BAB 40

1561 Words
“Johan, aku ingat hari ini Grand Duke Lawshall akan datang,” ujar Ian di sela membaca laporan akhir tahun. “Benar, Yang Mulia. Grand Duke Lawshall menuliskan keberangkatannya ke ibukota pukul satu siang. Jadi, beliau akan tiba di sore hari,” sahut Johan. Ian menghela napas pelan. “Kau sudah membawakan apa yang kuminta?” Johan sedikit membungkuk sebelum meletakkan satu berkas cukup tebal di meja Ian. “Semuanya telah saya cantumkan, Yang Mulia.” Ian meletakkan lembar di tangannya. Menyingkirkan belasan kertas dari hadapannya untuk mengecek berkas Johan. Lelaki berambut hitam kelam itu melipat kaki, bertopang dagu. Membuka lembar demi lembar dengan pembacaan sekilas. Seperti yang telah Ian sepakati bersama Victorique, dia setuju untuk membantu Grand Duke Lawshall dalam menyelesaikan kasus di wilayah Felsham. Kasus perdagangan dan penculikan anak itu telah terjadi selama dua minggu. Dalam kurun satu minggu, sepuluh anak dinyatakan menghilang. Targetnya adalah anak kecil dengan rentang usia empat sampai sembilan tahun. Waktu kejadiannya selalu sama, pukul delapan di malam hari. Enam dari sepuluh anak merupakan anak yatim piatu yang tinggal di daerah kumuh Felsham. Empat lainnya merupakan anak perkotaan. Setelah mengadakan penelusuran usai mendapatkan laporan kasus penculikan anak, petugas keamanan juga menemukan kasus yang sama di daerah kumuh. Sehingga angka penculikan meningkat dan jauh lebih buruk dari yang mereka duga. Dua minggu setelah Grand Duke Lawshall mengirimkan permintaan bantuan ke istana kerajaan, kasus penculikan itu melonjak drastis dan mulai menjadi ancaman teror. Tiga puluh anak menyusul sepuluh korban pertama. Karena protokol jam malam untuk anak-anak, waktu kejadian pun berubah menjadi pagi sampai sore hari. Ini menimbulkan teror bagi anak-anak. Tidak peduli ketika ada dan tidak adanya matahari, mereka tetap terancam oleh keberadaan penculik. “Ini cukup aneh. Aku ingat Felsham bukan daerah terbelakang, mereka makmur dan semaju Alterius. Apa yang terjadi dengan kinerja petugas keamanan Felsham?” komentar Ian usai membaca daftar anak hilang. Johan menghela napas pelan, prihatin. “Saya juga menyayangkannya. Selama ini Felsham sangat makmur dan sejahtera selama dipimpin oleh keluarga Lawshall. Entah kenapa, muncul oknum penculikan anak-anak ini yang cara kerjanya terlalu gesit. Sistem keamanan sudah diperketat sebaik mungkin oleh Grand Duke Lawshall dan rakyat sangat mematuhi protokolnya. Namun, tetap saja kecolongan.” “Kalau ini kasus perdagangan manusia, Grand Duke Gilbert pasti mengetahui sesuatu.” “Sejauh yang saya tahu, akhir-akhir ini Yang Mulia Raja telah menugaskan Grand Duke Gilbert mengecek ‘sesuatu’ di Pulau Exelle. Jadi, sayang sekali, kita tidak bisa meminta pertemuan dengan beliau.” Kening Ian sedikit mengernyit. “Earl Phantomhive atau Countess Trancy.”   Johan sedikit membungkuk. “Saya akan menghubungi mereka.” Johan pergi untuk melaksanakan tugasnya. Meninggalkan Ian bersama pengawal pribadinya. Ini memberikan masalah bagi empat pengawal Ian sebagai orang yang berada di dekat Ian. Cepat atau lambat, Ian akan mengajak mereka untuk membicarakan topik-topik berat yang terkadang tidak mereka mengerti. Tapi, mau tidak mau, mereka harus meladeni Ian sebaik mungkin. Pokoknya, profesi pengawal tiba-tiba berganti menjadi asisten pribadi keluarga kerajaan. Sebagai pengawal biasa, bagaimana bisa mereka mengetahui banyak hal.   Ian menyesap sisa teh tanpa mengalihkan fokusnya dari laporan Johan. Keningnya semakin mengernyit sembari meletakkan cangkir, Ibu jelas berkata aku tidak perlu memutar otak untuk menyelesaikan masalah ini. Tapi, otakku tidak mau berhenti memikirkannya. Satu hari telah berlalu sejak Ian dan Victorique membuat kesepakatan. Seluruh sampel laporan yang dikirimkan oleh Grand Duke Lawshall telah beralih ke meja kerja Victorique. Meja Ian telah bersih dari segala permasalahan tersebut. Ian hanya perlu duduk manis menunggu perintah Victorique. Namun, Ian benar-benar tidak bisa berhenti memikirkannya. Lantas berakhir menyuruh Johan membawakan perkembangan kasusnya. Segesit apa penculik ini sampai-sampai belum ada orang yang dicurigai sebagai tersangka, batin Ian heran, jika sampai di tingkat seperti ini, pasti orang-orang dari dunia hitam. Arthuria pasti mengetahuinya dalam sekejap. Sepengetahuan Ian, hanya tiga bangsawan yang berurusan dengan dunia hitam Ophelia. Tidak lain tidak bukan adalah sindikat yang dibentuk Marquis. Gilbert, Phantomhive, dan Trancy. Selain mereka, tidak ada yang bisa melalang buana secara bebas di dunia hitam. Bangsawan yang berurusan dengan dunia hitam terlebih dahulu harus berurusan dengan Arthur. Jadi, kurang lebih, Arthur mengetahui segala sisi busuk semua bangsawan Ophelia. Mencari pelaku di balik kasus perdagangan dan penculikan anak di Felsham bukan masalah besar bagi Arthur. Ian sedikit yakin Grand Duke Lawshall sempat meminta bantuan Arthur sebelum minta bantuan istana kerajaan. Ian juga yakin bahwa Arthur menolak turun tangan karena merepotkan. “Yang Mulia, apakah saya harus meminta pelayan untuk membawakan teh dan cemilan baru untuk Anda?” tawar Chester, membuyarkan pikiran Ian. Ian melirik cangkir teh dan piring kue yang telah kosong, lantas mengangguk kecil. Membuat Chester segera keluar dari ruang kerja Ian untuk mencari pelayan. Ian menutup laporan Johan, memutuskan untuk sejenak mengistirahatkan diri. Walau dia perfeksionis, dia harus tahu batas yang dimiliki oleh tubuhnya. Sia-sia saja mengerjakan segalanya tepat waktu bila esok tubuhnya tumbang. Menumpuk tugas-tugas lain. Mata merah Ian melirik kalender di sudut meja. Menyadari bahwa lusa tahun telah berganti. Cukup menggelitik bagi Ian. Waktu berjalan secepat itu. Seolah baru terjadi kemarin kala Marquis dan Arthur menandatangi pengukuhan pertunangan. Bahkan Ian masih mengingat pertemuannya dengan sosok Elliana de Gilbert dan si kecil Lizzy. Kejadian paling misterius yang sampai saat ini tidak bisa dipecahkan oleh logika Ian. Kini, tiba-tiba saja lusa Ian dan Lizzy resmi bertunangan. Si kecil Lizzy. Ah, perut Ian sedikit tergelitik. “Lusa aku akan bertunangan, huh,” celetuk Ian, mengagetkan tiga pengawalnya karena tiba-tiba memecah keheningan. “Tidak terasa sekali.” Tiga pengawal Ian saling melempar lirik, ragu-ragu. Topik pertunangan. Topik paling sensitif. Aku tidak ingin meladeninya di topik ini, batin Dale mengirim sinyal seolah sedang bertelepati dengan Ben dan Chloe. Susah payah Ben menelan ludah, Aku takut salah lagi. Tolong, jangan aku. Chloe, majulah! Chloe mendecak pelan, lirikan tajamnya menghunus Ben dan Dale, Aish, kapan kalian bisa berguna. “Benar, Yang Mulia. Tidak terasa Anda dan Nona Elizabeth akan resmi bertunangan. Saya turut bahagia untuk kalian,” ujar Chloe dengan senyum cerah penuh rasa terpaksa. Mengundang acungan jempol dari Ben dan Dale di sampingnya. Ian mendengus geli, bergerak membuka laci meja kerjanya untuk mengambil kotak tinta pena yang baru. “Baru kemarin dia masih kecil dan tidak berdaya. Hanya bisa menangis dan merengek. Sekarang dia sudah bisa menggerutu dan mengomel.”   Chloe langsung bingung bagaimana merespon ucapan Ian. Kurang lebih, dia tidak tahu apa yang Ian maksud. Dilihat dari ucapannya, Ian pasti menilik dari beberapa hal yang telah terjadi di antara dirinya dan Lizzy. Chloe tidak tahu apa yang telah terjadi di antara mereka, jadi dia kehabisan kata-kata. “Ah, bahkan dia juga bisa sedikit berakting. Dia tumbuh dengan baik,” kekeh Ian setelah meletakkan kotak tinta baru, mengganti kotak tinta yang telah kosong. “Apakah ada hal baik yang telah terjadi di antara kalian?” tanya Chloe tanpa melepas senyum lebarnya, padahal dirinya sedikit takut menanyakannya. “Hal baik?” beo Ian sambil menopang dagu menatap ketiga pengawalnya dengan wajah datar. “Mungkin bisa dikatakan semacam itu.” Dale tersenyum sedikit canggung. “Saya ingat saat perjamuan makan, Anda datang dengan membawa sebuah tas tangan perempuan.” “Itu dari Elizabeth,” sahut Ian kasual, mengundang kekagetan pengawalnya. “Dari Nona Elizabeth?” beo Ben melongo. “Ya. Isinya sekantung biskuit dan cookies rumahan buatannya sendiri,” Ian menyeringai kecil, meledek, “bentuknya sangat menggelikan. Tidak cantik sama sekali.” Wajah kaget pengawal Ian semakin menjadi-jadi. Mata mereka membulat sempurna dengan mulut terbuka lebar, syok. Reaksi mereka sangat konyol. Begitu pula wajahnya. Ian nyaris tertawa melihat respon terkonyol mereka saat ini. “Bila kami boleh tahu, bagaimana rasa biskuit dan cookies itu, Yang Mulia?” tanya Dale penasaran. “Terlalu manis, tidak enak,” jawab Ian tanpa ragu. Chloe manggut-manggut kecil, paham. “Anda tidak suka makanan manis.” Wajah Ben sedikit memurung. “Kalau begitu, apakah Anda membuang sisa biskuit dan cookies? Sayang sekali.” “Wajar-wajar saja, Ben. Yang Mulia tidak suka makanan manis,” sahut Dale membuat Ben merengut. Chloe mengangguk pelan. “Yang Mulia pun pasti terpaksa membuangnya. Lagipula, Nona Elizabeth pasti sudah memprediksi kemungkinan semacam itu dan berpesan kepada Yang Mulia bahwa tidak apa untuk membuangnya.”    Ian mendengus pelan. “Omong kosong. Aku menghabiskannya.” Ben, Chloe, dan Dale menoleh serempak ke Ian dengan mata kompak melotot. Kembali memasang raut terkonyol mereka. Pikiran mereka langsung kosong tersapu bersih. Sangkalan Ian menggema keras dalam kepala mereka selayaknya teror. Mau dipikir berapa kali pun, rasanya sangat mustahil! Sejak dulu, Ian tidak suka makanan manis. Dia lebih suka cokelat hitam daripada cokelat biasa. Ian lebih suka teh hitam dengan sedikit gula. Seluruh kue yang dikonsumsi Ian adalah kue berbahan dasar cokelat hitam. Ian tidak pernah makan macaroon dan kue-kue manis. Semua pelayan dan koki istana sangat mengenggamnya sebagai protokol umum kerajaan. Jadi, ketika Ben, Chloe, dan Dale mendengar Ian menghabiskan biskuit dan cookies manis buatan Lizzy, mereka tidak habis pikir. Mereka sangat ingat reaksi Ian ketika seorang pelayan baru di istana salah menyajikan kue kepada Ian. Pelayan itu langsung dijatuhi hukuman potong gaji enam puluh persen selama tiga bulan. Lantas, apa yang diucapkan Ian sekarang terdengar sangat mustahil terjadi. “Apa-apaan kalian? Kenapa diam?” tanya Ian heran melihat tiga pengawalnya terpaku kaku di tempat. Ben mengerjap pelan, mengendalikan diri. “Yang Mulia, Anda benar-benar menghabiskan biskuit dan cookies manis buatan Nona Elizabeth?” Alis Ian naik sebelah. “Ya. Aku mengoleskannya ke cokelat hitam cair agar bisa kumakan.” Bahkan Yang Mulia sampai repot-repot mengoleskannya ke cokelat hitam cair agar bisa dimakan dan dihabiskan. Apakah ini keajaiban Tuhan, batin Dale terharu. “Nona Elizabeth pasti akan senang mendengar Anda menghabiskan biskuit dan cookies buatannya,” puji Chloe tulus membuat Ian mendengus sedikit kasar. “Aku hanya tidak mau mendengar omelan ayah. Dia pasti menyadari bahwa aku membawa tas itu dan menyuruh Ronald memata-mataiku,” sangkal Ian ketus, “aku tidak ingin mendapat biskuit dan cookies buatannya lagi.” Terjemahannya, Anda ingin mendapatkan biskuit dan cookies buatan Nona Elizabeth lagi, batin Ben dan Dale sambil manggut-manggut serta senyum hangat ke arah Ian.    TO BE CONTINUED [Sorry for the long waiting, guys! Kemarin agak nggak enak badan gara-gara lumayan kecapekan, so, yes, I'm very sorry karena nggak update, hehe. Kuharap chapter pendek ini dapat sedikit membahagiakan kalian :"" ]
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD