima kotak dari Dina, memasukkannya ke dalam paper bag, lalu menambahkan label nama dan alamat di bagian luar. "Enggak pakai ojol aja?" usul Hilman. "Aku sekalian mau kirim pesanan ke teman di Buahbatu," sahut Putri yang bekerja mengurusi administrasi dan keuangan. Bukan pemandangan aneh jika para pekerja di WrapFit Kitchen membantu pengantaran pada jam makan siang karena pesanan mereka mencapai jumlah terbanyak saat itu, berbeda dengan pagi dan malam yang jauh lebih sedikit. Hal ini bukan berdasarkan unsur pemanfaatan tenaga kerja secara semena-mena, melainkan karena sumber daya manusianya memang masih terbatas. Maklum saja, WrapFit Kitchen masih dalam tahap merintis, usianya pun baru akan genap satu tahun bulan mendatang. Usaha ini merupakan impian Noia sejak dirinya masih berkuliah. Setelah lulus, berbekal gelar sebagai sarjana ilmu gizi, Noia mulai menapaki jalan untuk mewujudkan mimpinya. "Mbak Noia, istirahat dulu," ujar Dina setelah keriuhan siang itu mulai reda. "Tanggung, Din, sebentar lagi," sahut Noia tanpa beranjak sama sekali dari posisinya. "Aku beresin dulu pesanan khususnya." Pesanan khusus yang Noia maksud adalah menu yang dibuat bagi konsumen dengan berbagai gangguan kesehatan. "Biar sama Dina aja, Mbak." Dina bergerak mengambil sendok saji dari tangan Noia. "Mbak Noia belum duduk sama sekali dari jam delapan loh." Neta meraih bahu Noia dan mengajaknya duduk. "Iya, Mbak, beberapa hari ini rame banget kiriman siang kita." "Bagus, dong!" sahut Noia. "Artinya makin banyak yang percaya sama jasa kita." "Iya, Mbak, emang bagus." Neta mengangguk setuju. "Tapi kesehatan Mbak Noia juga penting." Noia tersenyum kecil melihat kekhawatiran yang ditunjukkan oleh kedua asisten dapurnya. "Aku baik-baik aja, Net." "Setidaknya minum dulu, Mbak." Tiba-tiba saja Hendra datang membawakan segelas air jeruk dingin untuk Noia. Noia mengulurkan tangan menerima minuman yang dibuatkan oleh Hendra, sang koki andalan yang setiap hari berjibaku mengolah makanan bersama sang pemilik. "Makasih, Mas Hen." "Mbak Noia, ada yang cari!' seru Putri yang tampak kerepotan membawa pesanan sembari memakai helm. Noia segera bangkit seraya bertanya, "Siapa?" "Katanya dari SleepCabin, Mbak," jawab Putri. "Oke, aku ke sana!" sahut Noia. Dia segera meninggalkan dapur untuk menemui orang yang tengah menunggu di ruang tamu. "Siang, Noia," sapa tamu itu begitu melihat Noia datang. Noia segera mengenali sosok yang melambai ke arahnya. "Oh, ternyata, Mas Dirga." Dirga Anggasta adalah pemilik SleepCabin dan mereka telah menjalin kerja sama selama setengah tahun terakhir. SleepCabin sendiri merupakan sebuah hotel kapsul yang akhir-akhir ini cukup dimintai di Bandung dan WrapFit Kitchen menjadi penyedia menu sarapan praktis dalam kotak makanan bagi para tamunya. Tidak mudah mendapatkan kepercayaan dari para konsumen mengingat usia Noia yang masih muda. Ketika mulai merintis WrapFit Kitchen, usianya saja belum genap 23 tahun. Namun, Dirga adalah salah satu orang yang bersedia bekerja sama dengan Noia tanpa memandang usia. "Maaf datang mendadak ya, Noia," ujar Dirga sedikit sungkan. "Enggak masalah, Mas," sahut Noia ramah. "Apa Mas Dirga butuh sesuatu?" Dirga tampak ragu-ragu ketika berkata, "Saya ke sini sebenarnya ingin minta tolong." "Soal apa, Mas?" "Begini … kalau enggak salah ingat, di sini bisa menyediakan katering untuk berbagai kondisi kesehatan tertentu. Benar enggak ya?" "Benar, Mas." Wrap-Fit Kitchen memang merupakan bisnis jasa boga yang menyediakan makanan sehat harian juga untuk berbagai kondisi khusus. Mulai dari menu untuk menurunkan berat badan, menu untuk orang-orang yang memiliki alergi tertentu, menu untuk orang dengan penyakit bawaan, menu untuk orang yang sedang menjalani perawatan kemoterapi, menu untuk wanita hamil hingga pasca melahirkan, sampai menu untuk orang yang sedang menjalani pemulihan pasca operasi. "Kalau boleh tahu, persisnya gangguan kesehatan apa, Mas?" "Ada hipertensi dan diabetes." Noia segera membuka catatan di ponselnya. "Ini untuk satu orang yang sama?" "Beda, Noia. Dua orang hipertensi, satu orang diabetes." "Oke, enggak masalah, Mas." Noia mengangguk tenang. "Untuk kapan dan berapa kali makan, lalu diantar ke mana?" Wajah Dirga tampak makin ragu-ragu. "Masalahnya, saya ada permintaan khusus." "Permintaan khusus gimana, Mas?" "Bisa enggak kalau kamu masaknya di rumah saya?" Pertanyaan Dirga membuat Noia mengerjap kaget. Dia belum pernah menerima permintaan seperti ini dari konsumen lain. "Jadi, saudara ayah saya sedang menginap di rumah dan mereka ini agak pemilih soal makan. Mereka enggak suka makan masakan yang dibeli dari luar, maunya masakan rumah." Dirga segera menjelaskan agar Noia tidak salah paham. "Masalahnya mereka ada gangguan kesehatan dan enggak bisa makan sembarangan. Ibu saya agak kewalahan dan minta saya cari kenalan ahli gizi yang bisa dipanggil ke rumah untuk bantu masak makanan buat mereka." "Ternyata begitu …." "Kamu bisa bantu saya?" tanya Dirga penuh harap. "Hanya satu minggu aja." Mengingat Dirga adalah orang yang baik dan WrapFit Kitchen memang sedang membutuhkan banyak dana, Noia tidak berkeberatan menyanggupinya. "Berapa kali saya harus masak setiap harinya?" "Sekali aja cukup." "Pagi, siang, atau malam?" "Mana yang paling memungkinkan buat kamu?" Noia menimbang-nimbang sejenak sebelum memutuskan. "Sepertinya malam karena pagi dan siang pesanan di sini sudah cukup banyak." Dirga langsung tampak lega. "Enggak masalah, malam aja." "Mulai kapan, Mas?" "Hari ini bisa?" tanya Dirga hati-hati. "Kalau langsung hari ini, saya belum ada menu dan bahan-bahannya." "Menu hari ini yang sederhana aja, bahannya nanti kita belanja sama-sama sebelum ke rumah saya." "Kalau begitu, kita ketemu di tempat belanja aja?" ujar Noia dengan tatapan bertanya. "Iya, begitu aja." "Jam berapa?" "Kamu bisanya jam berapa?" "Mungkin jam empat saya sudah bisa berangkat dari sini." Dirga segera memperhitungkan rute dari Muara menuju Setiabudi. "Perkiraan ke tempat belanja dekat rumah saya kalau sore begitu mungkin butuh satu jam." "Baik, ketemu jam lima ya, Mas." Sesuai kesepakatan, pukul lima kurang Noia tiba di Setiabudhi Supermarket dan Dirga sudah menunggu beberapa menit sebelumnya. Keduanya segera berbelanja berdasarkan catatan menu yang telah Noia susun. Setelah itu, Noia mengikuti mobil Dirga dengan motornya menuju rumah pria itu. Begitu Dirga turun dan mengeluarkan belanjaan dari kursi belakang, Noia segera menghampiri. "Biar saya bawa, Mas." "Ini berat, biar sama saya aja," tolak Dirga tenang. Dia memimpin jalan menuju pintu utama. "Kita langsung ke dapur ya." Noia mengikuti langkah Dirga sembari matanya mengamati sekeliling. Tidak ada orang lain di rumah itu. Dirga seolah-olah paham dan segera menjelaskan, "Sepertinya keluarga saya sedang pergi, kamu bisa masak dengan tenang." "Ini enggak apa-apa saya pakai dapurnya?" tanya Noia ragu-ragu. Bukan saja karena di rumah orang lain, tetapi dapur rumah Dirga sangat rapi, bersih, juga mewah. Noia takut akan merusak barang-barang mahal yang ada di dapur ini. "Enggak apa-apa," sahut Dirga santai sembari mulai membongkar belanjaan mereka tadi. "Apa yang bisa saya bantu?" "Enggak usah, Mas," tolak Noia sungkan. "Biar saya kerjakan sendiri aja." Namun, Dirga tidak mengindahkan penolakan Noia. Matanya memindai cepat bahan-bahan di meja dapur. "Seladanya mau dicuci?" Noia segera mengambil kembali selada yang sudah Dirga pegang. "Mas, tinggal aja. Biar saya yang kerjakan." "Saya mau bantu kamu." Sayangnya, Dirga tetap berkeras dan merebutnya kembali. "Saya enggak enak sudah menyusahkan kamu begini." "Ini pekerjaan saya kok, Mas." Ucapan Dirga justru membuat Noia merasa tidak enak karena bagaimanapun juga dia memang bayar untuk memasak. Belum lagi kalau mengingat bayaran yang sudah Dirga kirim ke rekeningnya tadi. Jumlahnya terlalu besar dan Noia sempat protes, tetapi pria itu menolak dikembalikan. Namun, Dirga tetap berkeras membantu. Lagi pula, memasak bukan hal sulit bagi Dirga. Dia sudah terbiasa melakukannya ketika hidup jauh dari orang tua dahulu. Hanya saja, Dirga tidak terlalu paham soal kandungan nutrisi juga pantangan untuk berbagai macam penyakit. Itu sebabnya dia membutuhkan bantuan Noia. "Noia, saya tinggal mandi dulu sebentar ya," ujar Dirga setelah pekerjaan Noia hampir rampung. "Silakan, Mas." Tidak lama berselang, pintu utama terbuka dan terdengar suara ramai dari luar. Rupanya keluarga Dirga telah kembali. "Wah, wah, wah!" Ayunda berdecak kaget ketika menemukan seorang perempuan muda tengah memasak di dapurnya. Segera saja dia menghampiri Noia. "Ada siapa ini?" Noia tersenyum kikuk, lalu menyapa sopan, "Selamat sore, Bu!" "Aduh, cantik sekali!" puji Linda, kakak ipar Ayunda yang ikut menghampiri Noia. Dalam hati Ayunda setuju. Perempuan di hadapannya memang cantik meski tampak agak kelelahan, mungkin karena memasak. Rambut cokelat sebahunya diikat ke belakang, menonjolkan kulit wajahnya yang cenderung pucat. Perawakannya mungil dan agak kurus, sesuai dengan pipinya yang tirus. Matanya tampak indah meski agak sayu. "Yunda, ini pacarnya Dirga?" tanya Meilan, anak tertua di keluarga suami Ayunda. "Eh, itu …," gumam Ayunda bingung. Dia sendiri tidak tahu karena baru pertama kali melihat perempuan ini. "Kalian ini, enggak bilang-bilang kalau Dirga sudah punya pacar lagi," gerutu Meilan. Ayunda menggeleng tidak enak hati. "Bukan gitu, Mbak, masalahnya …." "Sudah enggak perlu ditutupi begitu, berita bagus harusnya dibagi-bagi," celetuk Linda. Rasa penasaran membuat Ayunda segera bertanya lembut, "Neng Cantik, namanya siapa?" "Saya Noia, Bu," sahut Noia kikuk. "Nak Noia benar pacarnya Aa Dirga?" Sejujurnya, Ayunda pun sangat berharap jika anak pertamanya yang kini berusia 35 telah kembali menemukan tambatan hati. "Saya bu-" Noia tidak sempat menyelesaikan ucapannya karena Meilan keburu berteriak, "Nah, itu si Aa!" Dirga baru saja menuruni tangga setelah selesai mandi. Dia bingung melihat saudara-saudara ayahnya sibuk mengerumuni Noia di dapur. "Ada apa, Uwa?" Meilan segera menyeret Dirga mendekat ke dapur. "Sini cepat, kenalin pacar kamu ke kita semua!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
94.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook