Sebuah Permainan

1068 Words
Aku mengerjapkan mata berkali-kali. Silau mulai menerpa wajah, kurasa matahari sudah kembali muncul ke permukaan untuk membangunkan semua mahluk bumi, meskipun aku tidak berniat untuk bangun pagi-pagi. Namun, ada yang aneh. Tidak ada lagi telungkup di atas ranjang yang selalu menjadi tempat pembaringan, aku terbangun di tempat lain yang entah bagaimana ceritanya bisa sampai seperti ini. Di depan sana, bambu-bambu yang dirakit sedemikian rupa, terlihat seperti sebuah panggung kecil tempat para tanaman di dalam pot berwarna coklat menari-nari. Lagi, demi memastikan bahwa mataku tidak benar-benar bermasalah, aku mengucek nya berkali-kali. Tapi, tempat ini tidak berubah. Aku memang sedang berada di suatu tempat yang ku ketahui bernama Zen Garden. Ku coba hitung pot-pot coklat yang ada di atas rakitan bambu, pas. Jumlahnya sama persis dengan yang terakhir kali kumiliki dalam game yang sedang kumainkan. Ini adalah Zen Garden yang kukelola. Apa aku terlalu terobsesi pada game ini sampai-sampai tidur pun aku memimpikannya? Atau, karena aku terlalu sering menghabiskan waktu di depan laptop sehingga semua yang kulihat, kuingat baik dalam kepala? Atau jangan-jangan, ini ulah virus sialan yang belum ada penawarnya itu? Jangan bilang, virus itu memanipulasi pikiran hingga aku mengalami halusinasi tingkat akut? Berkali-kali, ku gelengkan kepala. Semua pertanyaan yang berputar-putar tanpa mendapat jawaban yang pasti membuatku semakin pusing. Entah mimpi atau bukan, aku hanya perlu mengikuti alurnya. Tiba-tiba, dari salah satu pot yang berisikan benih tanaman itu muncul gelembung dengan gambar tetesan air di dalamnya. Aku tahu. Itu adalah sebuah tanda dari tanaman ketika ia haus dan minta disiram. Tanpa pikir panjang, aku berjalan ke sudut ruangan dan mengambil gembor berwana hijau, persis dengan yang ada di layar laptop. Semuanya sama. Letak pupuk, gembor, pot-pot bunga itu, bahkan warna gembor sekali pun. Luar biasa. Aku memainkan game ini secara live! Setelah kusirami pot-pot coklat dengan benih tanaman itu, gambar di dalam gelembung seketika berubah. Tetesan air sudah hilang, mereka sudah tidak haus lagi. Berganti dengan gambar pupuk yang kebetulan baru saja aku beli di Carzy Dave si laki-laki gila yang perkataannya sedikit terdengar aneh. Akhirnya, kuambil pupuk yang terletak di sebelah gembor dan mulai menabur nya di atas pot-pot coklat milikku itu. Seketika, benih yang tadinya hanya seperti kecambah itu membesar. Di pot yang pertama, tumbuh bunga berwarna kuning yang ku ketahui bernama Marygold. Aku beralih pada pot kedua yang juga meminta diberi pupuk. Kecambah pada pot kedua kemudian tumbuh menjadi dua buah Cherry merah yang kuketahui adalah Cherry Boom yang biasa kupakai untuk meledakkan para zombie dalam permainan. Di pot ketika, tumbuh kentang tanam yang juga bisa meledak. Pot ke empat, aku kembali mendapat Marygold dengan warna yang berbeda. Setelah semua gelembung itu ku bersihkan dan tanaman-tanaman itu sudah merasa puas, mereka mulai mengeluarkan dua koin emas. Dengan sigap, aku mengambilnya dan menaruh pada saku pakaian yang kukenakan. Andai koin emas ini benar-benar bisa kugunakan di dunia nyata. Mungkin aku tidak perlu pusing-pusing dengan segala beban dan pikiran karena baru saja menjadi seorang pengangguran. Sudah cukup bermain di Zen Garden, aku melangkah menuju pintu ruangan yang semuanya berdinding kan kaca ini. Tak sabar rasanya melihat bagaimana mimpi yang sangat terstruktur dengan baik akan membawa ku bermain. Ketika sampai di luar, aku melihat sebuah pohon besar. Di sebelahnya, ada sebuah tembok yang juga lumayan besar berisikan tiga tombol dengan tulisan yang berbeda tiap tombolnya. Aku berusaha mendekat. Tembok ini terlihat mirip dengan yang ada di dalam game itu. Benar. Aku tidak salah lagi. Pasti aku bermimpi sedang bermain di dalam game yang aku mainkan akhir-akhir ini. Tombol pertama di tembok itu bertuliskan petualangan. Aku tahu, itu pasti mode yang pernah kumainkan sebelumnya. Berisikan stage demi stage yang harus aku tempuh, melawan para zombie yang hendak masuk ke belakang rumah dan memakan otakku. Yang kedua, tombol bertuliskan bertahan hidup. Survive. Aku belum tahu yang ini karena belum sempat memainkannya. Mungkin terlihat sama saja dengan permainan Petualangan yang ada pada tombol pertama. Entah. Kurasa ada saatnya aku mencari tahu tentang itu. Di tombol yang ketiga ada tulisan permainan. Sepertinya ini yang paling bersahabat di antara tombol-tombol yang lain. Seingat ku mode permainan ini terdiri dari beberapa game yang seru. Maka, tanpa pikir panjang, tanganku yang lumayan besar itu menekan tombol buang ketiga. Tombol dengan tulisan permainan di dalamnya. Aku beringsut mundur. Terkejut. Tembok itu bergerak, tenggelam ke dalam tanah, persis setelah tombol yang ketiga kutekan. Luar biasa. Kemudian, dari lapang yang luas di depanku itu, muncul empat pintu berwarna putih yang juga memiliki tulisan di masing-masing pintunya. Pintu pertama bertuliskan Wallnut bowling. Lalu di pintu kedua bertuliskan Slot Machine, yang ketiga memiliki tulisan Portal Combat dan di pintu terakhir ada tulisan Whack a Zombie. Meski sempat ragu-ragu, tidak ada lagi jalan untuk mundur. Rasa penasaran lebih besar ketimbang nyaliku. Maka setelah terdiam beberapa jenak akhirnya ku langkahkan kaki pada salah satu pintu. Sepertinya, permainan ini akan sangat seru. Aku mengambil pintu yang paling kiri. Pintu yang bertuliskan Wallnut Bowling. Jika dari namanya, aku berpikir mungkin sesuatu yang seperti bowling. Aku perlu melemparkan bola dan mengenai mereka. Sepertinya. Aku tidak tahu pasti. Sebelumnya, tak kutemukan jenis permainan ini di dalam game di laptopku. Tanganku sudah menempel di gagang pintu. Setelah menarik napas dan bersiap untuk memulai permainan, akhirnya kubuka pintu tersebut. Rupanya ini adalah halaman belakang rumah. Aku melihat sekeliling. Di sebelah kanan dan kiri, ada banyak kacang kenari berukuran raksasa karena berkali-kali, tidak. Lebih tepatnya berpuluh-puluh kali lipat dibanding kacang kenari yang biasa ku makan. Besarnya seperti seorang anak laki-laki, hampir setinggi d**a. Jadi, dengan kacang kenari raksasa ini, apa yang harus kumainkan? Tak lama, terdengar suara aneh dari ujung halaman belakang rumahku. Suara yang menyedihkan dan yaa, sedikit mengganggu telinga. Terdengar seperti ‘Brain'. Kurasa, itu adalah pertanda bahwa mereka, para zombie itu sudah siap menyerang untuk memakan isi kepalaku. Setelah melirik ke kanan kiri, aku tahu apa yang harus kulakukan dengan kacang-kacang kenari raksasa ini. Jika diingat benar-benar, sebelum pintu ini terbuka, ada tulisan Wallnut Bowling. Bukankah itu terdengar seperti sebuah petunjuk? Kacang-kacang kenari ini sebagai bola dan mereka, para zombie yang berjalan ke arahku adalah pin yang bergerak. Maka, aku harus melemparkan kacang-kacang kenari ini agar aku bisa memenangkan permainan. Tapi, papan yang menghalangi kacang-kacang itu tertutup. Ku coba tarik dengan paksa, kayu itu tetap kokoh menghalangi kacang kenari. Sementara, dari ujung sana sudah terlihat kepala yang warnanya tak terlihat sama dengan milikku. Mata yang tidak beraturan, darah yang keluar dari bibir-bibir mereka, dan langkah-langkah kaki yang tergopoh-gopoh itu mulai mendekat. Apa yang harus aku lakukan? 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD