CHAPTER 2

1926 Words
Hari ini adalah sidang perceraian Raya dan Aksa. Raya hanya seorang diri, tidak ada yang mendampinginya kecuali pengacara. Begitu pula dengan Aksa yang hanya datang bersama sekretarisnya. Setelah kurang lebih satu jam di ruangan sidang, akhirnya keputusan akhir telah dibuat. Hakim mengetuk palu dan menyatakan jika Aksara dan Raya resmi bercerai. Setelah sidang itu dibubarkan, Aksa langsung meninggalkan ruangan tanpa mau bertemu dengan Raya. Raya tersenyum kecil melihat hal tersebut. Setidaknya, untuk terakhir kalinya ia dapat melihat wajah Aksara, pria yang ia cintai. Raya berjalan bersama pengacara sekaligus teman perempuannya. Keduanya berencana akan makan siang bersama. “Aku sangat lega Ray, akhirnya kamu bebas dari pernikahan itu. si Aksara k*****t itu, bisa-bisanya dia hanya memasang wajah datar! Dia seperti sudah menunggu hari perceraian ini. Benar-benar pria berhati dingin!” maki Salwa, temannya. Teman sejak ia kecil, mereka tumbuh di panti yang sama dulunya. “Kecilkan suaramu, Sal. Orang-orang melihat ke arah kita,” tegur Raya. Ia merasa agak malu ketika mendapati pengunjung restoran lainnya menatap ke arah mereka. “Ya, habis aku lega dan semangat banget, Ray! Bebas dari Aksa kayak emang selega itu. padahal kamu yang cerai, tapi aku yang seneng,” kekeh Salwa. “Pokoknya, setelah ini lupakan Aksara dan lanjutkan hidupmu dengan baik. Cari pira tampan, berduit, dan setia. Paham? Jangan lupakan, kamu harus mencari pria yang hangat juga, jangan yang dingin kayak batu es Aksara!” Raya tersenyum mendengar ocehan Salwa. “Iya, Salwa. Sekarang hentikan ocehanmu dan kita makan dengan tenang.” Salwa mengangguk. Sekitar setengah jam kemudian, Raya dan Salwa telah selesai makan. Keduanya membayar dan langsung pulang menuju apartemen Salwa yang di mana tempat tinggal Raya sementara juga. Salwa merebahkan tubuhnya di kasur. Ia melirik Raya yang sedang mengikat rambut di depan nya. “Jadi, apa rencanamu sekarang?” Raya terdiam lalu mengangkat bahunya. “Aku tidak tahu. Rasanya memang lega karena sudah bercerai, tapi aku juga sedih. Mas Aksa masih mengisi hatiku, Sal.” “Gimana kalau kamu liburan dulu? Cari suasana yang menyenangkan dan lepaskan semuanya ketika kamu sedang liburan.” “Aku tidak punya uang,” ungkap Raya jujur. Salwa menatap Raya dengan gemas. “Nggak punya uang gimana? Ingat nggak, dua hari lalu sewaktu kamu ingin mengambil uang di ATM? Aku lihat saldomu sampai miliaran. Di mana letak tidak punya uangnya? Belum lagi ada beberapa harta yang diberikan mantan suamimu.” “Itu semua bukan punyaku. Itu punya Mas Aksa, kami udah bercerai, rasanya nggak enak menggunakan uangnya lagi,” ungkap Raya lesu. Salwa menepuk jidatnya. “Nih ya, aku akan bicara sebagai pengacaramu. Uang miliaran di bank yang kamu miliki adalah uang yang terkumpul dari uang bulanan yang selalu Aksara berikan padamu selama kalian menikah. Tentu saja itu adalah uangmu, dan kalian bercerai, Aksara juga memberikan beberapa jumlah uang dan emas padamu. Itu semua hakmu, milikmu. Mengerti?” “Aku mengerti, tapi...” “Astaga! Kalau mengerti jangan protes lagi, sepertinya kamu ini benar-benar membutuhkan liburan deh. Aku yang gemes dan greget jadinya karena tingkahmu ini,” gerutu Salwa sedikit kesal. Raya tersenyum. “Jadi, bagusnya aku liburan ke mana, ya? Apa kamu mau ikut juga?” Wajah Salwa tampak berbinar sejenak, kemudian kembali lesu. “Aku sangat tergoda dengan tawaranmu itu, tapi kamu tahu sendiri kan aku sangat sibuk. Tidak bisa liburan. Maaf ya, sepertinya kamu liburan sendiri saja.” Wajah Raya berubah lesu. “Aku sudah menduganya. Tapi seperti katamu tadi, lebih baik aku pergi liburan sendiri dan melepaskan semua yang kurasakan. Juga melepas perasaanku, membuang rasa cintaku pada Mas Aksara.” Salwa tersenyum, ia mengusap puncak kepala Raya pelan. “Nah, sekarang senyum! Kapan kamu akan berangkat?” “Mau liburan ke mana? Mau aku bantu pesan hotel dan pesawat?” Raya menggeleng. “Aku bisa melakukan itu semua sendiri, jangan khawatir. Aku tidak ingin menambah-nambah kerjamu.” “Oh okay. Jadi, mau liburan ke mana?” “Swiss? Aku lihat ada pegunungan yang sangat hijau di sana, aku suka melihat yang hijau-hijau.” “Pilihan yang bagus. Jika butuh sesuatu, kamu tak boleh sungkan padaku ya!!” “Iya, Salwa. Terimakasih.” *** Seminggu telah berlalu... Hari ini Raya akan pergi ke Swiss, diantar oleh Salwa dan mantan Ibu mertuanya, Risa. Raya memeluk Risa dengan erat. “Kamu harus bahagia, nikmati liburanmu kali ini ya sayang,” ucap Risa dengan nada lembut. “Iya, Ibu. Aku akan menikmatinya. Jaga kesehatan Ibu, jangan tinggalkan makan siang malam, ataupun pagi. Pokoknya Ibu harus sehat.” Risa terkekeh. “Iya, aku akan menjaga kesehatanku. Kamu juga jaga kesehatan di sana ya, jangan menahan keinginanmu. Jika ada sesuatu yang menarik yang kamu inginkan, langsung beli. Okay?” “Okay, Bu.” Raya melepaskan pelukannya dengan Risa kemudian beralih ke Salwa. “Kenapa aku merasa tidak tenang membiarkanmu liburan sendiri?” gumam Salwa sedih. Raya dan Salwa memang sama-sama tumbuh dari panti asuhan, mereka sudah seperti saudara kandung yang selalu ada satu sama lain. Tidak heran, jika Salwa merasa sedih membiarkan Raya pergi sendiri. Raya tersenyum lebar. “Aku akan baik-baik saja. Aku sudah besar dan bisa menjaga diriku sendiri.” “Jaga kesehatanmu, Sal.” “Kamu juga, Ray. Aku menyayangimu.” Senyum Raya kian melebar. “Aku juga menyayangimu, sebagai teman dan saudara.” Pelukan mereka terlepas. Raya meraih kopernya lalu menatap Risa dan Salwa bergantian. “Kalau begitu, aku masuk dulu ya Bu, Sal.” “Iya, hati-hati! Hubungi kami saat kamu sudah tiba.” “Siap!” Raya mengacungkan dua jari jempolnya. Gadis itu berjalan menyeret kopernya memasuki bandara. *** Aksara menatap layar laptopnya dengan datar. Sejak pagi tadi, mood bekerjanya tidak ada. Aksa bangkit dari kursinya dan berdiri di depan jendela kaca yang menampilkan pemandangan gedung-gedung pencakar langit lainnya dan juga jalanan yang ramai. Tadi pagi, Ibunya mengatakan jika Raya hari ini akan pergi ke Swiss untuk berlibur. Setelah seminggu tidak ada kabar, akhirnya ia mendengar nama Raya lagi. Itupun dari mulut sang Ibu. Tok... tok... tok... “Masuk saja!” Pintu ruangannya terbuka. Aksa membelakangi pintu dan masih asik memandang ke luar. “Ada apa Taehoon?” tanya Aksa yang sudah menyadari jika Taehoon lah yang datang. “Saya ingin memberitahu anda, kalau pesawat yang dinaiki Nyonya sudah lepas landas beberapa menit yang lalu.” Aksa mengangguk paham. “Oke. Kalau begitu, lanjutkan pekerjaanmu.” “Baik, Tuan.” Taehoon pamit undur diri dan keluar dari ruangannya. Aksa menatap langit di atas sana. Cuacanya sangat cerah, berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang buruk. Aksa tidak tahu kenapa ia merasa ada yang janggal. Perasaanya berubah tidak enak. *** Di siang harinya, Aksa memutuskan pulang ke rumah Ibunya untuk makan siang. Setelah ditinggal oleh Ayahnya tiga bulan yang lalu, Ibunya hanya sendiri di rumah. Dulu ada Raya yang selalu menemani Ibu, kini gadis itu tidak ada lagi. Oleh karena itu Aksa jadi sering mengunjungi Ibunya belakangan ini. “Bu, aku pulang,” ucap Aksa. “Oh kamu pulang? Ibu kira kamu akan makan di luar bersama Taehoon.” “Tidak, aku akan makan bersama Ibu.” Risa tersenyum. “Baiklah, kita makan sekarang?” Aksa mengangguk. Risa menyuruh para pelayan menyiapkan makan siang mereka. Namun sebelum itu Aksa memberi perintah pada para pelayan itu untuk menghidangkan makan siang di ruang keluarga. Sebab ia ingin makan sambil menonton televisi. Risa dan Aksa duduk di sofa. Sesekali Risa menanyakan perihal pekerjaan putranya, dan ditanggapi Aksa dengan singkat. Hingga tidak ada lagi topik pembicaraan diantara mereka. Seluruh makanan sudah terhidang di atas meja. Aksa dan Risa pun mulai menikmati makan siang mereka ditemani dengan chanel televisi yang menampilkan beberapa berita lokal dan luar negeri. “Breaking News! Pesawat dari Indonesia tujuan Swiss hari ini dengan boeing ...” Aksa dan Risa tak mendengarkan penjelasan sang pembawa berita di televisi. Keduanya melotot kaget melihat gambar di berita adalah foto pesawat besar yang mengangkut penumpang hari ini ke Swiss. Keterkejutan mereka tak hanya sampai di situ, pesawat itu jatuh tepat satu jam yang lalu dan diduga meledak di atas awan. Di televisi terlihat beberapa pecahan yang mengapung di lautan diduga adalah badan-badan pesawat yang hancur. Tringg!! Tringg!! Aksa tersentak kaget, kesadarannya kembali. Ia meraih ponselnya dan mengangkat panggiland ari Taehoon. “Ada apa?!” Tanpa sadar, Aksa membentak Taehoon. “Apa anda sudah melihat berita? Pesawat yang ditumpangi Nyonya...” ucapan Taehoon tidak terdengar lagi karena Aksa mematikan sambungan teleponnya. Aksa mencari-cari nomor seseorang yang ia kenal, bekerja di dalam bandara yang memantau arus laju pesawat-pesawat di atas awan. “Bagaimana ini Aksa?! Ibu tadi mengantar Raya ke bandara, sudah pasti dia naik pesawat itu!” pekik Risa kalut. “Ibu tenang dulu, ya. Aku akan mencari tahu detailnya,” kata Aksa menenangkan Risa. Tentu Risa tidak bisa tenang secepat itu. wanita itu menangis histeris hingga terpaksa Aksa memanggil pelayan dan menyuruh mereka mengatasi Ibunya. Aksa mengumpat pelan ketika temannya tidak bisa dihubungi. Tapi pria itu tidak menyerah, ia terus menghubungi temannya hingga pada akhirnya panggilannya diangkat. Aksa menanyakan apa yang terjadi dan tentang kebenaran berita yang sedang beredar. Aksa meremas rambutnya dan mengeraskan rahangnya mendengar jawaban dari temannya. Berita itu benar. Nama Raya termasuk dalam daftar penumpang yang masuk ke dalam pesawat itu. untuk lebih lanjut, belum ada berita terbaru. Aksa membanting ponselnya ke lantai saking emosinya. “SIAL!” *** Malam harinya, rumah orangtua Aksa didatangi oleh Salwa. Gadis itu berteriak tidak terima dengan kepergian Raya dan menyalahkan Aksa atas semuanya. Aksa yang tidak becus menjadi suami yang baik untuk Raya dan membuat Raya sakit hati. Tapi pada akhirnya, Salwa menyalahkan dirinya, karena dirinya lah yang mengusulkan Raya untuk berlibur. Keesokan harinya, Aksa pergi lagi ke bandara dan menyelesaikan masalah ini. Raya memang sudah meninggal, jasadnya belum ditemukan. Karena pesawat memang meledak di atas awan, terdapat kesaksian nelayan di lautan. Tidak ada yang selamat dari kejadian tersebut. Setelah semua urusan Raya beres, Aksa kembali ke rumah Ibunya. Sejak kemarin ia belum bicara dengan baik dengan Risa. Ia terlalu sibuk mengurus segala hal yang bersangkut paut dengan Raya. “Semua ini gara-gara kamu! Kenapa kamu tidak bisa mencintai Raya? Seandainya kalian tidak berpisah! Dia pasti tidak akan pergi untuk menenangkan dirinya yang sedang tertekan.” Aksa hanya diam, membiarkan Ibunya melampiaskan amarah padanya. Tiba-tiba Risa melempar sebuah buku pada Aksa. “Baca itu, dan introspeksi dirimu setelah ini. Raya benar-benar tulus padamu. Kenapa kamu sia-siakan gadis sebaik dia?” “Aku melakukan ini bukan tanpa alasan Bu!” balas Aksa. Ia sedikit tidak terima disalahkan terus menerus. “Apa alasanmu? Trauma di masa lalu? Itu sudah berlalu, lagi pula psikiater bilang kamu sudah sembuh dari semuanya. Kenapa kamu jadi lembek begini?!” maki Risa. Aksa menghela napas berat. “Jangan marah-marah, Bu. Tidak baik untuk kesehatanmu,” ujarnya lirih. “Keluar!” usir Risa dingin. Aksa menatap Ibunya sejenak kemudian melangkahkan kaki keluar dari rumahnya. Tidak lupa buku yang dilempar Ibunya ia bawa juga. Aksa memutuskan pulang ke rumahnya. Setibanya di rumah, Aksa berada di dalam kamarnya. Ia membuka buku yang di depannya tertulis ‘Diary Raya’. Di halaman pertama, ia lihat adalah tahun di mana mereka menikah. Ternyata tanggal yang Raya tulis adalah tanggal sehari setelah pernikahan mereka. Setiap untaian kata dan kalimat Aksa baca. Halaman demi halaman, ia baca hingga tanpa sadar ketika di pertengahan halaman, airmata keluar dari matanya. Sejahat itukah dirinya? Tapi Aksa kan memiliki alasan bersikap seperti itu pada Raya. Hingga tepat tengah malam, Aksa selesai membaca diary yang isinya kian hari semakin membuat d**a sesak. Aksa menyesal, menyesal telah memperlakukan Raya dengan buruk. Gadis itu benar-benar tulus padanya, bahkan Raya mencintainya. Penyesalan terus Aksa rasakan hingga ia merasa lelah dan tanpa sadar tertidur. “Maafkan aku Raya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD