Terjebak Masalah

1787 Words
Melodi berjalan lunglai menuju kelas. Dia tidak bisa tidur lagi semalam. Entah karena apa Melodi juga tidak tahu. Kelas masih sepi, belum ada yang datang. Tapi lihatlah Melodi, sudah di kelas tanpa sarapan tentunya. Melodi meletakkan kepalanya di meja. Dengan buku yang menutupi mukanya. Dia menghadap ke arah tembok. Tidur sebentar bisa memulihkan energinya. Tidak lama kemudian, Melodi mendengar langkah kaki seseorang. Tidak-tidak, Melodi tidak ingin berpikir itu adalah hantu, karena hantu tidak napak di lantai. Tapi suara itu semakin dekat dan seperti berhenti di sampingnya. Melodi mencengkram kuat tasnya yang digunakan sebagai bantal. Dia tidak berani menengok. Sesuatu membentur kursi, sangat keras. Oke, kali ini Melodi akan melihat siapa yang masuk ke kelas. "Bian!" Melodi terkejut setengah mati ketika tau Bian sudah merebahkan diri di kursi. Tidak ada sahutan dari Bian. Matanya masih terpejam. Tunggu, Melodi menyadari perubahan di wajah Bian. Wajahnya lebam-lebam. "Lo- habis berantem?" semoga saja Bian tidak marah, semoga saja. Bian tidak marah, tapi dia juga tidak menjawab Melodi. Cowok itu hanya mengangguk. "Kapan? Berangkat sekolah?"  Seharusnya Melodi tidak pelu tahu urusan Bian. Melodi mengetuk jidatnya berkali-kali, bodoh. "Kemarin, waktu pulang sekolah." "Jadi, lo yang ..." Melodi menggantungkan kalimatnya, dia hampir keceplosan. "Yang apa?" Bian duduk sambil menatap Melodi curiga, alisnya terangkat sebelah. "Nggak... nggak papa kok." Melodi berpura-pura sibuk dengan buku matematika yang ia gunakan sebagai penutup muka tadi. "Lo tau sesuatu Di?" "Nggak, gue nggak tahu sesuatu." Semoga saja raut wajah Melodi bisa meyakinkan Bian. Walau perlu diakui Melodi tak jago berbohong. Bian malah mendekat, sekarang dia duduk menghadap Melodi yang menunduk dan menggeser kursinya ke belakang, menjauhi Bian. Bian memajukan kursinya lagi, dan Melodi memundurkan kursinya lagi. Begitu seterusnya sampai kursi Melodi menabrak dinding belakang kelas, celaka. "Lo tau sesuatu Di?" Demi apapun, Melodi tidak berani menatap Bian. Dia memainkan kukunya yang bersih. Keringatnya bahkan sudah bercucuran. Berhadapan dengan laki-laki selain ARION adalah pilihan terakhir yang ia mau. "Kemarin gue lihat dua orang cowok masuk ke indoor  futsal. Gue kira itu anak sekolah lain, tapi ..." "Itu gue Di." "Maafin gue ya Bi." Melodi masih menunduk. "Lo nggak salah. Yang bermasalah itu gue. Lo nggak perlu takut gitu sama gue, santai aja." Bian berdiri dari duduknya dan kembali ke tempat duduknya yang asli. Teman-temannya mulai datang satu persatu sampai kelas akhirnya ramai. Semua kembali normal. Tapi tidak dengan Melodi yang masih tidak berani menatap Bian. ***** Hari ini kelas Melodi ada pelajaran musik. Bu Ekap menyuruh mereka ke studio sekolah. Meskipun ruangan itu sering dipakai ARION, tapi anak satu sekolahan juga berhak menggunakannya. Berbagai gitar dari akustik sampai listrik, biola, piano, bahkan ukulele, seruling dan angklung ada di studio musik ini. Fasilitas yang bagus juga keadaan studio yang bersih membuat anak kelas Melodi menjadi semangat untuk cepat-cepat bermain musik. Jadwal pelajaran musik mereka hanya satu kali dalam seminggu, itu juga tidak setiap kali pelajaran bisa ke studio ini. Cuma Melodi, anggota ARION yang bisa kapan saja ke sini untuk latihan. Pembagian kelompok dilakukan, Melodi satu kelompok dengan Dinda, Bian, dan entah sialnya dia juga satu kelompok dengan Azril. Entah kenapa, perasaan Melodi tidak enak. Dia tidak suka berdekatan dengan laki-laki selain ARION. Tapi ini dia harus satu kelompok dengan Bian dan Azril. Semoga saja mereka berdua bisa akur setelah kejadian kemarin. "Nah Anak-Anak, Ibu sudah membagi rata dalam setiap kelompok. Jadi, tidak ada yang namanya kelompok tidak bisa tampil, setiap kelompok sudah ada yang bisa main musik." Mereka bertiga melihat Melodi, Melodi hanya bisa pasrah, dia akan bermain biola lagi. Karena di sini yang benar-benar mengerti tentang musik hanya Melodi, maka dia yang melakukan pembagian tugas dalam kelompoknya. Dinda sebagai vokal, dibantu Bian yang juga sebagai gitaris. Sedangkan Azril, dia juga sama sebagai gitaris. Semoga saja Bian dan Azril bisa menyingkirkan egonya masing-masing, hanya untuk kali ini saja. "Emang lo bisa?"  "Udahlan Ril, emang lo yang jago apa!" Lagi-lagi Dinda menjadi penengah jika Melodi atau Bian bermasalah dengan Azril. "Kita bawain lagu apa?"  "All of me!" sahut Bian dan Azril bersamaan. Mereka kemudian saling membuang muka. Ini hal yang Melodi tidak suka, mereka terlalu keras kepala. "Gimana Din?" "Gue sih setuju aja Mel, tinggal lo sama mereka berdua aja." "Oke jadi kita bawain lagu all of me. Gue akan improv dulu, terus lanjut Dinda bawain lagunya. Setelah Reff, baru Bian sama Azril main gitarnya. Bisa?" Melody sangat lihai menjelaskan kepada mereka, mudah pikir mereka bertiga. "Gimana kalau latihan dulu?" "Oke Din." Lagi-lagi Bian dan Azril bersamaan. "Kenapa sih lo suka banget plagiat omongan gue!" Nah benar kan, Azril sudah mulai membuat rusuh. "Terserah lo aja." Dan dengan santainya Bian menjawab, membuat Azril semakin gondok. "Udah diem lu pada! Gue kasih tau Bu Ekap baru tau rasa!" Mereka akhirnya diam dan mulai mengambil peralatan masing-masing. Baru saja mereka ingin latihan, Bu Ekap menyuruh ketua kelompok mengambil satu gulungan kertas kecil yang bertuliskan nomor urut untuk tampil. Bian maju selaku ketua kelompok. Dan benar saja, mereka dapat giliran maju pertama. "Ini semua gara-gara lo masuk kelompok kita!" Azril menerobos bahu Bian dan langsung menempatkan diri di panggung kecil studio ini. Melodi hanya diam, dia tidak mau menyalahkan Bian. Lagipula tak masalah juga kalau harus tampil.  "Udah ya Bi, lo jangan dengerin mulut cabe si Azril," ucap Dinda. Suara gesekan dari biola yang dimainkan Melodi mulai terdengar, mengalun lembut memenuhi seluruh ruang yang ada di studio. Mereka semua terhanyut, memejamkan mata, dan menikmati permainan Melodi. Bahkan ada yang tidak sadar, menggerakkan badannya kanan dan kiri. Dinda What would I do without your smart mouth Drawing me in, and you kicking me out Got my head spinning, no kidding I can't pin you down What's going on in that beautiful mind I'm on your magical mystery ride And I'm so dizzy, don't know what hit me But I'll be alright My head's under water But I'm breathing fine You're crazy and I'm out of my mind Cause all of me ... Loves all of you ... Love your curves and all your edges All your perfect imperfections Give your all to me ... I'll give my all to you ... You're my end and my beginning Even when I lose I'm winning Bian How many times do I have to tell you Even when you're crying you're beautiful too The world is beating you down I'm around through every move You're my downfall You're my muse My worst distraction My rhythm and blues I can't stop singing It's ringing, I my head for you ... My head's under water But I'm breathing fine You're crazy and I'm out of my mind Cause all of me ... Loves all of you ... Love your curves and all your edges All your perfect imperfections Dinda dan Bian Cards on the table We're both showing hearts Risking it all Though it's hard Cause I give you all of me ... And you give me all of you ... I give you all ... All of me ... And you give me all of you ... Tepuk tangan riuh mengakhiri penampilan mereka yang baru selesai. Mereka membungkuk bersama dan kemudian turun dari panggung satu persatu. Penampilan dilanjutkan oleh kelompok lain sampai jam pelajaran habis. Seperti biasa, sebelum kembali ke kelas, Bu Ekap akan memberikan komentarnya untuk penampilan mereka. "Kalian semua berbakat, semua permainan kalian bagus. Tapi saya paling suka dengan permainan dari kelompok Fabian. Mereka semua bisa menempatkan diri dengan baik di setiap lagunya. Bukannya kalian tidak bisa, tapi kalian juga harus belajar dari mereka." Semua bertepuk tangan. "Untuk pelajaran hari ini, sudah selesai. Sampai jumpa bulan depan di studio ini anak-anak. Selamat siang." "Siang Bu." Semua memuji penampilan kelompok Bian. Bagi Melodi itu sudah biasa, tapi bisa tampil berdua dengan Bian itu yang tidak biasa. Azril sengaja menyerobot bahu Melodi ketika dia masih di koridor. Melodi mengelus lengannya, dia tidak habis pikir apa yang membuat Azril bisa seperti ini kepada Melodi. Sialnya, saat baru masuk kelas, bel istirahat berbunyi. Padahal jarak antara kelas Melodi dengan kantin sangat jauh. Dia harus menuruni dua lantai dan itu juga masih harus lewat koridor kakak kelas. Melody lebih memilih untuk di kelas. Dinda mengajaknya mengobrol sebentar. Melodi juga capek, dia mau kembali ke duduknya. Dinda dan anak perempuan yang lain pergi ke kantin. Sekarang hanya Melodi, satu teman perempuannya yang jarang keluar kelas, dan semua anak laki-laki. Melodi tidak tau kenapa juga anak laki-laki tidak ke kantin, padahal biasanya rutin. Melodi baru saja mendudukkan bokongnya, naasnya kursi yang akan ia duduki ditarik oleh Azril, dan semua anak laki-laki yang ada di sana menangkapnya. Melodi berdiri, dia malu, kenapa juga mereka seperti itu. Bian, dia kenapa juga ikutan? Melodi keluar kelas, dia menangis. Apa segitu lemahnya dia sampai dikerjai anak laki-laki satu kelas, ramai-ramai? Melodi tidak melihat depan, dia menunduk dan menabrak seseorang. "Medi?" Untunglah yang ditabraknya Gema bukan orang lain yang akan menambah kekesalannya. "Med, kenapa lo nangis?" Melodi langsung berhambur ke pelukan Sera. Gadis itu tahu bagaimana rapuhnya Melodi jika tidak bersama ARION. "Lo habis kupas bawang merah ya Med?" "Ron! Nggak lucu tau nggak." Leron meringis. Rey menggiring mereka ke studio sebelum menjadi tontonan gratis siswa yang lewat di koridor. "Cerita ke kita Med, gue kan udah bilang kalau ARION itu juga keluarga lo." Sera mengusap punggung Melodi yang naik turun, dia masih sesenggukan. "Gue dikerjain sama anak cowok satu kelas. Kursi gue ditarik, dan mereka ... hiks mereka nangkep gue bareng-bareng Ser. Gue malu!" Yah, itu sebenarnya bukan masalah yang berat. Hanya Melodi yang dikerjai tapi juga ditolong dalam waktu yang bersamaan. Namun, untuk tipikal cewek seperti Melodi yang pemalu di kelas, itu menjadi beban tersendiri. Leron sebenarnya ingin tertawa dari tadi, tapi berhubung Rey sudah menginjak kakinya dia bungkam seribu bahasa, menahan sakit. Gema, dia sama seperti Leron, hanya saja wajahnya tak menunjukkan eskpresi, jadi tidak bisa terbaca. "Kantin yuk, laper gengs." Entah kenapa Melodi yang mengangguk. Semua tersenyum, Melodi sudah tidak menangis. ***** Di kantin, ARION menjadi pusat perhatian. Baik bagi kakak kelas sebelas maupun dua belas. Mereka hanya tersenyum seperti biasanya. Hanya Leron lah yang sok jual mahal di depan cewek-cewek. Huft, kebiasaannya keluar. Bahkan saking senangnya melihat ARION, ada siswi sampai menabrak meja kantin. Lagi-lagi Leron yang tertawa. Sementara, salah satu penggemar berat Sera terus memanggilnya. "Sera sayang, gue ngefans sama lo." Namun, Serenata menjawab, "Najis." Cowok itu pingsan dan digotong temannya. Sungguh sangat memalukan. ARION duduk di meja paling pojok, mereka suka di sana. Nyaman dan jauh dari para cewek dan cowok alay. Melody mengedarkan pandangannya ke seluruh kantin, tidak ada teman satu kelasnya, syukurlah. Tiba-tiba ada pemberitahuan dari speaker sekolah. Fabian dan Azril, kelas 10 mipa 1 dipanggil ke ruang kesiswaan. Melodi menelan ludahnya. "Bukannya dia teman lo ya Med?" Bukan salah Rey bertanya seperti itu, tapi hal itu berhasil membuat Melodi kaku, hanya dia yang tahu masalah Bian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD