Part 18 Segelas Air Putih

1067 Words
Part 18 Segelas Air Putih "Marina?" Rifal datang dengan membawa segelas air putih, dan wajahnya tampak bingung. "Ini loh Mas, Ibu dikasih tau jangan lari-lari nanti kalau jatuh lukanya malah semakin sulit sembuh. Tapi ngeyel aja," ucap Marina langsung dengan gaya bicara manja. "Sudah Bu ya, sekarang Ibu istirahat dikamar saja," jawab Rifal sambil memegang pundakku. "Kamu antar Ibu ke kamar ya, Dik?" Rifal meminta Putri untuk membawaku ke dalam kamar. Aku tidak bisa berkutik, aku hanya bisa mengiyakan permintaan Rifal. Biar bagaimanapun juga Marina memanglah menantuku, jadi sudah seharusnya dia yang merawatku lebih bukan Putri. "Ayo Bu, biar Marina antar ke kamar," ucap Marina sambil memberiku uluran tangan. Lalu aku segera membalas uluran tangan Marina, meskipun sebenarnya hatiku masih sakit dengan ucapannya tadi. Aku segera berdiri, "Rifal mau ke depan dulu ya Bu!" Rifal meminta izin untuk pergi ke depan. Aku dibantu oleh Marina untuk masuk ke dalam kamar. Setelah sampai di dalam kamar. Tanpa sepatah kata oun dia langsung berlalu keluar kamar, dengan menutup pintu sekencang-kencangnya, sehingga suaranya membuatku terkejut. Aku hanya bisa mengelus dadaku dan bersabar akan sikap Marina Di ruang depan. "Kamu tadi sama Ibu nguping pembicaraanku di telepon ya? Ngaku kamu!" Marina membentak Putri dengan lantangnya, karena Rifal sedang berada di depan. "Ti..tidak Nyonya," jawab Putri dengan kepala menunduk dan terbata bata. "Halah jujur saja kamu. Muka aja kelihatan polos, tapi aslinya sama saja. Jujur kamu sekarang!" Marina membentak semakin keras, tapi aku yakin Rifal tidak akan mendengar pertengkaran itu. "Iya Nyonya, saya benar-benar tidak menguping pembicaraan Nyonya tadi," jawab Marina masih dengan kepala menunduk. "Oke kamu masih tidak mau jujur rupanya. Lihat saja apa yang akan saya lakukan," ucap Marina sambil melotot ke arah Putri. "Iya Nyonya. Maafkan saya Nyonya," jawab Putri dengan mempertemukan kedua telapak tangannya di depan Marina. Marina berlalu pergi menjauh dari Putri, aku yang kendengar ucapan mereka dari dalam kamar. Aku segera keluar dari dalam kamar dan menghampiri Putri. "Put, kamu baik-baik saja kan?" Aku segera menepuk pundak Putri. Putri kemudian menghadap ke arahku, "Putri baik-baik saja ,Bu," jawab Putri dengan memberi senyuman agar tidak terlihat olehku jika dia sedang takut. "Tadi Marina ngomong apa saja sama kamu?" Aku bertanya pada Putri. "Tadi Nyonya bicara kalau dia akan melakukan berbagai cara untuk membuktikan kalau akau dan Ibu tadi menguping pembicaraannya," jawab Putri sambil menundukkan kepala. "Sungguh keterlaluan Marina, sudah jañgan kamu pikirkan ucapan dia," ucapku. "Baik, Bu." Putri menjawab seperti biasa dengan menundukkan kepalanya. "Put, Ibu punya rencana," sautku. "Rencana apa itu, Bu?" Jawabnya sambil menghentikan pekerjaannya dan terlihat bertanya-tanya kearahku. "Tapi kamu ikut Ibu ke kamar ya, nantikita bicarakan di dalam kamar saja biar Marina tidak kedengaran. Nanti dia bisa marah," jawabku sambil memegang pergelangan tangannya. "Baik, Bu," jawab Putri lagi-lagi sambil kenundukkan kepalanya. Sungguh besar sekali rasa hormatnya kepada orang tua. Aku segera membawa Putri berjalan menuju ke dalam kamar. "Kamu duduk disini saja, Put!" Aku mempersilakan Putri untuk duduk di sebelah tepi ranjangku. "Putri disini saja, Bu," jawab Putri menolak dan lebih memilih untuk duduk di atas kursi yang memang berada tepat di depanku. "Sudah Put sini saja, jangan malu-malu. Ayo sini!" Lagi-lagi aku harus menyuruh Putri lagi. "Baiklah Bu, kalau itu memang permintaan Ibu." Putri beranjak berdiri lalu dengan perlahan dan pelan mengambil posisi duduk di sebelahku. Aku sangat senang, karena melihat wajah Putri yang teduh dan sikapnya yang selalu sopan dan tutur katanya yang lembut. "Gini Put. Bagaimana kalo mulai besok kita jalankan rencana baru kita ini," jawabku sambil memegang tangan Putri. "Memang Ibu punya rencana apa kalau boleh tau?" Putri menjawab. Aku mendekatkan diri, sehingga terlihat seperti tidak ada jarak diantara kita berdua. Aku menggenggam lebih erat tangan Putri, bak seperti anak muda yang tengah jatuh cinta atau kasmaran. "Besok kalau Marina melakukan rencananya kamu harus siap stand by pegang ponsel ya, nanti kamu pangsung video dia tapi dari kejauhan agar dia tidak tahu dan tidak curiga kalau kita sedang mematai dia," jawabku "Putri akan melakukannya dengan benar dan hati-hati demi Ibu," jawab Putri dengan tersenyum. "Kamu memang anak yang baik Putri, tidak salah Ibu memilih kamu untuk Rifal," jawabku tidak sengaja keceplosan, pasti Putri akan bertanya-tanya apa maksudku. "Maksud Ibu apa?" Benar dugaanku Putri gegas bertanya padaku tentang kecerobohanku tadi. "Hmm maaf tadi Ibu cuman becanda kok." Aku mengalihkan pembicaraan agar Putri tidak curiga. "Ibu yakin, pasti ada yang disembunyikan oleh Ibu," jawab Putri. "Iya Put, Ibu tadi cuman becanda kok. Mana mungkin Ibu menjodohkan mu dengan Rifal, dia kan sudah punya istri. Ah sudah ayo kita ke depan," jawabku mengalihkan pembicaraan agar Putri tidak kembali curiga. Aku dan Putri keluar ke depan menghampiri Rifal, dan ternyata Rifal sedang duduk santai di kursi sambil menikmati gorengan dan kopi buatan Marina tadi. Tak lupa juga, ternyata Marina juga berada disana, dia duduk di sebelah Rifal sambil memainkan ponselnya. Tampaknya dia tidak menyadari kedatanganku dan Putri. "Loh, Fal kamu dari tadi di sini toh rupanya?" Aku dengan memasang wajah heran, dan Marina mengangkat wajahnya keatas dan dia terlihat terkejut karena kedatanganku dan Putri yang secara tiba-tiba. "Eh Ibu, iya Bu dari tadi Rifal disini. Menikmati suasana pagi yang indah dan sejuk ini. Beda sekali Bu ya sama di rumah?" jawab Rifal dengan meletakkan kedua telapak tangannya di pinggiran kursi sambil mengambil napas palu membuangnya. Terlihat dari pergerakan hidungnya. Hehehehe. "Iya lah Fal kamu ini ada-ada saja, tentu saja beda dong. Ini kan di puncak makanya hawanya masih sejuk dan asri, beda sama di rumah kan rumah kita dikampung, sudah banyak bangunan rumah. Jadi hawanya sudah panas dan padat," jawabku panjang lebar. Aku mengambil duduk di kursi sebelah Rifal, sedangkan Putri dia duduk berjauhan di bawah rerumputan hijau. "Kamu hari ini ambil cuti, Fal?" Aku bertanya pada Rifal mengenai pekerjaannya, sedangkan Marina ya seperti biasa dia memainkan ponselnya. "Iya Bu, Rifal ambil cuti dua hari. Jadi semua pekerjaan yang menangani Pak Parno," jawab Rifal. "Syukurlah kalai begitu, untunglah kita masih bisa mengenal sosok pak Parno yang sangat baik, dan jujur serta tanggung jawab. Andai kalau kita tidak mengenal beliau, mungkin usaha kita sudah bangkrut sejak Bapakmu tiada," jawabku sambil menatap Rifal. Saat aku berbicara seperti itu aku melihat ke arah Marina. Dia terlihat kaget dan terkejut. Aku tak menghiraukan dia. "Benar kata Ibu, dan untungnya juga beliau masih bisa meyanggupi pas aku beri tanggung jawab selama aku pergi," jawab Rifal sambil melihat ke arahku. "Iya Mas benar katamu, aku juga setuju sama Ibu kok," jawab Marina sambil melihat ke arahku dengan tatapan sewot.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD