Jika diminta untuk menggambarkan sosok gadis hebat, maka akan Vino sebut nama sahabatnya, Chyntia Sekar Rembulan.
Jika diminta untuk menggambarkan sosok yang paling tangguh dalam hidupnya, maka akan Vino sebut nama sahabatnya, Chyntia Sekar Rembulan.
Jika diminta untuk menggambarkan sosok gadis cantik pemberani, maka akan Vino sebut nama sahabatnya, Chyntia Sekar Rembulan.
Dan jika ditanya siapa di dunia ini yang ingin Vino lindungi, maka akan Vino jawab nama sahabatnya, Chyntia Sekar Rembulan.
Sahabat satu-satunya milik Vino yang bernama Chyntia Sekar Rembulan.
Vino dan Cinta memang bukanlah 2 anak yang berteman hanya karena mereka bertetangga. Mereka berdua bukanlah 2 anak yang berteman karena sama-sama bermain di taman yang sama. Karena kedua orang tua mereka sudah lebih dulu saling mengenal, maka dari itu, sejak Vino dan Cinta terlahir, kedua orang tua mereka sudah sering mempertemukan Vino dan Cinta. Terlebih umur keduanya yang hanya terpaut 3 bulan.
Banyak orang yang bilang, bahwa Vino dan Cinta sudah seperti anak kembar yang ke mana-mana selalu bersama. Sejak mereka berdua saling mengenal, Vino selalu merasa penasaran dengan Cinta. Cinta seperti gadis misterius yang tak pernah mau diajak bicara. Seberapa banyaknya ocehan Vino tak pernah ada yang ditanggapi oleh Cinta.
Dulu ketika Vino berusia 3 tahun, Vino berada di puncak selalu ingin tahu segala hal yang ada du sekitarnya. Begitu pula rasa penasarannya yang begitu besar kepada Cinta.
Dari rasa penasarannya itulah, akhirnya Vino mendapatkan sebuah jawaban dari ayahnya, bahwa Vino memiliki seorang teman kecil yang bisu dan tak bisa berbicara.
Di kala itu, Vino kecil hanya tetap mengajak Cinta bermain berdua. Selama 2 tahun mereka bermain dalam diam. Karena Vino tahu Cinta tak bisa berbicara, maka ketika Vino sedang bersama Cinta, ia juga tak akan pernah membuka mulutnya. Yang mereka berdua lakukan hanyalah bermain, tersenyum, dan juga tertawa bersama.
☘️☘️☘️
Cinta menangis di atap sekolah. Atap sekolah yang sepi, dan hanya ada Cinta seorang diri di sana. Entah apa yang akan terjadi pada dirinya ke depan, akan dihukum seperti apa pun Cinta tak lagi peduli. Cinta hanya fokus untuk mencoba menenangkan dirinya sendiri.
Padahal Cinta sudah berjanji pada bundanya tadi, bahwa ia akan baik-baik saja di masa SMA nya ini. Tapi nyatanya, menjadi baik-baik saja juga sangatlah sulit. Semuanya kian sulit ketika hanya seorang diri tanpa ada Vino di sampingnya. Entah bagaimana jadinya jika Vino mengiyakan permintaannya yang meminta Vino untuk tidak satu sekolah dengannya.
Sebelum sesi perkenalan secara paksa di depan semua orang tadi, Cinta langsung kabur dan pergi menuju atap sekolah. Ia sungguh sangat membenci dirinya sendiri. Benci karena mengetahui sisi dirinya yang lemah. Benci saat menyadari ia takut seorang diri di dunia ini.
Cinta menepis bulir air matanya. Ia berusaha menenangkan dirinya.
Ini barulah permulaan, Cinta. Seiring berjalannya waktu, orang-orang pasti akan bisa menerima dirimu apa adanya. Kamu pasti bisa. Kamu sudah terlatih seperti ini. Kamu bukan lagi Cinta yang lemah. Kamu adalah remaja yang kuat. Bapak dan Ibu akan selalu ada di sisimu. Jadi kamu nggak boleh takut. 3 tahun ini adalah waktu yang singkat, Cinta. Kamu pasti bisa!
Cinta terus berusaha menguatkan dirinya sendiri. Karena kalau bukan dirinya sendiri yang berusaha kuat, walaupun kedua orang tuanya maupun Vino menguatkan akan sia-sia. Makanya Cinta akan terus berusaha semampunya. Cinta masih yakin, bahwa di dunia ini pasti masih akan ada orang-orang yang mau menerima dirinya apa adanya.
Cinta menarik dalam napasnya, lalu mengembuskannya perlahan. Terus seperti itu hingga ia merasa hatinya sudah merasa lebih baik. Beberapa saat Cinta mengulang terus aktivitasnya itu, ia tak sadar bahwa ada seseorang yang diam-diam memperhatikan Cinta dari belakang.
Di belakang Cinta, tepatnya di bangku panjang dekat lemari tak terpakai, baru saja terbangun seorang laki-laki dari tidurnya. Ia terbangun lantaran mendengar suara menangis yang berasal dari Cinta.
Laki-laki dengan seragam yang sudah tak lagi rapih itu menatap punggung Cinta dengan sinis. Saat matanya menangkap warna rok biru yang dikenakan Cinta, laki-laki itu mendengus pelan.
Satu earphone yang menyumpal telinganya ia lepas. Ia langsung beranjak berdiri dan pergi dari sana. Ia paling tidak suka ikut campur masalah orang. Dan ia paling benci jika ada orang yang mengganggu waktu tidurnya.
☘️☘️☘️
"Jadi, kamu sungguhan bisu? Tidak bisa bicara sama sekali?" tanya Bu Lastri. Orang nomor 1 di SMA Angkasa yang kini menjabat sebagai kepala sekolah. Bu Lastri memiliki perawakan tinggi besar. Rambutnya dicepol ke atas, dan memakai kacamata bulat nan tebal di tengah hidungnya.
"Bisa dengar?" tanya Bu Lastri lagi. "Nggak bisa, ya?" lanjutnya lagi sebelum Cinta memiliki kesempatan untuk menjawab pertanyaannya.
Kini Cinta dipanggil kepala sekolah ke ruangannya langsung. Saat Cinta kabur dari apel MOS tadi, Cinta langsung menjadi topik hangat satu sekolah. Apa yang Mira lantangkan tentang Cinta saat di lapangan tadi membuat semua orang berlomba-lomba mendapatkan info sempurna tentang siapa Cinta.
'Bisa,' kata Cinta dengan bahasa isyarat.
Kerutan berhasil tercipta di kening Bu Lastri. "Maksud kamu apa? Saya nggak ngerti," ucapnya.
Cinta menghela napas panjang mencoba sabar. Dengan perlahan Cinta membuka zipper tasnya, dan mengambil buku catatannya serta sebuah pulpen dengan tinta hitam.
Saya tidak bisa bicara, tapi saya bisa mendengar.
"Ooohhhh.... " Respon Bu Lastri ber-oh ria sampai puas. Setelahnya Bu Lastri menatap kasihan ke arah Cinta. Sungguh, Cinta tak butuh rasa kasihan orang lain.
"Harusnya kamu bilang kalau kamu bisu. Jadi kamu bisa dapat perlakuan yang berbeda dengan yang lainnya."
Cinta kembali menuliskan sesuatu di atas kertas notes, lalu menunjukkan tulisannya pada Bu Lastri dan 2 guru lainnya.
Saya tidak butuh perlakuan berbeda atau spesial. Perlakukan saja saya seperti anak yang lainnya.
Bu Lastri menatap lurus mata Cinta dengan alis terangkat sebelah. "Kamu yakin? Apa kamu bisa menyesuaikan diri di sekolah ini dengan baik tanpa perlakuan spesial?"
Cinta mengangguk mantap. Ia memang tidak memerlukan perlakuan spesial atau apa pun itu. Itu malah hanya akan membuat Cinta semakin merasa berbeda. Setidaknya biarkan Cinta menjadi 'sama' seperti siswa yang lainnya.
Bu Lastri mengangkat bahunya. Ia membenarkan letak kacamatanya lalu kembali menatap lurus mata Cinta. "Baiklah. Kamu bisa pergi sekarang."
Cinta melangkah maju dan mendekati Bu Lastri. Ia mencium tangan wanita paruh baya tersebutm
"Cinta!" panggil Bu Lastri lagi sebelum Cinta membuka pintu ruangannya.
Cinta kembali memutar tubuhnya. "Kamu diberikan kompensasi untuk tidak mengikuti kegiatan MOS seminggu ini, jadi persiapkan diri kamu minggu depan untuk kegiatan belajar."
Bibir Cinta tertarik membentuk sebuah senyum tipis. Anak itu mengangguk dan membungkukkan tubuh atasnya sebelum benar-benar meninggalkan ruangan Bu Lastri.
Bu Lastri yang melihat kepergian Cinta hanya bisa menghela napas panjang. Ia tidak menyangka akan mendapatkan anak murid yang memiliki keterbatasan khusus di sekolah yang ia pimpin ini. Ini semua karena ia tidak terjun langsung dalam pendaftaran siswa baru sehingga ia tidak bisa ikut menyeleksi masuknya murid baru ke Sekolah Angkasa ini.
Cinta melangkah keluar dari ruangan Bu Lastri dengan sekali embusan napas lega. Semoga kali ini Tuhan selalu bersama dalam setiap langkahnya. Langkahnya kini menjadi ringan karena satu beban seperti terangkat dari pundaknya. Pihak sekolah tetap memberikannya kesempatan untuk tetap bersekolah di sana tanpa melihat keterbatasan Cinta.
Sepanjang Cinta menjauhi ruang kepala sekolah untuk sampai di koridor kelasnya, banyak sekali orang-orang yang memperhatikan Cinta dengan berbagai macam tatapan.
Ada yang menatapnya kasihan, menatapnya sinis, menatapnya penuh kengerian, serta ada juga yang menatap Cinta seolah-olah kuman yang menjijikkan.
Cinta berbelok ke koridor kelasnya. Karena perasaannya yang kini sudah mulai tenang, Cinta mengabaikan semua tatapan yang ditujukan untuknya. Cinta hanya perlu menundukkan kepalanya agar ia tak perlu memperhatikan semua jenis tatapan orang-orang yang ada di sekitarnya.
Bruk!!
Cinta mundur beberapa langkah ke belakang. Keningnya sakit karena menghantam sesuatu yang berada di depannya. Ia memegangi keningnya yang sakit. Ia mengangkat kepalanya lalu menemukan seorang laki-laki yang sejak tadi ia cari keberadaannya.
Vino Faernando, laki-laki yang ia cari keberadaannya sejak tadi.
"Cinta!" seru Vino kaget.
"Kamu ke mana aja sih dari tadi?!" tanya Vino tak sabar. "Aku cari kamu ke mana-mana dari tadi." sejak apel selesai mencari keberadaan Cinta ke mana-mana.
Cinta mengangkat bahunya santai dan memberikan senyumnya untuk Vino. Dengan langkah santainya ia memimpin jalan ke depan dan berhenti untuk duduk di bangku taman sekolah.
"Jadi kamu habis dari mana tadi? Kenapa saat aku izin ke toilet setelah apel tadi kamu udah nggak ada?"
Cinta tak menjawab. Ia malah mengeluarkan kotak bekal makan siangnya. Cinta membagi dua bekal makan siangnya dengan Vino.
"Cinta, aku nanya sama kamu."
Cinta menoleh dan mendapatkan wajah Vino yang sudah tak sedap dipandang. Kening berkerut, hidung kembang kempis. Cinta tahu Vino mengkhawatirkannya.
Cinta menggelengkan kepalanya dan memberikan seutas senyum tipis untuk Vino.
"Beneran tadi nggak ada apa-apa?" selidik Vino. "Kok tadi perasaan pada rame gitu di lapangan? Dan mereka membicarakan tentang 'gadis bisu'. Apa yang mereka maksud itu kamu?" tanya Vino dengan hati-hati. Tak ingin menyinggung perasaan sahabatnya.
Cinta mengangkat kedua bahunya, pertanda ia tidak tahu apa-apa. Walaupun sebenarnya Cinta sangat tahu, yang menjadi bahan bincang dan gosip di lapangan tadi pagi adalah dirinya.
Kini kabar Cinta adalah gadis bisu sudah hampir terdengar seantero sekolahnya. Kakak panitia MOS bahkan ikut bicara pada guru dan menginginkan keringanan pada Cinta untuk tidak perlu mengikuti kegiatan MOS, karena Cinta adalah gadis bisu.
Miris memang, padahal Cinta tak perlu belas kasihan orang lain.
"Kamu tahu kan kalau aku akan selalu ada buat kamu?" Vino tentu tidak bodoh, ia tahu semuanya.
Vino tahu ada yang tak beres dengan Cinta. Bahkan saat ini, masih jelas terlihat bekas sembab di wajah Cinta. Vino bahkan tahu kejadian tadi pagi seperti apa. Saat mendengar gunjingan beberapa siswa mengenai gadis bisu yang ada di sekolah mereka, Vino langsung mengumpulkan semua informasi dengan cepat karena ia merasa bahwa yang menjadi bahan gunjingan itu adalah sahabatnya.
Besok akan Vino pastikan, orang-orang yang terlibat menyakiti Cinta akan berhadapan langsung dengannya. Tak akan lagi Vino tinggal diam.
Cinta tersenyum dan mengangguk mantap.
"Kamu harus berbagi semuanya ke aku. Kalau kamu sedih, kalau kamu takut, kalau kamu butuh sesuatu, kamu harus selalu bilang sama aku."
Manik hitam Vino yang begitu meneduhkan seolah mampu menenangkan perasaan Cinta jauh lebih baik. Ia sangat bersyukur karena memiliki seorang sahabat seperti Vino.
"Kamu dengerin aku nggak?"
'Denger,' kata Cinta menggunakan bahasa isyarat.
"Aku ngomong serius sekarang. Nggak lagi bercanda, Cinta."
'Aku tahu.'
"Untuk masa MOS ke depan, kamu banyakin istirahat. Jangan berpikiran yang macam-macam, dan yakinlah kalau semuanya akan baik-baik aja. Ada aku yang akan selalu jaga kamu."
'Kamu bukan superhero, Vino.'
"Aku tahu. Tapi aku akan tetap jagain kamu, sahabat terbaik yang aku punya di dunia ini."
☘️☘️☘️