Lamaran Dari Tetangga Sebelah Rumah
Langkah kaki perempuan berusia 17 tahunan itu terhenti, ketika ia memasuki rumah dan melihat para penghuni di rumahnya mulai dari ART, pengurus kebun, supir bahkan ibunya sendiri tampak sibuk mondar-mandir tak seperti biasanya di dalam rumah.
Mereka terlihat sangat heboh, memindahkan beberapa barang dan menyusun furniture-furniture baru.
Bukannya gucci itu baru di beli Mommy seminggu lalu. Batinnya bergumam heran.
Menyadari kedatanganya, sosok wanita paruh baya yang berdiri sekitar 2 meter darinya itu pun menoleh dan menghampirinya dengan mimik wajah sumringah bahagia seperti habis menang lotre.
"Ya ampun, Sayang. Kamu sudah pulang. Sini cantik, Mommy ada kabar penting buat kamu. Duduk dulu yuk, Sayang." Seru beliau heboh menuntun putri cantiknya itu menuju sofa tidak sabaran.
"Mom. Ini ada apaan sih? Kenapa pada sibuk semua? Mau ada acara ya?" Celetuk gadis itu langsung to the point kepada sang ibu.
Wanita paruh baya itu malah tersenyum malu-malu, lalu menggenggam tangannya erat.
"Sayang, ada lamaran buat kamu." ucap ibunya bagai petir di siang bolong mengejutkan.
"HAH? APA? Mommy siapa yang mau nikah? Delisha belum lulus, Mom." Pekikkan Delisha Anastashia putri semata wayang di rumah ini seketika memenuhi seisi rumah.
Terlihat wanita paruh baya di depan Delisha tampak terkesiap beberapa detik mendengar suara pekikkan putrinya yang melengking. Sebelum akhirnya raut wajah beliau kembali tenang dan mulai menjelaskan dengan perlahan.
"Sayang, dengerin Mommy. Kamu nggak harus menikah cepat-cepat kok, kalian bisa tunangan dulu. Calon menantu Mommy juga nggak memaksa untuk kalian cepat-cepat menikah, setelah kamu lulus dan siap kita bisa membahas masalah serius itu lagi. Gimana bagus kan?"
Kepala Delisha geleng-geleng tidak mengerti.
"Mommy Delisha punya pacar. Kenapa Delisha harus terima lamaran dari orang yang nggak Delisha kenal, Mom. Mommy kok tega sama Delisha sih." ujarnya merajuk.
Ekpsresi tidak suka tiba-tiba tercetak di wajah Yunita ibunya saat mendengar soal pacar.
Ya. Delisha memang sudah punya pacar, mereka baru berpacaran selama 1 tahun. Tapi kedua orangtua Delisha tidak suka dengan pacar Delisha.
"Kamu nggak boleh sama anak itu. Mommy dan Daddy nggak suka dia. Lebih baik kamu sama pria yang mau melamar kamu Delisha. Dia orangnya baik, mapan, dari keluarga baik-baik, Mommy dan daddy juga kenal baik, dan kamu juga sudah pernah ketemu dia kok." seru Yunita menolak tegas tentang pacar putrinya tersebut.
"Mom, Dicky baik sama aku. Dan apa tadi Mommy bilang, aku pernah ketemu sama cowok yang mau melamar aku, emangnya dia siapa? Pokoknya Delisha nggak mau putus dari Dicky, titik."
"Itu, tetangga baru kita." sahut Yuni santai.
Mulut Delisha menganga terbuka kaget.
What.
Tetangga sebelah rumahnya.
"Tunggu dulu, maksud Mommy itu mas Reza?" seru Delisha bertanya dengan mimik masih kaget tidak percaya.
Apa-apaan cowok itu.
"Iya," jawaban ibunya semakin membuat Delisha tak habis pikir.
"Mom, Delisha aja nggak akrab sama mas Reza-Reza itu. Gimana bisa dia tiba-tiba melamar Delisha. Nggak, Delisha nggak mau, Mom." selorohnya tetap menolak.
"DELISHA." Potong Yuni memanggil nama putrinya penuh penekanan cepat.
Bibir gadis itu tertekuk, jika sudah mendengar ibunya berkata demikian, itu artinya Delisha tidak bisa membantah lagi.
"Mommy sudah kasih kamu kebebasan pilih sekolah sendiri, kebebasan dalam berteman, tapi untuk calon suami masa depan kamu, Mommy dan daddy yang akan memilihkannya untuk kamu. Terserah kalau kamu mau pacaran sama anak itu, tapi suami kamu kelak bukan dia paham." ucap Yunita dingin.
Mata Delisha memanas mendengar ucapan ibunya.
"Mommy jahat, Delisha benci Mommy!"
Delisha berlari menuju kamarnya di lantai dua dengan cepat, gadis itu bahkan tanpa sengaja menabrak asisten rumahnya hingga nampan berisi air minum jatuh ke lantai dan pecah.
"ASTAGA DELISHA! BERHENTI DELISHA!"
Yunita berteriak kencang memanggil nama putrinya marah, tapi Delisha mengabaikan teriakan beliau dan tetap masuk ke dalam kamarnya seraya membanting pintu kencang.
"Ya Tuhan, dasar anak nakal." Keluh wanita paruh baya itu mengelus dadanya lelah.
Di dalam kamarnya, Delisha membanting tubuhnya ke atas tempat tidur kasar. Posisi tubuhnya yang telungkup membuat ia bisa melihat kearah balkon kamar yang terbuka, di sana ia melihat gorden rumah tetangganya yang juga tersibak angin.
Delisha menggeram kesal.
"Ck, dasar cowok aneh, enak aja main lamar-lamar gue. Awas aja kalau elo masih berani datang ke rumah, gue bikin elo kapok. Huh." omelnya misuh-misuh marah di dalam kamarnya.
Capek marah-marah sendirian, Delisha pun akhirnya tertidur hingga langit berubah gelap.
Suara ketukan dari luar pintu mengejutkan gadis manis itu. Delisha mengusap matanya lalu melihat kearah balkon kamarnya yang masih terbuka dan suasana di luar sudah malam.
Ia terkesiap.
"Astaga, gue ketiduran." Ringisnya menggigit bibir bawahnya.
Kepalanya menoleh kearah pintu dimana suara ketukan kembali terdengar.
"Non ... Non Delisha, Non bangun Non."
Mendesah kasar, Delisha berjalan ogah-ogahan menuju pintu lalu membukanya. Sosok Bi Jum terpampang di hadapannya. Delisha menguap sekali dan membiarkan Bi Jum masuk kedalam kamarnya dengan sebuah paper bag di tangan beliau.
"Ya ampun, Non teh baru bangun? Mandi dulu ya Non. Biar Bibi yang siapin bajunya ya."
"...." Delisha tak membalas, tatapan gadis itu tertuju pada paper bag berwarna putih berukuran cukup besar dengan merk ternama yang membuatnya menghela napas kasar lagi.
"Tetangga sebelah jadi datang, Bi." Serunya dengan nada sedikit ketus.
Bi Jum tersenyum maklum, lalu mengangguk mengiyakan.
"Iya, Non. Sebentar lagi mas Reza dan keluarganya datang."
"Duh ... Bibi kok manggil namanya kaya udah akrab aja. Aku itu nggak mau Bi, kenapa sih Mommy mikir ide gila kaya gitu. Aku juga udah punya pacar, Bi." Delisha masih misuh-misuh tidak suka dengan niat lamaran tersebut.
"Non, Bibi tahu kalau Non nggak suka di larang-larang apalagi di paksa. Tapi nyonya sama tuan juga pasti tidak sembarang menerima lamaran mas Reza buat Non. Lebih baik, Non coba kenalan dan pendekatan dulu saja dengan mas Reza. Toh kata nyonya mas Reza itu pria baik, mas Reza juga tidai memaksa untuk buru-buru menikah sama Non." Bi Jum berseru dengan nada tenang menasihati anak majikannya perlahan.
Menekuk bibirnya kebawah, Delisha duduk di tepi ranjang menatap paper bag putih tersebut lekat.
Apa harus ia menerima lamaran itu, lalu gimana soal Dicky. Delisha tidak mungkin putus dari Dicky. Delisha sayang sama kekasihnya itu.
Di tengah perasaan bimbang dan kesalnya, Delisha akhirnya menuruti perkataan Bi Jum, wanita paruh baya yang sudah mengurus dirinya sejak bayi. Delisha tidak pernah membantah apapun nasihat dari beliau, hubungan yang dekat dengan Bi Jum membuat Delisha lebih nyaman dan sayang Bi Jum daripada kedua orangtuanya yang super sibuk tersebut.
Delisha duduk di sofa bersama kedua orangtuanya, gadis itu mengenakan dress pink pastel dan sibuk memainkan ponselnya. Ketika suara bel terdengar dan sosok yang tunggu datang, Delisha tetap menunduk tanpa menoleh sedikitpun atau pun tertarik.
Sampai suara berat dan ngebass sosok itu yang memanggil namanya membuat seketika bulu kuduk Delisha berdiri bergetar merinding.
"Selamat malam, Delisha."