Part 11 Menantu Berulah Lagi

1161 Words
Part 11 Menantu berulah lagi "Put, aku mau keluar dulu ya ada urusan," teriak Marina sambil tergesa-gesa pergi keluar. "Iya, Nyonya." Putri menyauti Marina dari dapur karena kebetulan dia masih beberes dapur. Aku yang tengah duduk di sofa ruang tamu hanya bisa mendengar celotehan Marina dan Putri, tapi anehnya ada urusan apa, sampai-sampai menantuku itu harus pergi keluar sepagi ini? "Ini, Bu, tehnya silakan diminum mumpung masih hangat." Putri membuyarkan lamunanku, dan membawakanku segelas teh hangat seperti biasa, itu adalah kegiataan ku sehari-hari kalau pagi tiba. "Terimakasih, Put." Aku segera ku ambil segelas teh yang diletakkan Putri di atas meja. "Sama-sama, Bu. Permisi," jawab Putri lalu berlalu pergi menuju dapur lagi. "Hallo, Fal?" Aku menelepon Rifal untuk memastikan kemana istrinya sekaligus menantuku itu pergi. "Iya, Bu. Ada apa, Bu?" Rifal terlihat begitu khawatir karena tidak biasanya aku meneleponnya sepagi ini, sedangkan dia sudah berangkat bekerja tadi subuh untuk membereskan pekerjaan yang kemarin belum terselesaikan. "Ibu cuman mau tanya, Fal. Apakah Marina tadi sudah minta ijin ke kamu kalau dia mau pergi?" Aku bertanya langsung pada Rifal agar tidak terbelit-belit "Sudah kok, Bu. Katanya dia ada acara reuni an sama teman sekolah nya dulu. Apa dia tidak pamit ke Ibu?" "Sudah tadi Marina juga pamit ke Ibu kok, Ibu cuman mau memastikan saja, tapi dia tidak bilang tempatnya dimana." Aku berusaha mencari tahu dimana Marina mengadakan reuni. "Ibu tenang saja, Marina sosok istri yang bisa menghargai suaminya. Katanya sih tadi acaranya di D'Cafe Resto, Bu. Ada apa, Bu?" tanya Rifal lagi. "Oh disana, yaudah kalau gini kan Ibu jadi tenang tidak kepikiran terus. Yasudah kalau gitu, kamu lanjut ya kerjanya. Wassalamualaikum," jawabku dengan tenang. "Iya, Bu. Waalaikumsalam," jawab Rifal. Lalu aku mematikan sambungan telepon, lalu aku berpikir, "kenapa aku tidak membuntuti Marina saja?" Aku langsung bergegas ke kamar untuk siap-siap. Tak lupa juga aku menelepon Abang GoJek, untuk memaksimalkan usahaku ini. "Hallo, Pak, apa sudah di depan?" Aku menelepon Abang GoJek itu, sambil berjalan keluar di depan rumah. "Oke, siyap, Pak. Tunggu sebentar ya," jawabku lagi sambil tetap berjalan keluar. Setelah di depan rumah, dan bertemu dengan Abang GoJek. "Pak, bisa antarkan saja ke D'Cafe Resto?" Aku memberitahukan tujuannku kemana, agar tidak terjadi kesalahan. "Baik, siap Bu," jawab Abang GoJek itu. "Oke, Pak." Dengan menahan sakit yang ada dikaki ku, aku berusaha untuk naik ke boncengan sepeda milik Abang GoJek itu. Dan akhirnya berhasil juga. Jarak dari rumah menuju D'Cafe Resto tidak terlalu jauh, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk samoai di tujuan. "Ini Pak ya uangnya, terimakasih," seruku sambil menyodorkan uang sepuluh ribuan untuk ongkos GoJek "Terimakasih ya, Bu. Permisi," jawab Abang GoJek itu. Aku terlebih dahulu memakai masker dan kacamata hitam yang tadi sengaja aku bawa dari rumah, setidaknya bisa membantu menyembunyikan identitasku sedikit. Aku melangkah masuk ke dalam cafe itu, aku mengedarkan pandangan ke semua arah untuk menemukan sosok menantuku itu, Marina. Aku keliling mengitari cafe itu, lalu mataku berhenti di sebuah titik yang berada di paling pojok cafe. Aku rasa itu Marina, lalu dia sedang menunggu siapa disana ya?. Aku terus mengawasi Marina dari kursi belakang yang dekat dengan Marin agar bisa mendengar obrolan mereka, aku pura-pura sedang melihat buku menu yang ada di meja agar dia tidak curiga padaku. Setelah hampir satu jam, aku melihat ada sosok perempuan cantik, tinggi, putih, dan sama seperti Marina, memilih kulit putih dan mulus. Dia berjalan ke arah Marina lalu mencium pipi satu sama lain. "Apakah dia sahabatnya Marina yang sering teleppn dengannya?" gumamku dalam hati. "Hai, Mar. Gimana kabarmu?" tanya perempuan itu kepada Marina. "Kabar baik kok gue, Far. Kalo lo sendiri gimana?" tanya Marina balik. "Gue juga kabar baik kok, Mar," jawab perempuan itu. "Eh gimana tuh mertuamu, sudah mati dia? Wkwkwkwk," tanya perempuan itu kepada Marina sambil tertawa terbahak-bahak. Aku yang mendengar perkataan teman Marina, sontak kaget jantungku rasanya seorti mau lepas dari tempatnya. Kenapa dia begitu tega, padahal dia juga seorang perempuan dan nanti juga akan menjadi seorang ibu. "Belum, di rumah sekarang ada perawat yang merawat mertua penyakitan itu." Marina menjawab nya dengan wajah kesal. Aku bisa melihat itu semua dengan jelas, karena aku dan Marina memang berhadapan. "Jadi sekarang kamu sulit dong buat bikin dia segera meninggal?" jawab perempuan itu. "Iya lah, Far." Marina sedikit menaikkan nada bicaranya. Aku dikagetkan oleh pelayan, yang membawa pesanan yang aku pesan tadi untuk memuluskan pengintaianku ini. "Eh aku punya rencana baru, Mar!" Tiba-tiba perempuan itu memulai pembicaraannya lagi sambil menikmati hidangan yang sudah tersaji di meja mereka "Ide apa, Far?" Marina menghentikan makannnya, untuk mendengarkan perempuan itu. "Bagaimana kalau kamu kasih dia gula manis tapi secara diam-diam?" Perempuan itu ternyata licik juga seperti menantuku, Marina. "Caranya gimana, Farah?" Marina menjawab dengan menaikkan pundak. Aku kaget ternyata mereka berdua sama-sama perempuan licik, tidak punya hati, sekaligus bermuka dua. Dan sekarang aku tahu kalau perempuan itu bernama Farah. Untuk membongkar semua kelicikkan menantuku itu, aku memilih untuk memvideo obrolan mereka, agar nanti kalau aku memberitahu pada Rifal, dia bisa percaya. "Gampang lah, Mar," jawab Farah sambil memasukkan makanan kedalam mulutnya. "Gimana, coba?" jawab Marina penasaran. "Ada syaratnya," jawab Farah sambil sedikit tersenyum dan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. "Kamu ini, niat ngasih saran nggk sih, Far!" Marina terkihat sangat kesal pada Farah. "Iya aku mau ngasih saran kamu, tapi kamu tahu kan didunia ini tidak ada yang gratis loh, toilet aja sekarang bayar," jelas Farah. "Yaudah deh, kalo gitu ini semua nanti gue yang bayarin plus kamu bisa makan sepuasnya," jawab Marina. "Nah gitu dong, itu namanya sahabat yang baik. Hehehe," jawab Farah dengan mengangkat jari jempol nya. "Iya, jadi gimana caranya?" Marina kembali bertanya pada Farah. "Gini..." jawab Farah. Tiba-tiba ada seorang pelayan yang jatuh menimpaku, sehingga aku sontak terkejut dan membuat Farah dan Marina menoleh padaku. Aku berusaha untuk tetap tenang dan biasa agar mereka tidak curiga padaku. "Maaf kan saya, Bu!" Pelayan itu meminta maaf padaku. Aku memberinya maaf karena aku tahu jika itu tidak sengaja dan bukan kesalahan nya. Sedangkan Farah dan Marina tetap melihat kearahku. Lalu aku kembali duduk dan menyantap makananku. Dan mereka kembali asyik mengobrol. Aku kembali mendengarkan obrolan mereka. "Jadi gini, Mar caranya. Nanti kan mertua mu pasti minta dobuatkan teh oleh perawat itu. Nanti loh pura-pura suruh dia beli apa gitu di toko dekat rumah loh. Nah terus nanti loh masukin deh gula manisnya kedalam teh yang dibuat oleh perawat mertuamu itu. Gimana baguskan ide gue?" Farah menjelaskan semuanya secara detail. Dan aku terkejut mendengar jawaban dari Farah. Sungguh mereka tidak punya hati. "Bagus juga ide loh, udah cepet abisin. Habis ini gue mau langsung balik, suami gue waktunya istirahat makan siang dirumah, gue cabut dulu gapapa kan ya?" Marina terlihat menyetujui ide dari Farah, lalu pamit balik duluan karena ini sudah jam nya Rifal makan siang dirumah. Makanya dia mau balik. Dasar menantukku licik. "Ok bos, iya-iya yang udah punya suami. Terimakasih ya, Mar jawab Farah sambil melambaikan tangan. "Iya, Far." Aku kembali mengikuti Marina dari belakang, untuk memastikan apakah dia langsung balik kerumah atau pergi ke suatu tempat dulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD