“Er,, kita makan dulu ya, gue udah lapar nih.” Ujar Choki sambil memegangi perutnya yang membucit bahkan kancing baju hampir saja meletus.
“Pulang aja.” Jawab Erlanda singkat, jelas, padat.
Hari ini adalah hari yang panjang bagi Erlanda, bagaimana tidak pagi-pagi sekali ia harus berjalan kesekolah yang berjarak sangat jauh dari rumahnya, kemudian di hokum karena terlambat, sekarang terjebak dengan Choki dengan 1001 kelakuan ajaibnya.
Choki mencebik kesal, sudah hampir 2 jam mereka berkeliling mall ini untuk membeli boneka untuk kado adiknya, dan sudah mendapatkannya. Tentu saja sudah banyak energi yang telah ia keluarkan dan ia butuh asupan gizi untuk mengisi ulang tenaganya lagi bagaikan hp yang lowbatt begitulah kondisinya kini lelah, letih, lesu.
Choki menghentikan langkahnya membiarkan Erlanda terus berjalan, ia sudah tidak kuat lagi berjalan ia butuh makan.
Erlanda menghentikan langkahnya setelah mengetahui Choki tidak lagi mengikutinya berjalan, Erlanda sangat takut Choki akan menghilang lagi dan membuatnya harus mencarinya kemana-mana dan hal itu sangat melelahkan.
Erlanda membalikkan badannya dan melihat Choki memasang wajah cemberut kepadanya, karena Erlanda adalah teman yang baik, Erlanda kembali ke belakang menghampiri Choki, dan hal itu membuat wajah Choki yang awalnya cemberut berubah seketika melebihi kecepatan cahaya, kini Choki tersenyum senang menampakkan deretan giginya yang sedikit berantakan, tapi itu lah yang membuat Choki terlihat seperti pemuda lucu dan bersahabat.
“Ada apa Chok?” tanya Erlanda
“Gue lapar Er, yuk makan.” Ajak Choki.
“Gue yang bayar, sebagai rasa terimakasih gue karena udah mau nemenin gue.” Sambung Choki demi membujuk Erlanda.
Sebenarnya Erlanda juga ingin makan tapi uangnya sekarang tidak cukup untuk makan di tempat seperti ini, uangnya hanya ada 10 ribu di dalam dompetnya, mana ada makanan seharga 10 ribu di Mall sebesar ini. Tapi menerima ajakan Choki untuk makan walaupun ditraktir Erlanda enggan karena ia tidak mau merepotkan orang lain walaupun temannya sendiri untuk kesenangan dirinya.
“Gimana Er?” Tanya Choki sekali lagi, karena menunggu jawaban dari Erlanda yang tak kunjung menjawab.
Sebelum mendengar jawaban Erlanda, Choki segera menarik tangan Erlanda agar mengikutinya menuju ke arah tempat makan yang menjadi tempat makan favoritnya.
Choki melakukan hal itu karena sangat mengenal Erlanda, mereka sudah berteman hampir 5 tahun dan Erlanda tidak pernah ingin ditraktir jika ia tidak punya uang Erlanda lebih memilih untuk menahannya daripada meminta belas kasihan kepada orang lain. Tapi kali ini ia harus berhasil mentraktir Erlanda, bagaimanapun caranya, karena sejak tadi sudah berulang kali suara perut Erlanda terdengar oleh Choki, tapi ia pura-pura tidak mendengarnya demi menjaga harga diri temannya itu.
Erlanda hanya diam ditarik oleh Choki, pasrah akan dibawa Choki kemana.
Choki menghentikan langkahnya dan melepaskan pegangannya dengan Erlanda.
“Dah sampai.” Ujar Choki, mereka sekarang sudah berada di tempat makan yang cukup ramai yang tertulis dengan jelas nama tempat ini D’Eat. Erlanda merasa asing dengan tempat seperti ini seumur-umur ia tidak pernah makan di tempat seperti ini, tempat makan yang terasa sangat mahal bagi seorang Erlanda yang biasanya hanya makan di warteg atau rumah makan pinggir jalan yang itupun jarang karena ia selalu makan di rumah makan masakan ibunya, yang menurutnya adalah makanan terenak di dunia walaupun hanya tempe goreng.
Choki menjelajah tempat ini, ia sudah sangat hafal tempat ini. Choki berbeda dengan Erlanda, Choki berasal dari keluarga berada, ayahnya adalah seorang manajer di sebuah perusahaan besar dan ibunya adalah arsitektur yang sudah memiliki banyak pengalaman, berbeda dengan Erlanda, ayahnya sudah lama meninggal dan sekarang Erlanda hanya memiliki ibu yang membuka toko kue kecil-kecilan di pinggir jalan.
“Kosong tu Er.” Ujar Choki sambil menunjuk salah satu meja yang kosong di sudut ruangan.
Choki melangkah duluan diikuti Erlanda, setelah sampai di meja itu, seorang pelayan menghampiri mereka berdua.
“Selamat Sore Mas” Sapa pelayan itu ramah
“Selamat Sore Mbak” balas mereka berdua
“Silahkan ini menunya dan belnya Mas, jika sudah ingin memesan silahkan di tekan saja belnya” jelas pelayan dengan ramah sambil memberikan dua buku menu dan satu bel kepada Choki dan Erlanda
“Baik Mbak.” Balas Choki tak kalah ramah.
Erlanda membuka buku menu yang diberikan pelayan kepadanya, Erlanda membukanya dengan perlahan dan terkejut melihat harga makanan yang tertera disana tidak ada satupun makanan yang bisa ia beli uangnya hanya 10 ribu, sedangkan harga makanannya di atas 40 ribu. Erlanda terus mencari menu yang sesuai dengan uang yang ia miliki, dan akhirnya ketemu, Erlanda bisa melihat harga salah satu minuman yang dibawah 10 ribu yaitu es teh yang hanya berharga 8 ribu, lebih mahal dibanding biasanya pikir Erlanda tapi mau bagaimana lagi itulah minuman termurah di Restoini.
“Udah dapat makanannya Er?” tanya Choki memastikan karena Erlanda terlihat sangat fokus melihat buku menu yang Restoini.
“Udah Chok.” Jawab Erlanda.
Segera Choki menekan bel yang diberikan pelayan tadi.
Tak lama datanglah pelayan yang berbeda.
“Selamat Sore Mas, mau pesan apa.” Ujarnya sambil mengeluarkan buku catatn untuk mencatat menu pelanggan.
“Selamat Sore, saya pesan Fried Calamari with Sweet & Chili Sauce satu dan Sunrise Ice Float, lu apa Er?” Choki dengan cepat menyebutkan pesannya, bahkan ia sudah hafal nama menu itu, karena setiap makan disini Choki selalu pesan makanan tersebut, dan ia sangat menyukainya.
“Es Teh manis aja Mas.” Jawab Erlanda kepada pelayan itu.
Jawaban Erlanda membuat Choki terkejut, bagaimana bisa Erlanda hanya memesan es teh manis yang tidak sedikitpun membuat rasa lapar hilang.
“Yakin Mas?” tanya pelayan itu heran.
“I..” kalimat Erlanda terpotong dengan perkataan Choki
“Er,, jangan bercanda deh, HAHAHA.” Choki segera memotong perkataan Erlanda, agar tidak membuat temannya itu malu dan menjadi bahan candaan bagi orang lain. Karena ini adalah Restoyang cukup terkenal di Mall ini, dan mana mungkin orang yang datang ke Restoini hanya memesan es teh.
“Temen saya ini, emang suka bercanda Mas, maklum.” Choki membuka mulutnya ketika ia melihat Erlanda akan membuka mulutnya.
“Jadi temennya mesan apa mas?” tanya pelayan sekali lagi
“Samain aja sama makanan saya mas.” Ujar Choki cepat dan lugas, agar Erlanda tidak bisa memotong ucapannya.
“Baik Mas, ditunggu ya.” Pelayan akhirnya permisi
Choki tersenyum menatap Erlanda “Kan gue udah bilang biar gue yang bayarin Er.”
“Tapi Chok, gue nggak mau ngerepotin siapapun apalagi lu temen gue.” Erlanda berkata jujur, dari dulu Erlanda tidak akan mau merepotkan siapapun, cukup dirinya saja yang harus memikirkan masalah yang terjadi di dalam hidupnya, ia tidak ingin orang lain ikut memikirkan masalahnya juga.
“Ya elah gue kan teman lu, sekali doang lu ngerepotin gue biasanya gue yang ngerepotin elu, tapi kali ini gue merasa sangat sangat tidak direpotkan.” Jelas Choki panjang lebar.
“Tapi Chok…” Erlanda masih tak bisa menerima perlakuan Choki kepadanya.
“Nggak ada tapi-tapi terima aja.” Choki mengancungkan jempolnya
Tak beberapa lama tibalah pesanan mereka, Choki terlihat sangat senang akhirnya cacing cacing di perutnya bisa diberikan jatah.
“Ini makanannya mas dua Fried Calamari with Sweet & Chili Sauce dan dua Sunrise Ice Float” pelayan meletakkan makanan dan minuman di atas meja mereka.
“Terimakasih mas.” Ucap Choki dan Erlanda bersamaan kepada pelayan
Seketika makanan di depan mereka sangat menggoda, tidak menunggu waktu lama Erlanda dan Choki segera menyantap makanan mereka.
Erlanda tertegun dengan rasa makanan yang ada di hadapannya, Erlanda tidak pernah merasakan cumi-cumi yang dimasak seenak ini, pantas saja Restoini sangat ramai.
“Gimana Er?” tanya Choki di sela-sela makannya
“Enak” satu kata yang dikeluarkan Erlanda membuat Choki tersenyum senang, Choki bisa melihat raut bahagia pada wajah Erlanda, ia tahu temannya ini tidak pernah makan di tempat seperti ini.
“Lidah gue nggak pernah salah Er.” Ucap Choki bangga
“Untung ga sama kek otak lu ya Chok” kekeh Erlanda yang diiyakan oleh Choki
“Bener otak gue emang agak sengklek.” Candanya menambahkan
Erlanda dan Choki melanjutkan makanan mereka sambil mengobrol ringan menikmati suapan demi suapan makanan yang mampu memanjakan mulut mereka.
***
Tylisia POV
“Iden lapar” rengekku padanya, sudah hampir berjam-jam sejak kami memasuki mall, tak ada satupun makanan yang masuk ke mulutku dan lambungku.
Apakah Shiden lupa bahwa sahabatnya ini memiliki lambung yang bisa mengembang tiga kali lipat setiap mencium aroma makanan, seperti sekarang ini. Aku sudah sangat lapar tapi sahabatku ini tidak juga peka bahwa sahabatnya ini lapar, berulang kali aku mengode bahwa aku ingin makan di Restoyang kami lewati, tapi setiap ada café, Restoitu terlewat begitu saja. Sungguh aku sangat kesal padanya.
Lihat sekarang dia tidak mendengarkan perkataanku ia sibuk memainkan ponselnya dengan satu tangannya membawa kantong belanja yang berisi kado untuk mantan gebetannya. Jika aku tahu keadaannya akan seperti ini aku lebih baik tidak mengiyakan ajakannya.
Shiden terus berjalan meninggalkanku, ah masa bodoh dengan Shiden aku sudah sangat lapar jika ia tak ingin makan ya sudah, ya penting aku makan. Kan bisa saja nanti aku mintak jemput pak Deri, supir kesayanganku yang selalu mengiyakan kemanapun aku perintahkan.
Aku berbelok ke Restoyang sering menjadi tempat makanku “Japanese Food” hari ini aku sangat ingin memakan ramen sudah lama aku tidak makan ramen di Resto ini, sebelum masuk ke dalam resto sekali lagi aku melihat ke arah Shiden yang sudah cukup jauh berjalan tanpa memperhatikan diriku yang tidak mengikutinya lagi, dasar.
***
Erlanda dan Choki sudah menyelesaikan makan mereka, mereka duduk sebentar untuk menenangkan perut mereka yang sudah terisi penuh agar bisa di cerna lebih baik
Tiba-tiba Choki melihat ke arah kaca luar resto “Eh buset itu anak JIS tadi” tunjuknya kepada Erlanda
Mau tidak mau Erlanda ikut memalingkan pandangannya ke arah anak JIS yang sedang dibicarakan oleh Choki, Erlanda dapat melihat dengan jelas lelaki yang terus berjalan sambil memainkan handphonenya tampa memperhatikan gadis yang sudah berbelok ke arah restoran jepang Erlanda tak bisa melihat wajah gadis itu, karena pada saat itu gadis itu sudah membelakangi mereka berdua, hanya rambut panjang gadis itu yang terlihat.
“Coba deh tebak, mereka lagi marahan atau nggak?” mulai jiwa-jiwa kepo seorang Choki bergelora
“Lah mana gue tau.” Ujar Erlanda masa bodoh
Erlanda sangat tidak tertarik dengan masalah pribadi orang lain, masalahnya saja sudah rumit bagaimana ia bisa memikirkan masalah orang lain.
“Dih” Choki mencebik kesal
Kemudian Choki mengeluarkan asumsi asumsinya
“Jadi menurut gue, ada dua asumsi”
“Lu mau dengar asumsi yang keberapa Er” sambung Choki
“Nggak dua-duanya.” Erlanda asal jawab karena benar-benar tidak peduli
“Yah disuruh pilih satu, malah nggak dua-duanya pantesan lu jomblo.” Ejek Choki kepada Erlanda padahal ia tidak sadar sedang menertawakan dirinya juga yang sedang jomblo.
“Asumsi pertama, si cowok ngambek sama tu cewek karena jalannya lambat banget.”
“dan Asumsi kedua, si cowok dan si cewek berdebat tentang tempat makan yang enak.” Choki menjelaskan asumsi aneh yang tidak masuk akal itu, seperti dugaan Erlanda asumsi seorang Choki tidak akan ada yang beres.
Mana ada cowok yang ninggalin ceweknya gara-gara jalannya lambat, dan mana mungkin mereka bisa bertengkar hanya masalah resto, benar-benar tidak masuk akal.
“Nyesel gue dengernya, yuk cabut” ajak Erlanda karena tidak mau lama-lama menjadi gila karena temannya ini.
“Et si cewek belum keluar dari resto itu” rengek Choki
“Biarin, yang penting kita keluar dari resto ini.” Sambil Erlanda berusaha mengajak Choki untuk segera keluar.
Akhirnya Choki menyerah kemudian Choki langsung membayar di kasir yang ada di dekat pintu keluar
“Selamat Sore Mas.” Sapa pelayan
“Sore, meja nomor 9 ya mbak.” Jawab Choki
“Baik, totalnya 150 ribu ya Mas.”
Choki mengeluarkan satu lembar uang ratusan dan satu lembar uang lima puluhan dan segera memberikannya kepada kasir yang sudah menunggu pembayarannya.
“Baik, uangnya pas ya mas, ini struknya silahkan datang kembali”
“Iya” jawab Choki kepada pelayan yang menurut Choki cukup cantik, Hehehe.
Choki memang tidak bisa sedikit saja melihat perempuan cantik.
***
Tylisia POV
Akhirnya pesananku datang Ramen hot beef kesukaanku, dari tadi aku belum mendengar suara dering ponselku atau bahkan notifikasi chat, apakah selama itu Shiden tak menyadari keberadaanku.
Masa bodoh dengan Shiden, aku harus fokus dengan ramen yang ada di depanku ini yang sangat menggugah selera, uap panasnya yang mengepul membuat rasa laparku semakin bertambah aromanya yang menembus indera penciumanku, ah benar-benar membuatku gila.
Aku mengambil sendok yang telah disediakan, ritual yang harus aku lakukan sebelum makan ramen adalah mencicipi kuahnya, karena menurutku cita rasa yang pertama itu sangat penting, jika kuah rasanya sudah enak pasti kesuluruhannya akan enak dan sebaliknya.
“Enak sekali” gumamku dalam hati, aku seperti melepas beban-beban berat dari tubuhku rasa lelah seketika hilang.
Aku meletakkan sendok dan beralih ke sumpit, ini waktu yang tepat untuk bertempur menghabiskan ramen yang ada dihadapanku.
Aku mengambil mie ramennya dengan sumpit lalu mengangkatnya agak tinggi dan mengarahkannya ke mulutku dan sedikit lagi akan masuk sedikit lagi tapi
Drrtttt….
Drtttt…
Dering ponselku menganggu pertempuran pertamaku
“Menganggu saja” ucapku
Aku bisa melihat caller id yang terlihat jelas di layar hp ku, tertulis nama Shiden disana.
“Baru sadar rupanya” tawaku lalu menekan tombol hijau untuk menjawab telfon darinya.
“Ya, kamu dimana, nggak diculik kan?” tanyanya terdengar nada khawatir di suara Shiden
“Iya diculik ni, sekarang lagi di Japanese Food” Jawabku enteng
“Syukurlah, itu bukan diculik namanya.” Terdengar suara Shiden yang semula khawatir menjadi lega karena tahu tidak terjadi apa-apa kepada Tylisia.
Begitulah Shiden ia tak pernah marah jika aku melakukan sesuatu sesukaku, karena ia sangat tahu jika aku sudah melakukannya pasti karena ada alasan dibaliknya.
“Aku kesitu ya, tungguin.” Ujarnya sebelum mematikan sambungan telfon kami.
***