3 | Dunia Baru Cinta

1259 Words
1 tahun yang lalu Pagi ini langit tampak mendung. Padahal Cinta berharap hari pertamanya menjadi hari yang cerah agar bisa ikut membawa kecerahan bagi dirinya. Selesai menghabiskan sarapan dan juga s**u cokelatnya, Cinta langsung berdiri pamit berangkat sekolah pada sang bunda. "Kamu sungguh tidak mau Bunda antar?" Cinta tersenyum tipis lalu menggeleng. "Ini sekolah formal pertama kamu, kamu serius bisa sendiri? Bunda khawatir sayang..." Rina menggenggam erat kedua tabgan putrinya. Seumur hidupnya, mungkin melepas Cinta untuk masuk dalam sekolah formal ada ketakutan terbesarnya. Cinta mengangguk semangat. Dikecupnya pipi kanan sang bunda sebagai mantra hilangnya takut juga khawatir. "Gimana dengan Vino?" tanya Rina penasaran. Baru saja Cinta hendak membuka mulut, suara Vino sudah menggema di ambang pintu. Lama-lama lelaki itu seperti Jelangkung, pulang pergi tak diantar. "Vino hadir!" Cinta menoleh dan mengerutkan keningnya. Ia menghela napas panjang saat melihat Vino menghampiri dirinya. Berbeda dengan Cinta yang tampak jengah dengan kehadiran Vino, Rina justru merasa senang dan lega melihat kehadiran Vino di hadapannya. "Bunda jangan khawatir, tenang aja. Biar Vino yang mengawal Cinta sampai ke sekolah dengan selamat." Rina tertawa. Padahal tadi ia sedih, tapi karena Vino ia bisa kembali tertawa. Lega dan bersyukur karena Vino selalu dengan senang hati berada di samping anak gadisnya. "Kita berangkat sekarang?" ajak Vino, tapi Cinta masih bergeming di posisinya. "Cinta, Vino udah ngajakin tuh. Nanti kalian terlambat sekolah, loh." Suara ibundanya langsung mengalihkan pandangan Cinta ke bawah. Ia mengangguk sekali, mencium tangan bundanya, lalu melangkah terlebih dahulu menuju pintu. Meninggalkan Vino yang sedari tadi sibuk menatapnya. Cinta melangkah perlahan. Menikmati tiupan angin yang menerpa tubuhnya. Pagi ini mendung, sehingga sinar matahari tak menghangatkan tubuhnya pagi ini. "Cinta!!" panggil Vino dari arah belakang. Dengan cepat ia mengejar langkah kaki Cinta dan menyejajarkan langkahnya dengan gadis itu. "Kamu kok diem aja, sih? Masih marah sama aku?" tanya Vino dengan mengawali percakapan pagi mereka. Vino masih ingat perdebatan beberapa hari sebelumnya dengan Cinta. Bagaimana emosinya Cinta saat tahu Vino memilih satu sekolah dengannya. Padahal sudah Cinta katakan, kalau Cinta tidak ingin Vino memilih sekolah yang sama dengan dirinya.  Bukan karena tak suka, Cinta hanya ingin menjaga kemungkinan terburuk yang akan terjadi seandainya Vino selalu ada di dekatnya.  "Maaf Cinta, tapi aku emang beneran pengen satu sekolah sama kamu. Walau kamu maksa aku buat cari sekolahan lain, aku tetep mau satu sekolah sama kamu. Karena aku emang mau nemenin kamu, dan mau ngabisin waktu SMA ini sama kamu." Cinta hanya bisa diam. Ia fokus dengan jalan setapak di depannya, dan mendengarkan semua ucapan Vino yang sejujurnya ingin ia abaikan saja. Vino memang selalu seperti itu. Anak keras kepala dan tak pernah mau mendengarkan apa yang Cinta katakan. Vino selalu berbuat dan bertingkah semaunya. "Di hari pertama sekolah kita ini, apa yang kamu harapkan?" tanya Vino. Ia masih berusaha membuat Cinta mau merespon dirinya.  Vino mendengus diam-diam karena tak mendapatkan respon apa pun dari Cinta. Sejak tadi gadis itu hanya berjalan dalam diam. Tak menanggapi panggilan Vino atau ucapan Vino padanya. "Cinta, aku nanya sama kamu. Apa yang kamu harapkan di hari pertama sekolah kita ini? Ooh.. aku tau! Pasti kamu berharap aku satu kelas sama kamu ya?" Vino menyodorkan kepalanya mendekat ke wajah Cinta. "Kan? Iya kan? Kan? Kan? Kan?" tanya Vino penasaran dengan bertubi-tubi. Cinta mendorong tubuh Vino pelan, agar tak terlalu dekat dengannya. "Ih, jahat kamu," kata Vino dengan tersenyum tipis. Setidaknya ia tahu Cinta sudah mau merespon dirinya yang bersalah karena bersikeras untuk tetap 1 sekolah dengan Cinta. Vino dan Cinta kembali berjalan dalam diam. Sesekali Vino melirik Cinta yang ada di sampingnya. Cinta yang bersebrangan dengan sinar matahari menyebabkan wajah Cinta membentuk sebuah siluet yang sempurna. Vino memgembuskan napas kecilnya. Dalam hati, sebenarnya ia sangat mengkhawatirkan Cinta. Cinta adalah gadis spesial. Cinta berbeda dengan kebanyakan orang. Mungkin Vino harus mengaplikasikan kata-kata yang ia ucapkan tadi pada bundanya Cinta. Saat ia mengatakan Cinta akan baik-baik saja, kini menjadi mantra yang senantiasa terucap dalam hati Vino. Vono janji akan selalu melindungi Cinta, apapun yang terjadi. Semalaman Vino terus berdoa, agar semesta mau memberikan kelancaran di hari pertama masa abu-abunya dengan Cinta. Vino terus berdoa, agar di masa SMA, Cinta mampu mendapatkan teman-teman yang tulus. Vino juga terus berdoa, agar masa SMA Cinta dapat menjadi kesan hidup yang paling berwarna seperti yang selalu Cinta impikan. Vino berharap Cinta bisa bahagia, dan ialah yang menjadi salah satu kebahagiaan Cinta.  ***** Cinta menatap pagar hitam yang menjulang tinggi di hadapannya. Vino dan Cinta akhirnya telah sampai di depan gedung sekolah SMA mereka. Selangkah lagi ia maju ke depan, maka Cinta telah menginjakkan kakinya ke tempat yang akan membawa dirinya 3 tahun ke depan. Tempat yang Cinta sendiri tak yakin akan memberi kesan seperti apa untuk dirinya.  Sebuah cerita memang selalu memiliki pemeran utama dalam setiap ceritanya. Dan masing-masing orang akan menjadi pemeran utama dalam cerita hidup mereka. Berbeda pemeran utama, maka akan berbeda pula jalan ceritanya. Terkadang cerita yang diharapkan tak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Cerita yang kamu harap happy ending, ternyata berbelok mengikuti keinginan semesta yang menginginkan ending berbeda, begitu pula sebaliknya.  Dan kini, Cinta telah sampai pada titik yang akan mengantarkannya pada cerita dengan skenario baru untuk 3 tahun hidupnya ke depan. Cinta juga tahu, saat ia maju melangkahkan kakinya ke depan nanti, ia harus siap menjadi pemeran utama di masa putih abunya. Entah skenario seperti apa yang telah semesta tentukan untuk dirinya. Cinta hanya bisa mengikuti alur skenario tersebut dengan berbagai macam harapan baik yang akan terjadi. "Cinta?" Cinta mengerjap. Menyadarkan dirinya dari poros lamunannya. Ia menoleh dan melihat Vino yang menatapnya dengan kening berkerut dalam. Kedua alis Vino menyatu, dan menatap bingung ke arahnya. "Kamu bengong? Gugup, ya? Mau pegang tangan aku?" tawar Vino. Cinta menggeleng. Ia bukan anak kecil lagi yang harus digenggam tangannya setiap saat. Cinta sudah besar. Cinta sudah dewasa. Dan sudah seharusnya rasa beraninya itu juga ikut tumbuh lebih besar. Cinta terus meyakini dirinya, bahwa ia bisa melewati 3 tahun hidupnya dengan aman dan tenang.  Dan Cinta juga sudah menyiapkan diri, jika seandainya ia tidak akan menjadi apa-apa di sekolahnya. Cinta juga sudah menyiapkan diri untuk segala keburukan yang akan terjadi di masa SMA nya. "Kalau gitu ayo masuk. Kita kan harus tau siapa aja teman sekelompok kita." Cinta hanya diam, tak mengangguk apalagi menjawab. Tapi saat Vino memimpin langkah, perlahan Cinta mengikuti dari belakang. Jantung Cinta terus saja berdebar tak karuan. Matanya langsung menangkap semua siswa yang sudah memakai atribut MOS berkumpul di tengah lapangan. Topi berbentuk kerucut yang dibuat dari karton hitam, tas karung, kaos kaki merah putih, dan segala bentuk perlengkapan yang menurut Cinta aneh.  Seakan sadar berbeda, Cinta langsung menatap tubuhnya sendiri. Padahal belum ada semenit Cinta melewati pagar sekolahnya, tapi rasanya seperti ia sudah melakukan 1 kesalahan besar yang akan berimbas untuk skenario hidupnya ke depan. Cinta baru menyadari bahwa hanya ia sendiri yang tidak memakai perlengkapan MOS di antara semua siswa yang lain.  "Cinta!!" "Cinta!" Vino mengibaskan tangan kanannya ke depan wajah Cinta yang diam dengan tatapan kosong.  Cinta mengerjap. Menyadarkan dirinya dari lamunan yang menyerang. Ia juga menatap tubuh Vino yang juga hanya memakai seragam putih biru seperti dirinya. "Kamu kok bengong terus sih?" Vino mendapati perubahan ekspresi wajah Cinta yang khawatir. Vino ikut melirik tubuhnya, dan seolah tahu apa yang Cinta pikirkan, Vino berkata. "Nggak usah khawatir, semuanya akan baik-baik aja. Ayo," Vino menarik ujung lengan jaket milik Cinta hingga tubuh Cinta secara refleks mengikuti langkah kaki Vino.  Bolehkah Cinta  berharap, semuanya akan terjadi seperti yang dikatakan oleh Vino? Bahwa tidak akan ada hal buruk yang terjadi. Bahwa semuanya akan baik-baik saja. Cinta berharap semesta akan sedikit berbaik hati padanya. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD