BAB 33

1654 Words
Melihat Alysa Flow memicu pertengkaran dengan perempuan lain bukanlah hal baru lagi di pergaulan sosial. Satu tahun sejak debut sosialnya, Alysa mulai berani merundung perempuan-perempuan lain yang dirasa terlalu mencolok baginya. Dia tidak ingin perhatian berpusat ke perempuan lain. Segalanya harus berpusat padanya. Itulah Alysa Flow. Alysa tidak ingin ada perempuan lain yang lebih mencolok darinya. Alysa harus menguasai pergaulan sosial demi mendapatkan peringkat teratas. Dia sangat berambisi menjadi Irina Battenberg kedua. Anak-anak di area kudapan hanya bisa melihat dari kejauhan. Tidak ada yang terkejut maupun berniat membantu Lizzy. Mereka tidak ingin terkena getah Alysa. Sama-sama merasa lelah untuk menghadapi gadis egois tersebut. Dahulu masih ada yang rela melerai, tapi setelah merasakan sifat Alysa, tidak ada lagi yang merelakan diri.   Ketika mereka mendengar pesta teh Irene menjadi debut sosial Lizzy, mereka sudah menduga gadis itu akan menjadi korban Alysa selanjutnya. Dan benar saja, tanpa harus menunggu lama, Alysa beserta dua temannya sudah menghampiri Lizzy. Kini, yang tidak mereka duga adalah keberanian Lizzy melawan Alysa. Mereka pikir Lizzy adalah perempuan yang berhati lembut dan tidak bisa apa-apa. Kesan itu melekat setelah Lizzy menghampiri mereka duluan untuk menyapa. Senyum cerah Lizzy dan lemah lembutnya membuat tidak ada yang berpikir Lizzy memiliki sisi berani semacam itu. Mereka bahkan nyaris lupa bahwa Lizzy dari keluarga Gilbert hanya karena senyum manis dan lemah lembutnya. “Kau… kau cukup berani, huh. Kau pikir kami hanya membual saja?” ujar Alysa mulai sedikit gentar karena perubahan watak Lizzy terlalu drastis. “Tidak, aku tidak berpikir seperti itu,” sahut Lizzy, bersedekap. Mata birunya mengamati Alysa dari atas sampai kaki lalu kembali ke atas, terkesan merendahkan. “Kudengar, kau yang berpotensi menduduki peringkat teratas dalam pergaulan sosial, Nona Flow. Jadi, ucapanmu tidak mungkin sekedar bualan.” Seringai Alysa kembali terpasang, dia ikut bersedekap. Menatap Lizzy dengan kesinisan yang intens. “Tentu saja. Aku cukup kagum melihatmu mengetahui reputasiku, setidaknya kau tidak sebodoh yang kukira. Karena kau sudah tahu, maka akan lebih mudah urusannya.” Yep, sudah kuduga itulah niatmu, batin Lizzy seiring wajahnya semakin datar menatap Alysa. “Apa maumu?” tanya Lizzy dingin. “Kami ingin mengunjungi rumahmu.” Alis Lizzy naik sebelah. “Rumahku?” “Ya, rumahmu,” Alysa maju selangkah, seringainya semakin lebar, “mudah, bukan? Kami sangat penasaran bagaimana kediaman Gilbert yang menjadi misteri, tidak ada satupun yang tahu. Dengan permintaan semudah itu, kami tidak akan menyebarkan kedekatanmu dengan bocah Weasley. Sangat menguntungkan untukmu, bukan?”   Lalu, membiarkanmu mengorek informasi jalan yang benar menuju rumahku kepada ayahmu agar anak buah ayahmu bisa sampai ke rumahku, huh? batin Lizzy tergelitik. Alice sudah mengantisipasi Lizzy dalam merespon permintaan seperti itu. Jadi, ketika Alysa menghampiri Lizzy dan mengancamnya, Lizzy sudah menduga itulah niat Alysa yang sebenarnya. Memaksa Lizzy untuk mengundangnya ke kediaman Gilbert guna mengetahui jalan yang benar menuju kediaman tersebut. Setelah Alysa tahu, Alysa akan menginformasikannya ke Count Flow, ayahnya. Count Flow termasuk musuh Arthur sejak lama. Lizzy tahu dan Lizzy tidak mungkin mengiyakan Alysa. “Kediamanku bukan rumah hantu. Tidak ada yang spesial di sana,” ujar Lizzy santai, menolak permintaan Alysa. “Maaf sekali, hanya orang-orang tertentu saja yang boleh mengunjungi kediaman Gilbert. Aku tidak memiliki hak atas perizinan semacam itu.” Wajah Alysa mengeruh. “Huh? Kau tidak menangkap maksudku, ya? Kau juga tidak mengerti sedang berada di situasi semacam apa.” “Aku mengerti. Kalian ingin datang ke kediamanku sebagai bayaran tutup mulut untuk tidak menyebarkan kabar kedekatanku dengan Gideon, bukan?” Beatrice maju. “Ya. Sebaiknya kau tidak memiliki pemikiran bodoh lain dan memilih keputusan yang tepat. Jika tidak—“ “Jika tidak, lalu apa?” Lizzy mengangkat dagu dengan wajah tidak peduli, mengejutkan tiga perempuan di hadapannya. “Kalian ingin menyebarkannya? Silahkan saja, aku tidak peduli sama sekali. Di detik aku menerima Gideon, aku sudah menerima segala resiko yang akan kuhadapi.” Alysa tertawa, tidak habis pikir. “Kau benar-benar perempuan tidak beretika dan tidak tahu terima kasih. Sudah bagus keluarga kerajaan menerimamu, tapi kau—“ “Sesungguhnya, Alysa Flow, aku memiliki kelebihan yang tidak kutunjukkan secara sembarangan. Aku memiliki kualitas sebagai calon tunangan Yang Mulia Pangeran dan itu pun diketahui oleh keluarga kerajaan,” sahut Lizzy langsung memotong ucapan Alysa membuat gadis itu mulai terprovokasi. “Alysa, dia mulai membual,” hujat Rose tidak percaya. “Ya, dia hanya membual. Kita semua tahu dia tidak pernah keluar dari kediamannya. Ini adalah pengalaman pertamanya keluar dari kediaman dan debut sosial,” timpal Beatrice kasual. Lizzy menyeringai kecil. “Oh? Apa ini? Kukira kalian kelompok sosialita tertinggi yang berpotensi menduduki peringkat teratas, tapi, bagaimana bisa kalian ketinggalan berita?” Pertanyaan Lizzy berhasil menyinggung Alysa, Beatrice, dan Rose. Mencubit harga diri dan merendahkan reputasi mereka. Alysa mulai tenggelam dalam amarahnya. “Kau merendahkanku?” Lizzy melambaikan tangan kecil. “Tidak, aku hanya terkejut melihat kalian berkata ini adalah pengalaman pertamaku keluar dari kediaman. Itu salah besar. Aku tidak menyangka kalian tertinggal kabar.” “Karena memang seperti itu faktanya. Jangan coba-coba untuk berbohong padaku!” sahut Alysa cukup kasar. “Faktanya, ini adalah pengalaman keduaku keluar dari kediamanku. Pengalaman pertamaku adalah pergi ke istana kerajaan untuk bertemu keluarga kerajaan.” Ucapan Lizzy membuat tubuh Alysa membeku di tempat. Dia tidak bisa mempercayai pendengarannya. Dia juga tidak bisa mempercayai ucapan Lizzy. Mana mungkin seperti itu, bukan? Elizabeth de Gilbert yang selalu dirumorkan perempuan tidak spesial yang memiliki hoki besar, diundang bertemu keluarga kerajaan, itu mustahil. Para bangsawan mempercayai Lizzy terpilih karena keberuntungan semata. Lizzy tidak pantas dan tidak berkualifikasi sebagai calon Ratu Ophelia. Dari dia terpilih sejak baru lahir, para bangsawan telah meyakini Lizzy tidak akan pernah cocok bersanding dengan Ian. Ditambah pula dengan fakta Lizzy seorang Gilbert, mindset itu semakin menjadi-jadi. Jadi, mendengar Lizzy diundang untuk bertemu keluarga kerajaan adalah suatu hal mustahil. “Tidak mungkin keluarga kerajaan mengundangmu ke istana. Kau tidak perlu membual, perempuan jelek. Kami semua tahu sejak dulu keluarga kerajaan terpaksa menerimamu karena perintah Tuhan semata. Mereka tidak menyukaimu sama sekali, terutama Yang Mulia Pangeran yang tidak suka perempuan. “Beberapa minggu lalu Yang Mulia Pangeran justru pergi ke Kerajaan Pennsylvania untuk bertemu dengan Putri Elesis, alih-alih bertemu denganmu. Kau bisa menyimpulkan sendiri dari fakta itu, bukan?” ujar Alysa berusaha membalik situasi. Lizzy menghela napas pelan. Kau tidak salah di bagian pangeran tidak menyukaiku. “Yang Mulia Pangeran pergi ke Kerajaan Pennsylvania karena tugasnya sebagai Pangeran Mahkota. Yang Mulia berkunjung untuk mempererat hubungan diplomatik Kerajaan Ophelia dan Kerajaan Pennsylvania sekaligus membahas kesepakatan kerja sama dalam komoditi sumber daya alam. “Putri Elesis sudah sewajarnya di sana untuk menyambut Yang Mulia. Lantas, untuk apa aku memikirkannya secara berlebihan? Alysa Flow, ini bukan opera sabun yang biasa tampil di teater.” Alysa melotot. “Kau—“ Bagus, teruslah marah dan pukul aku, Alysa Flow, batin Lizzy menahan senyum. “Alysa Flow, kau tidak memiliki hak untuk menilai kualifikasiku sebagai calon Ratu Ophelia. Dan ya, aku tidak membual. Aku sudah bertemu keluarga kerajaan dan mereka memperlakukanku dengan baik. “Kalian tertinggal berita besar semacam itu dan kalian bangga? Jika itu aku, aku akan sangat malu karena harga diriku terluka. Tapi, tampaknya, kalian tidak memikirkannya sama sekali.” Alysa tidak dapat menahan kekesalannya lagi. Dia maju dengan tangan kanan terangkat, hendak menampar Lizzy. Kejadian itu membuat anak-anak terkejut setengah mati, tidak menyangka. Selama ini Alysa tidak pernah sampai main tangan dalam mengganggu anak-anak lain. Tidak pernah ada juga yang dapat memicu Alysa sampai semarah itu. Lizzy tersenyum puas. Tujuannya berhasil. Dia hanya perlu menanggung satu tamparan kecil, lalu merasakan kemenangannya atas Alysa Flow. Dengan begini, reputasi Alysa akan jatuh tersungkur. “Nona Flow, kau gila?” Lizzy yang sudah siap menerima tamparan pun tidak merasakan apa-apa. Bukan tamparan yang datang, namun suara asing yang menegur Alysa. Kelopak mata Lizzy membuka. Dia mengerjap melihat empat anak-anak berdiri di hadapannya, menghadang Alysa. Empat anak yang terdiri dari tiga laki-laki dan satu perempuan itu membelakangi Lizzy sehingga Lizzy tidak tahu siapa mereka. Alysa beserta dua temannya mundur, terkejut bukan main melihat empat anak yang tiba-tiba melindungi Lizzy. Anak-anak yang mampu membuat Alysa tidak berani mendekati maupun cari masalah dengan mereka. “T—Trancy dan Phantomhive,” gumam Alysa mulai ketakutan sendiri. Satu-satunya perempuan yang melindungi Lizzy, menoleh ke gerombolan wanita yang tiba-tiba sudah berdiri tak jauh dari area kudapan. “Kalian melihatnya? Nona Flow hendak menampar Nona Gilbert tanpa punya rasa malu dan etika.” Para wanita tidak bisa menyangkal ucapan Kallista Trancy. Mereka melihat dengan mata kepala mereka ketika Alysa maju hendak menampar Lizzy. Kejadian itu nyata di hadapan mereka. Wajah Alysa, Beatrice, dan Rose memucat melihat para wanita bangsawan berdiri menatap mereka penuh tuduhan. Mereka tidak bisa berpikir sejak kapan mereka berdiri di sana. Selama mengganggu Lizzy, tidak ada yang menghampiri dan menegur mereka. Jadi, mereka pikir seperti yang sudah-sudah, anak-anak lain membiarkan dan tidak ada orang dewasa di dekat mereka. Namun, melihat para wanita berdiri tidak jauh dari mereka, hati mereka mencelos. Sepenuhnya sadar bahwa inilah akhir reputasi mereka. Ainsley dan Irene menghampiri Lizzy. Dengan wajah penuh penyesalan, Irene sedikit membungkuk. “Nona Gilbert, kami sangat menyesal atas kejadian ini.” ujar Irene. “Tidak apa-apa, Nona Battenberg. Ini bukan salah Anda, saya tidak merasa tersinggung,” sahut Lizzy dengan senyum khasnya. “Tapi, saya sungguh menyesal karena Anda harus tertimpa masalah seperti ini di pesta saya. Saya harap Anda tidak merasa buruk untuk menghadiri pesta-pesta di kediaman Battenberg selanjutnya. Tentu saja, kami akan menghapus nama Nona Flow, Nona Berk, dan Nona Wisteria dari daftar tamu kami,” ujar Irene membuat Alysa, Beatrice, dan Rose semakin pias. “Nona Battenberg, Anda salah paham. Kami tidak berniat seperti itu kepada—“ “Alysa Flow, kami melihatnya sendiri ketika tanganmu sudah terangkat, siap menampar Elizabeth. Tolong jangan semakin menodai perjamuan putriku dengan sikap burukmu,” tegur Ainsley tegas, lantas menoleh ke Countess Flow yang buru-buru mendekat. “Countess, maafkan kami, kami tidak akan menerima kehadiran putrimu di pesta-pesta Battenberg selanjutnya.” Keputusan tegas Duchess Battenberg menggegerkan seisi perjamuan. Tidak bisa menghadiri pesta Battenberg sama dengan kehilangan reputasi sosial. Bangsawan yang bernasib demikian sama dengan tidak memiliki harga diri sama sekali. Sebuah bom mengerikan yang berusaha dihindari oleh seluruh bangsawan, kini menimpa keluarga Flow, Berk, dan Wisteria. Lizzy bernapas lega. Tujuannya berhasil, meski ada sedikit rasa tidak tega melihat ganjaran yang harus ditanggung oleh mereka. Setidaknya, Lizzy berhasil menunjukkan seberapa kualitasnya sebagai calon tunangan Pangeran Mahkota. TO BE CONTINUED[Kalian enjoy nggak sih dengan alur lambat begini? Kupikir kalian akan bosan mengikuti karena alurnya lambat banget :( ]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD