Part 19 Berita Buruk

1052 Words
Part 19 Berita Buruk "Ibu ini gimana sih, bajuku jadi kotor kan!" Marina membentakku dengan suara sangat lantang hingga membuat dadaku sesak. "Maafkan Ibu, Mar. Ibu tadi tidak sengaja," jawabku sambil menunduk. "Halah Ibu sengaja kan buat Marina marah, iya kan?" Lagi-lagi Marina membentak. "Bukan begitu, Mar. Maafkan Ibu," jawabku lagi. Tanpa sepatah kata, dan tanpa membalas ucapanku. Marina berlalu pergi behitu saja. Ya, dua hari sudah kita sekeluarga menghabiskan waktu bersama di villa dekat puncak. Hari ini kita sudah berada di rumah dan melakukan aktivitas masing-masing. Rifal hari ini berangkat lebih pagi karena ada pekerjaan yang harus dia tangani dan tidak bisa di pindah tangan kepada Pak Parno. Aku hanya bisa duduk mematung dilantai karena rasanya aku masih lemas karena ucapan Marina tadi. Putri menghampiriku lalu memegang pundakku, "Ibu baik-baik saja?" ucap Putri padaku, "mari Putri antar kekamar," ucap Putri lagi sambil menuntunku untuk berdiri. Akhirnya aku berhasil berdiri dengan bantuan Putri. Dan aku tidak melihat Marina ada dimana sekarang. "Nanti saja akan ku tanyakan pada Putri," batinku dalam hati. Aku terus dituntun oleh Putri sampai tiba dikamar, lalu dia juga membantuku untuk berbaring dan tak lupa juga sebelum itu dia memberiku minum air putih. "Terimakasih, Put," jawabku sambil tersenyum. "Sama-sama, Bu." Putri membalas ucapanku. Rasanya hatiku seperti merekah bahagia. "Andai saja Rifal punya istri seperti Putri, pasti aku bangga dan bisa cepat sembuh," batinku dalam hati. Tak kurasa ternyata air mataku sudah mengalir di pipiku. "Eh, Ibu kenapa menangis. Apa luka Ibu sakit, biar Putri obati?" Tiba-tiba Putri membuyarkan lamunanku, dia terlihat begitu cemas. "Tidak kok Put. Ibu baik-baik saja, itu tadi ada debu masuk kemata, jadi perih mata Ibu." Aku mengalihkan pembicaraan. "Ibu yakin?" jawab Putri. "Iya Ibu yakin, Put," jawabku sambil tersenyum. Putri berlalu pergi dan kulihat dia sedang mengambil kotak peralatan untuk membersihkan luka gangrenku. "Sini, Bu biar Putri bersihkan lukanya," ucap Putri sambil membawa kapas guna untuk mengelap luka. Putri mengangkat salah satu kakiku yang memang sakit. Lalu debgan cekatan dia membersihkan secara perlahan dan lembut. "Put, apa kamu belum ingin menikah?" Aku bertanya pada Putri. Putri terlihat kaget, "belum Bu. Mana mungkin ada yang mau sama Putri, Putri kan hanya anak desa yang miskin tidak punya apa-apa. Hehehe," jawab Putri sambil tertawa kecil. Sungguh tegar hatimu Put. Aku hanya bisa tersenyum "Kamu ini cantik, baik, sopan Put, pasti banyak laki-laki yang ingin punya istri sepertimu. Semoga kamu segera dapat jodoh ya, tentunya yang baik budi pekertinya sepertimu Put," jawabku. "Amiin, terimakasih Bu," jawab Putri sambil membersihkan lukaku. "Oh iya, Bu tadi Putri berhasil mendapatkan bukti pertama," saut Putri lagi. "Benarkah? Yang tadi Marina marah-marah Put?" Aku sontak menjawab karena kaget, ternyata Putri benar-benar membantuku dan tanpa disuruh dia sudah tahu apa yang harus dia lakukan. "Iya, Bu benar," jawab Putri sambil menunjukkan video sebagai bukti pertamanya. "Kamu pintar ya, Put. Itu artinya kita kurang beberapa bukti lagi untuk membongkar kelicikkan Marina," jawabku sambil menatap Putri "Bukti ini akan Putri simpan di ponsel Putri dan akan aku kirim ke ponsel Ibu juga," jawab Putri. Dan benar saja tidak lama kemudian ponselku berdering, kulihat ternyata sebuah pesan video dari Putri. "Terimakasih, Put," ucapku. "Sama-sama, Bu," jawab Putri. Putri melanjutkan membersihkan lukaku. "Oh iya, Nyonya dimana Put?" Aku bertanya pada Putri. "Nyonya tadi keluar pakai mobil tidak tahu kemana, Bu," jawab Putri sambil membereskan peralatan. "Apa dia tadi tidak bilang mau kemana Put?" Aku bertanya pada Putri. "Tidak, Bu. Tadi setelah marah sama Ibu Nyonya langsung pergi keluar bawa mobil," jawab Putri sambil membersihkan tangannya. "Oh yaudah kalau begitu, apa Rifal belum pulang?" Aku bertanya apakah Rifal belum pulang karena sekarang jam dinding sudah menunjukkan pukul empat sore. Biasanya jam tiga sore dia sudah pulang. "Tumben jam segini belum pulang kemana Rifal?" Batinku dalam hati. Aku memutuskan untuk menghubungi Rifal dari ponsel. Tuuuttt tuutt tuut Hanya suara panggilan yang berbunyi tanpa ada sautan atau jawaban dari Rifal, "sebenarnya apa yang terjadi pada Rifal?" Dalam hatiku bertanya-tanya dan khawatir jika terjadi apa-apa sama Rifal. "Put, coba kamu hubungi Rifal, barangkali kalau kamu yang menghubungi nya nanti diangkat. Soalnya tadi Ibu telepon ndak ada jawaban." Aku menghampiri Putri yang kebetulan sedang ada di dalam kamarnya. Aku memintanya untuk mencoba menghubungi Rifal. Tiga kali sudah Putri mencoba menghubungi Rifal, tapi tetap tidak ada jawaban. Aku semakin ceman khawatir karena tidak seperti biasanya Rifal sulit dihubungi. Aku mencoba menghubungi Marina tapi juga tidak ada jawaban darinya. Sebenarnya apa yang terjadi. Aku menunggu Rifal dan Marina di kursi ruang tamu dan terus menatap ke arah pintu, barangkali dia sudah datang. Tin tin tin tin tin Selang beberapa menit akhirnya aku mendengar suara klakson mobil di depan dan sorot lampu mobil masuk ke dalam rumah. Aku segera bangkit dan membukakan pintu. Aku melihat Rifal dibopong oleh Marina sambil memegang tongkat membantu jalannya. Aku menghampiri mereka berdua dengan wajah cemas. "Ya Allah, kamu kenapa nak?" Aku segera bertanya pada Rofal apa yang terjadi padanya. "Nanti akan Marina ceritakan Bu," jawab Marina halus dan sangat lembut. "Apa dia sedang bersandiwara sekarang atau memang dia kasihan sama Rifal?" Dalam hatiku sedang bertanya-tanya karena perubahan sikap Marina. Rifal terlihat sangat lemah, dan tidak berdaya. Dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun. "Yasudah ayo Ibu bantu masuk, hati-hati." Aku segera membantu Marina membopong Rifal untuk masuk ke dalam rumah. Setelah sampai di dalam rumah, dan Rifal duduk di tempat tidurnya. "Sebenarnya apa yang terjadi pada kalian?" Aku bertanya pada Rifal dan Marina. "Tadi.." jawab Rifal. Belum sempat selesai menjawab, Putri menyela, "tadi itu kita berdua mau nyeberang beli es dawet, tapi tiba-tiba ada motor yang melaju sangat kencang lalu menabrak kaki Mas Rifal dari belakang," jawab Putri. "Tapi kalian tidak apa-apa kan? Apa yang sakit ayo kita ke rumah sakit saja." Aku mengecek seluruh tubuh Rifal dan Marina untuk memastikan bahwa mereka baik-baik saja. "Tadi kita berdua sudah ke rumah sakit Bu. Marina cuma lecet-lecet saja tapi Mas Rifal kakinya kesleo. Jadi harus istirahat di rumah dulu sampai tulang nya benar-benar pulih," jawab Putri. Memang benar adanya Marina hanya luka lecet-lecet saja sedangkan Rifal kakinya di ghip. "Yasudah kalau gitu kalian istirahat saja, Ibu akan suruh Putri buatkan kalian bubur," jawabku sambil pergi keluar kamar. "Terkmakasih Bu," jawab Marina Aku melihat Marina membantu Rifal untuk berbaring. Aku segera menghampiri Putri. "Put?" Aku masuk ke dalam kamar Putri tanpa mengetuk pintu, dan aku terkejut melihat apa yang dilakukan Putri di kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD