2

1036 Words
Kriss memasuki ruangan lab dengan langkah pelannya, tubuhnya yang mulanya kotor kini sudah terlihat cukup bersih setelah sebelumnya dirinya mandi dan berganti pakaian yang sangat layak, Kriss menatap semua barang yang ada di dalam lab, di mana berbagai peralatan canggih terpampang nyata di depan sana, sebagian peralatan yang pernah ia lihat di dalam lab sekolah ini ada di dalam ruangan besar ini. Senyuman Kriss mengembang, membayangkan jika dirinya akan mampu menciptakan hal-hal baru yang akan di akui oleh dunia. "Kamu bisa memakai semua yang ada di sini dengan catatan apapun yang kamu ciptakan akan menjadi miliki perusahaan, kamu kerja dan di bayar jadi tak perlu merasa rugi." Jelas salah satu orang yang langsung di jawabi anggukan oleh Kriss. "Di sana adalah teman-teman yang akan bergabung sebagai kelompok denganmu, ingat sebelum menciptakan sesuatu kamu harus berdiskusi dengan mereka, buatlah semua laporan hal-hal yang akan kamu ciptakan nantinya." Lanjut orang itu seraya menunjuk ke arah dua orang yang ada di sudut tempat di dekat meja. "Dia Antonio, kamu bisa memanggilnya Anto, salah satu mahasiswa dengan nilai terbaik yang pernah ada, selain itu selama hidupnya Antonio akan berada di dalam lab ini karena terikat kontrak seumur hidup untuk membiayai semua kegiatannya selama ini." Jelas orang itu seraya menunjuk ke salah seorang laki-laki yang berdiri bersama seorang wanita yang ada di sudut tempat tadi. "Dan wanita yang ada di sana namanya Tiffany, dia putri dari pemilik perusahaan yang akan kamu ikuti, bersikap baiklah padanya, karena jika terjadi sesuatu padanya dan semua itu karena kesalahanmu, kamu tak akan pernah di maafkan oleh siapapun." Lanjut laki-laki itu lagi yang langsung saja membuat Kriss menganguk kembali. "Perkenalkan dirimu." Perintah laki-laki itu yang langsung saja membuat Kriss menolah dan menggaruk kepalanya pelan, bibirnya menguap dengan lebar, sangat tak sopan. Tiffany hanya mengernyitkan dahinya, dari mana anak buah ayahnya menemukan laki-laki ini? Dan sebenarnya apa yang mereka pikirkan saat membawa anak itu gabung bersama ke dalam lab yang sangat penting ini? "Hai, namaku Kriss, mohon bantuannya." Kata Kriss yang akhirnya memperkenalkan dirinya setelah sebelumnya berhasil menyelesaikan tingkah tidak sopannya. "Lulusan mana?" Tanya Tiffany dengan tatapan tajamnya. Kriss pun menoleh ke sana ke mari, tentu saja dirinya tak memiliki kepercayaan diri untuk mengakui jika pertanyaan itu di tujukan padanya, apalagi dirinya sudah sangat lama sekali tak bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. "Tidak dengar? Aku bertanya padamu." Tiffany meninggikan suaranya dan berjalan mendekat, membuat semua orang yang berpakaian jas memundurkan langkahnya dan meninggalkan Kriss yang masih diam di tempatnya, sekali lagi Kriss membuka bibirnya lebar karena menguap. Tiffany memejamkan matanya, bisa-bisanya dirinya akan bekerja dengan orang seperti ini, apa ayahnya berpikir akan menjadikan lab sebagai tempat bermain? "Aku lulusan SMP 46, hobiku game, cita-citaku sukses." Jawab Kriss dengan suara yang sangat khas akan dirinya sendiri. Semua orang hampir tertawa mendengarnya, bagaimana mungkin orang yang sangat buruk seperti ini bisa menginjak lab yang sangat mewah ini, bahkan apa tadi sekolah terakhirnya? SMP? Apa yang bisa di lakukan anak SMP di sini? "Usia?" Tanya Tiffany setelah sebelumnya memijit kepalanya pelan, kali ini dirinya benar-benar akan tamat jika bergabung dengan orang seperti Kriss, bagaimana bisa dirinya bekerja sama dengan orang yang tak berpendidikan sepertinya? Apa tadi hobinya? Game? Dan apa tadi cita-citanya? Sukses? Bukankah itu terlalu lucu untuk di katakan? "Tahun ini akan 27 tahun," jawab Kriss dengan berani, mengabaikan suara tawa yang terdengar dari orang-orang lain yang begitu meremehkan kemampuannya karena pendidikan yang terakhir yang ia ambil. "Apa yang bisa kamu lakukan?" Tanya Tiffany lagi, mencoba sabar agar tak berteriak di depan Kriss. "Game," jawab Kriss dengan mantap. Tiffany mengambil nafasnya panjang, dirinya bisa tumbang jika terus menerus menghadapi laki-laki ini terus menerus. Sebenarnya Tiffany sudah ingin menyerah, tapi sebelumnya ayahnya sudah memberitahu dirinya agar sedikit lebih sabar lagi, karena bagaimanapun laki-laki yang ada di depannya tak pernah bersosialisasi bersama orang lain, ayahnya juga sudah memberitahu jika laki-laki itu akan sangat berguna untuknya dan perusahaan. "Selain Game, apakah kamu bisa melakukan hal yang lain? Contohnya menciptakan teknologi baru atau memiliki pandangan baru akan suatu benda?" Tanya Tiffany setelah akhirnya berhasil mematahkan amarahnya. "Ada, kebetulan aku membawanya, tapi ada di dalam mobil." Jawab Kriss yang langsung saja berlari keluar tanpa pamit, semua orang hanya diam menatap ke arah Tiffany yang memijit kepalanya terus menerus sedari tadi. "Pastikan dirinya menemukan mobil yang di tumpanginya tadi." Perintah Tiffany yang langsung saja membuat orang yang tadi berada di dalam satu mobil dengan Kriss berpamitan keluar untuk menunjukkan tempatnya. Tiffany duduk di atas kursinya, mengambil ponselnya dan menghubungi ayahnya, dirinya bisa gila jika ayahnya terus memaksanya seperti ini. "Apa ayah gila? Dia benar-benar yang terburuk dari kandidat lain? Ayah pikir Tiffany akan membuat permainan? Hingga mengirim orang yang tak bisa di ajak bicara dengan baik itu?" Teriak Tiffany setelah sambungan telponnya berhasil tersambung. Tiffany terus terdiam saat mendengarkan kata-kata ayahnya yang sangat memuakkan, apa pentingnya laki-laki yang tak tahu sopan santun itu? Kenapa juga dirinya harus menyeretnya bergabung dalam penelitian barunya? Di mana dirinya akan menciptakan sebuah alat untuk membuat es Krystal dengan bahan baku angin, meskipun terdengar konyol dan tak memungkinkan, Tiffany sudah pernah menelitinya dengan hati-hati, hanya saja dirinya butuh seseorang yang memiliki pengetahuan lain agar membantu dirinya memecahkan masalahnya itu, dan apa yang ayahnya lakukan? Ayahnya seolah mengejek hasil penelitiannya dengan mengirimkan laki-laki tak berpengetahuan padanya. Kriss menatap deretan mobil yang terparkir di depan sana, tatapannya terus tertuju pada deretan mobil itu, mengingat-ingat di mana dirinya baik tadi. "Kau benar-benar tak mengingatnya?" Pertanyaan yang terdengar membuat Kriss menoleh dan menatap ke arah orang yang tadi satu mobil dengannya. "Ikuti aku." Kata laki-laki itu seraya menuntun langkah Kriss ke arah mobil, laki-laki itu mengambilkan barang milik Kriss dan menyerahkannya pada Kriss dengan tatapan tenang. "Pergilah jika tak mampu, lindungi hidupmu sendiri." Kata laki-laki itu yang langsung saja membuat Kriss terdiam dan menoleh, menatap ke arah laki-laki itu yang sudah pergi dan kembali masuk ke dalam sana. Kriss terdiam di tempatnya, tatapannya tertuju pada barang buatannya, barang yang akan menciptakan batu jika kita memasukkan sebuah debu, dan barang ini adalah barang ke lima belas yang berhasil ia ciptakan dengan bahan-bahan bekas yang ia temukan. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD