PROLOG
Tepat pada tanggal 25 Desember 1912 kalender Kekaisaran, Gereja St. Church mengumumkan berita besar yang mengejutkan seisi Istana Kerajaan. Gereja besar yang telah berdiri bahkan sebelum lahirnya Kerajaan Ophelia itu mengumumkan ramalan besar yang menentukan masa depan Ophelia. Sebagai Raja Ophelia, Marquis de Bloich bersedia mendengarkan gereja meskipun ia merasa konyol untuk memercayai sebuah ramalan.
Aula Gereja St. Church diisi oleh seluruh Perdana Menteri dan kepala keluarga bangsawan teratas yang memiliki pengaruh besar bagi Ophelia. Selain itu, tentu saja keluarga kerajaan hadir sebagai tamu utama bagi pihak gereja. Kepala Uskup hadir setelah Raja dan Ratu menduduki singgasana yang sudah disiapkan. Acara pun dimulai.
“Selamat datang dan salam sejahtera bagi keluarga kerajaan yang diberkati oleh Tuhan. Sebuah kehormatan bagi kami untuk menerima kehadiran Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu pada malam ini. Tentu berlaku juga bagi seluruh instansi pemerintah dan seluruh kepala keluarga bangsawan yang juga hadir bersama,” ungkap Benedictus Anthony, sang Kepala Uskup Gereja St. Church disambut tepuk tangan singkat.
“Pada kesempatan berkumpulnya kita di malam kelahiran Tuhan yang suci ini, izinkan saya untuk menyampaikan kabar besar yang saya dapatkan sebagai utusan suci.” Benedictus menjeda, menerima sebuah gulungan cukup besar dari salah satu pastor. Ia membuka gulungan tersebut, berdehem kecil, membacakan. “Tepat satu minggu sebelum tiba hari kelahiran Tuhan, saya selaku Kepala Keuskupan St. Church, Benedictus Anthony, mendapatkan sebuah pesan suci dari-Nya yang berisikan masa depan Kerajaan Ophelia.”
Ungkapan Benedictus mengejutkan seisi gereja. Para Perdana Menteri kompak memasang raut terkejut, sementara seluruh kepala keluarga bangsawan mulai bergerak sambil berbisik tidak nyaman. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Ophelia, Gereja St. Church mengabarkan ramalan mimpi semacam ini tentu merupakan sebuah kejanggalan. Gereja St. Church tidak pernah mencampuri urusan politik kerajaan. Mereka hanya bergerak sebagai organisasi keagamaan tertinggi melebihi wewenang Raja dan Ratu dalam mengurus pernikahan, keagamaan, dan penobatan Raja beserta Ratu.
Tidak pernah ada sejarahnya Gereja St. Church mencampuri urusan politik dan keluarga kerajaan. Namun tampaknya di tahun ini, mereka menorehkan sejarah baru.
“Tepat pada hari kelahiran Tuhan yang suci dan bersih, akan lahir seorang Ratu masa depan Ophelia. Ratu yang ditakdirkan langsung oleh-Nya untuk memimpin Ophelia dan mendampingi Raja di masa depan. Sosok yang sudah mutlak ditunjuk oleh-Nya akan lahir pada hari ini, bertepatan dengan hari kelahiran Tuhan yang terkasih.”
Seisi gereja spontan tidak kondusif. Mereka yang datang karena rasa terpaksa dan menganggap semua hal yang akan disampaikan oleh gereja adalah sekedar omong kosong, kini terguncang oleh keterkejutan. Meskipun omong kosong, berita yang disampaikan oleh Benedictus Anthony sungguh bukan berita remeh temeh. Gereja benar-benar menyampaikan hal penting berkaitan dengan kerajaan, terlebih ini tentang Raja dan Ratu masa depan Ophelia.
Marquis dan Victorique tampak tidak terganggu setelah mendengar kabar besar yang diberitakan oleh sang Kepala Uskup. Sang Raja dan Ratu hanya duduk diam di singgasana, menantikan Benedictus selesai menyampaikan berita tersebut sampai selesai.
“Tidak hanya mendapatkan pemberitahuan kelahirannya saja, saya juga mendapatkan nama sang jabang bayi yang ditakdirkan langsung oleh-Nya. Seorang bayi dari keturunan keluarga yang bukan main-main statusnya,” Benedictus mengambil napas panjang sejenak, membuat atmosfer gereja semakin menegang menantikan, “Elizabeth de Gilbert, Ratu yang diutus langsung oleh-Nya.”
“Gilbert? Ratu yang terutus itu dari keluarga Gilbert?”
“Astaga, aku tidak bisa berkata-kata lagi.”
“Bagaimana bisa keturunan dari keluarga mengerikan menjadi pemimpin Ophelia?”
“Bukankah ini terlalu konyol dan omong kosong? Ada banyak perempuan-perempuan bermartabat lainnya yang pantas menjadi Ratu, kenapa yang terutus justru dari keluarga Anjing Penjaga Kerajaan?”
Marquis melengos. “Diam.”
Kegaduhan di gereja langsung sirna, terinterupsi oleh teguran sang Raja yang masih bersikap tenang-tenang saja bersama sang Ratu. Keduanya hanya memasang wajah datar seolah tidak berminat dan menunjukkan ketidakpercayaan terhadap Kepala Uskup.
Benedictus Anthony menutup gulungan, pertanda telah selesai menyampaikan seluruh pesan suci yang beliau dapatkan dari mimpi. “Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Tuhan menyampaikan pesannya kepada saya selaku Kepala Uskup yang menjadi perantara antara Tuhan dan umat-Nya. Selama ini, Gereja St. Church tidak pernah ikut campur dalam perpolitikan dan urusan pribadi keluarga kerajaan. Namun kini, Tuhan telah menyampaikan mandat suci terkait masa depan Kerajaan Ophelia. Ratu yang telah dipilih langsung oleh-Nya bernama Elizabeth de Gilbert dan itu tidak bisa diganggu gugat oleh apa pun.”
Tanggapan tidak terima kembali melontar. Seluruh penjuru negeri tahu bahwa sudah menjadi rahasia umum betapa mengerikannya keluarga Gilbert. Keluarga yang sudah fenomenal sejak kepala keluarga pertama, Eugene de Gilbert, menerima gelar kebangsawanannya berupa Grand Duke dan menjadi penguasa wilayah Alterius. Sosok Eugene de Gilbert dikenal sebagai manusia mengerikan berhati bengis yang menjadi salah satu kaki tangan Raja Ophelia, Anjing Penjaga Kerajaan. Selain itu, ia juga menjadi penguasa dunia hitam Ophelia. Melesatkan statusnya tinggi-tinggi sehingga secara spontan menarik banyak musuh.
Sejak perang kudeta terakhir meletus dan berakhir dengan kemenangan mutlak kerajaan, seluruh pelaku dieksekusi sampai habis tanpa ampun oleh Eugene de Gilbert. Tanpa ragu pria itu melampiaskan seluruh kemarahannya dan memberi peringatan keras kepada seluruh bangsawan untuk tidak main api dengannya. Sejak itu pula para bangsawan berhenti melancarkan penyerangan jalur peperangan dan memilih menggunakan metode lain untuk menghancurkan keluarga Gilbert.
Semengerikan itulah keluarga Gilbert. Namun kini terpampang berita besar dari Kepala Uskup Gereja St. Church yang menyatakan Ratu masa depan Ophelia adalah keturunan dari keluarga Gilbert bagaikan badai mengerikan menerjang tenangnya lautan.
“Yang Mulia Raja, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Kepala Uskup Benedictus, bukankah pesan mimpi yang beliau dapatkan itu terlalu… tidak meyakinkan?” tanya salah satu Perdana Menteri menyuarakan rasa tidak terimanya.
Menimpali pernyataan Perdana Menteri, kepala keluarga Potterbeast bersuara, “Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada segenap keluarga Gilbert, menurut saya tidak etis rasanya untuk langsung menunjuk bayi yang baru lahir untuk menjadi calon Ratu Ophelia. Terlepas dari itu adalah mandat langsung dari Tuhan yang Maha Pengasih.”
Marquis bertopang rahang di singgasananya, semakin memberi kesan meremehkan. “Memang benar. Rasanya tidak etis menunjuk bayi baru lahir menjadi calon Ratu Ophelia.”
“Benar, Yang Mulia. Kita bisa menjadikan hal ini sebagai bahan pertimbangan di beberapa tahun kemudian kala memilih kandidat calon Ratu. Langsung menunjuk bayi tidak berdosa sebagai calon resmi tampaknya tidak adil bagi perempuan-perempuan lain yang dirasa juga pantas mendampingi Yang Mulia Pangeran Ivander,” tutur kepala keluarga Potterbeast langsung disambut anggukan dan persetujuan dari Perdana Menteri dan kepala keluarga bangsawan lainnya.
Benedictus Anthony berdehem, menginterupsi. “Yang Mulia Raja dan Yang Mulia Ratu, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada pemimpin Kerajaan Ophelia, Tuhan tidak mungkin memilih Elizabeth de Gilbert begitu saja tanpa sebuah alasan di baliknya. Tentu saya pun tidak tahu mengapa Tuhan yang Maha Pengasih memilih Elizabeth de Gilbert, namun pilihan dan keputusan-Nya tidak pernah salah, bukan? Tampaknya akan menjadi hal yang lancang dan berdosa bagi kita bila meragukan perintah-Nya, apalagi bila tidak melaksanakannya.”
Melihat situasi dan kondisi mulai menegang antara pihak gereja dan instansi pemerintah kerajaan, Marquis mendengus geli. Jujur saja, ia pun merasa berita yang disampaikan oleh sang Kepala Uskup terdengar sangat konyol dan omong kosong. Sembilan puluh tiga tahun Kerajaan Ophelia berdiri, pihak gereja tidak pernah mencampuri apa pun selama masa pemerintahan kerajaan. Kini mereka tak tanggung-tanggung mencampuri hal yang sangat besar terkait calon Ratu kedelapan Ophelia.
Bagi Marquis de Bloich yang seumur hidupnya tidak begitu taat kepada Tuhan, kini melihat Tuhan mencampuri urusan keluarga dan negaranya membuat Marquis ingin tertawa keras.
“Bagaimana pendapatmu, Victorique?” tanya Marquis cukup keras, mampu menginterupsi perdebatan antara pihak gereja dan instansi pemerintah kerajaan. “Bagikan pendapat dan pemikiranmu tentang hal penerusmu selanjutnya ini.”
Victorique melengos pelan. “Aku tidak memiliki apa pun untuk dibicarakan. Bila memang Tuhan yang memilih dan menghendakinya, maka lakukan sesuai keinginan-Nya.”
Pernyataan sang Ratu membuat pihak instansi pemerintah kerajaan ternganga kaget. Mereka sangat paham bila sang Ratu mengutarakan pendapat pribadinya, sang Raja akan ikut-ikutan setuju begitu saja tanpa banyak protes maupun bertanya.
Sebuah skakmat.
“Jadi, kau setuju dan mempercayai Kepala Uskup?” tanya Marquis dengan seringai lebar.
“Aku tidak mempercayainya, aku hanya melakukan apa yang Tuhan ingin aku lakukan. Yaitu menunjuk Elizabeth de Gilbert sebagai calon Ratu kedelapan Ophelia.”
Seisi gereja dibuat lengang oleh pernyataan Victorique. Dengan begini, tidak akan ada yang bisa menentang Raja dan Ratu. Sang Raja akan melontarkan pendapat yang sama seperti sang Ratu. Tidak ada satu pun yang bisa menyangkalnya lagi.
Marquis tersenyum miring, menatap aula gereja yang lengang. “Jadi, begitulah, Kepala Uskup. Aku tidak memiliki apa pun untuk dibicarakan lagi.”
Pada malam Natal, sebuah sejarah besar Ophelia terukir. Bertepatan dengan sejarah besar lain di Alterius, tempat kelahiran sang calon Ratu kedelapan Kerajaan Ophelia.
***
Di waktu yang sama, Alterius dirundung duka.
Tepat hari ini, pemimpin Alterius dinyatakan meninggal dunia setelah terjadi penyerangan teroris di istana Alterius. Sekelompok teroris berhasil meledakkan bom dan membakar area Grand Palace di istana Alterius. Seperti yang diketahui, area Grand Palace merupakan area yang ditempati oleh Grand Duke dan Grand Duchess Gilbert. Penyerangan yang terjadi pada dini hari itu benar-benar mengguncang seisi istana dan tidak ada yang bisa mencegahnya.
Segalanya terjadi begitu saja.
Padahal hari ini, anggota keenam keluarga Gilbert terlahir ke dunia tepat pukul tujuh malam. Akan tetapi, belum dua puluh empat jam sejak kelahirannya, malapetaka terjadi. Berhasil merenggut kedua orang tuanya dalam sekejap.
Eugene de Gilbert dan Elliana de Gilbert menghembuskan napas terakhirnya sesaat setelah tertimpa reruntuhan dinding dan langit-langit kamar tidur mereka. Keduanya tidak sempat menyelamatkan diri karena kobaran api sudah mengepung di segala sisi. Ditambah pula dengan bangunan istana yang mulai meretak karena gempuran bom yang disiapkan oleh para teroris. Di detik-detik terakhirnya, Eugene dan Ellie melindungi anak bungsu mereka dari robohnya dinding.
Elizabeth de Gilbert, si bungsu yang belum berusia dua puluh empat jam, selamat dari malapetaka. Sebagai gantinya, Eugene dan Ellie meregang nyawa karena tertimpa ratusan reruntuhan.
Para pelaku berhasil melarikan diri, kini menjadi buronan besar Alterius.
Menyalahkan pun juga percuma karena semuanya sudah terjadi, tidak ada yang bisa dilakukan lagi selain menanggung duka.
“Arthur.”
“Aku tahu, Alice.”
Arthur, si sulung yang akan menjadi kepala keluarga Gilbert selanjutnya itu melangkah keluar dari ruang kerja ayahnya. Melewati adik kembarnya, Alice, tanpa berkata. Tidak ada air mata di kedua bola mata mereka. Tidak ada pula raut sedih. Hanya ada wajah datar tanpa ekspresi yang terkesan tidak merasakan apa-apa. Padahal, kedua orang tua mereka telah pergi meninggalkan mereka tanpa aba-aba di usia mereka yang masih dua belas tahun.
“Charles,” panggil Arthur pada kepala pelayan keluarga yang berjalan di belakangnya.
“Ya, tuan muda?” sahut Charles sigap.
Meski tenggorokan dan dadanya terasa sangat sakit, Arthur mampu menyuarakan perintah yang benar-benar semakin menyakiti rasa sakitnya. “Siapkan pemakaman ayah dan ibu.”
Perputaran takdir dimulai.
TO BE CONTINUED
[Halo para pembaca! Selamat datang di The Queen Quality! Cerita ini merupakan sequel dari The King's Lover yang tamat beberapa hari lalu. Kalian bisa membaca The King's Lover terlebih dahulu sebelum membaca The Queen Quality agar mendapat gambaran yang lebih detail tentang latar di kisah ini. Gratis kok, tidak berkoin. Terima kasih untuk kalian yang berkenan mampir di The King's Lover dan The Queen Quality. Kuharap kalian bisa enjoy dengan kisah baru ini!]