bc

Aksaraya

book_age16+
583
FOLLOW
3.4K
READ
possessive
second chance
goodgirl
independent
tragedy
bxg
icy
city
friendship
rebirth/reborn
like
intro-logo
Blurb

Aksara mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu. Di masa depan yang pernah ia alami, istrinya bernama Raya meninggal karena kecelakaan pesawat. Setelah kepergian istrinya, Aksa terbangun di kamarnya dengan situasi berbeda. Ia kembali ke masa tiga tahun sebelum perceraiannya dengan Raya.

Di masa depan yang ia ketahui, takdir Raya begitu buruk dan meninggal dengan tragis. Mendapatkan kesempatan kembali ke masa lalu membuat Aksa bertekad untuk melindungi Raya dan berusaha bangkit dari masa lalunya beberapa tahun sebelum ia menikah dengan Raya.

Aksa akan berusaha melindungi Raya dan mencintai gadis itu, seperti yang gadis itu lakukan padanya. Raya adalah satu-satunya perempuan yang tulus padanya. Tidak ada wanita seperti Raya di dunia ini.

Aksara bertekad, untuk mengubah masa depannya dan Raya untuk menjadi lebih bahagia.

chap-preview
Free preview
CHAPTER 1
Seorang pria menghembuskan napasnya lelah, ia membaringkan tubuhnya di tempat tidur dan menatap langit-langit kamarnya. Hari ini ia menginap di hotel lagi, sudah dua minggu setelah pertengkaran hebatnya dengan Raya yang tak lain adalah istrinya. Aksa memilih menjauh dari rumah mereka. Aksa tidak bisa menatap wajah Raya, perasaan bersalah melingkupi hatinya, karena terus-terusan menyakiti gadis itu. Aksa tidak tahu, pernikahan mereka hanya sebuah formalitas saja. Tidak ada cinta di dalamnya, dan pernikahan dingin itu sudah berlangsung selama enam tahun. Tepat tiga bulan yang lalu, Ayahnya meninggal karena kanker hati. Aksa menatap jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tubuhnya letih karena ia bekerja sejak pagi. Aksa bangkit dari ranjangnya dan berjalan dengan langkah gontai menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sebelum ia tidur. *** Seperti biasa, pagi ini Aksa dijemput oleh sekretarisnya yang bernama Taehoon. Taehoon adalah pria yang berdarah campuran Indonesia dan Korea. Aksa membuang pandangannya keluar jendela. “Taehoon, bagaimana dengan perkembangan karakter game Karaz?” Di depan sana, Taehoon mengerutkan dahinya bingung. “Saya tidak tahu, Tuan. Karena yang menghandle karakter game itu adalah Pak Samuel karena membuat gambar dan karakternya adalah dia.” “Ah iya, aku lupa.” Taehoon melirik kaca di depan, ia melihat wajah Aksa yang tidak biasanya. “Em, apa ada masalah Tuan? Sepertinya kondisi anda tidak terlalu baik sekarang.” Aksa menggeleng samar. “Tidak ada. Fokus saja menyetir.” “Baik, Tuan.” Aksa mengeluarkan ponselnya dari saku jasnya. Ia membuka galeri foto dan membuka sebuah folder yang tersembunyi di ponselnya. Itu adalah foto pernikahannya enam tahun yang lalu. Di sini, ia dapat melihat senyum Raya yang sangat lebar dan tampak sangat bahagia, walaupun ia tahu gadis itu hanya berakting. Ingatan Aksa kembali terulang pada kejadian dua minggu lalu, tengah malam. Ia dan Raya untuk pertama kalinya bertengkar, dan dirinya lah yang begitu emosional membentak gadis itu. Ekspresi wajah dan tatapan mata Raya yang terkejut terekam jelas di dalam benaknya. Aksa menutup matanya dan menghela napas berat. “Apa ada masalah dengan Nyonya Muda?” tanya Taehoon hati-hati. “Tidak ada.” “Oh iya, Tuan. Pagi tadi Nyonya Muda menghubungi saya, dia menanyakan jadwal anda hari ini. Karena beliau adalah istri anda jadi saya memberikan jadwal anda padanya,” imbuh Taehoon. Alis Aksa tertaut. “Kenapa dia menanyakan jadwalku?” “Saya tidak tahu Tuan. Anda bisa menanyakan hal itu padanya, Tuan. Apa Nyonya tidak menghubungi anda?” Aksa menggeleng. Bagaimana mungkin Raya menghubunginya, sejak malam itu mereka tidak berkomunikasi lagi. Bahkan sebelum itu juga mereka sangat jarang berkomunikasi baik secara langsung ataupun dari ponsel. “Sudahlah, biarkan saja dia.” Taehoon mengangguk dan kembali fokus menyetir mobil. Tak lama kemudian mereka tiba di gedung perusahaan. Aksa langsung turun dan masuk ke dalam. Beberapa pegawainya yang lewat tampak menyapa dirinya. Hingga tatapannya jatuh pada sosok Samuel sahabatnya di depan sana. Samuel melihatnya dengan sinis. Aksa mendekati Samuel. “Ada apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?” Samuel berdecih pelan, “Pikir dengan otak dangkalmu. Aku harap Raya bisa lepas darimu.” Setelah mengatakan hal itu Samuel berjalan meninggalkan Aksa. Aksa mendengus pelan. Ternyata Raya, kenapa sih Samuel ini terlalu peduli pada istrinya. Apakah Samuel menyukai Raya? Aksa menggeleng samar. Tidak mungkin, Samuel bukan orang yang seperti itu. Aksa kembali melanjutkan langkah kakinya menuju ruangannya. Pria itu melepas jasnya dan menggantungnya di sebuah gantungan berbentuk pohon yang tak berdaun. Ketika duduk di kursinya, mata Aksa tak sengaja menatap sebuah map cokelat di tengah-tengah meja. Penasaran, ia pun membuka map tersebut. Jantung Aksa mencelos ketika membaca isi surat yang ada di dalam map itu. Ternyata itu adalah surat perceraian. Tandanya Raya benar-benar sudah lelah dengan pernikahan ini. Rahang Aksa mengeras. Jadi Raya memilih menyerah? Aksa berdecih, ia mengambil pena dan langsung menandatangani surat tersebut tanpa pikir panjang. Setelah itu ia kembali memasukkan surat perceraian itu dan memanggil Taehoon agar ke ruangannya. “Ada apa, Tuan?” “Kirim seseorang untuk mengantarkan ini ke rumah.” Aksa melempar map cokelat di tangannya. Taehoon dengan sigap menangkap map tersebut dan tak sengaja membaca pengirimnya. “Lho, kenapa Nyonya mengirimkan anda surat? Kan bisa telepon,” gumamnya dan didengar oleh Aksa. “Itu adalah surat perceraian.” Kedua mata Taehoon melotot kaget. “A-anda akan bercerai?” Aksa merasa sedikit terusik dengan Taehoon yang banyak bicara dahinya mengernyit. “Lakukan saja apa yang ku perintahkan, jangan banyak bicara!” “Ba-baik Tuan! Kalau begitu, saya permisi.” Tidak ingin terkena amukan Aksa, Taehoon pun berjalan cepat meninggalkan ruangan sang Bos. Aksa menghela napas, ia mengatur napasnya yang terasa agak sesak karena emosi yang menguasainya. Setelah agak tenang, Aksa membuka laci mejanya, ia meraih bingkai foto kecil yang tak lain adalah fotonya dan Raya tiga tahun yang lalu, saat liburan ke Tokyo. Liburan yang dipaksa oleh Ibunya. Walaupun paksaan, Aksa cukup menikmati hari liburnya di negeri orang. “Pada akhirnya, semua akan baik-baik saja. Syukurlah kau tidak meninggal mengenaskan selama hidup bersamaku. Setelah ini jalani hidupmu dengan baik, Raya,” gumamnya. *** Raya berjalan memasuki pekarangan rumah Ibu mertuanya. Setelah mendapatkan surat perceraiannya dan sudah ditandatangani oleh suaminya, ia akan memberi tahu perceraiannya pada mertuanya. Raya membunyikan bel berkali-kali, hingga seorang pelayan membukakan pintu untuknya. “Eh, Nyonya. Silakan masuk, Nyonya,” ucap pelayan itu. Raya tersenyum dan mengangguk. “Lia, Ibu ada di mana?” “Nyonya Risa ada di taman belakang, lagi sarapan Nyonya.” Raya mengangguk. “Aku akan ke sana, terimakasih.” Tanpa menunggu balasan dari Lia, Raya mengayunkan kakinya menuju taman belakang rumah. “Ibu,” panggil Raya dengan lembut. Risa terlihat tersenyum lebar menyambut menantunya. “Raya, ayo duduk sini Nak!” Raya duduk di samping Ibu mertuanya. Ia melihat meja yang penuh dengan menu sarapan yang masih banyak. “Kenapa Ibu baru sarapan? Sudah terlambat sekali lho.” “Masih jam sembilan, Raya. Masih bisa dikatakan sarapan,” kekeh Risa. “Lain kali, jangan makan terlambat lagi ya, Bu. Ibu harus jaga kesehatan.” “Iya, kamu benar. Aku harus menjaga kesehatanku agar nanti bisa melihat cucuku, dan hidup sedikit lebih lama,” sahut Risa gembira. Raya tersenyum kecut mendengar ucapan Ibu mertua yang sudah ia anggap seperti Ibunya sendiri. Cucu? Sampai kapanpun, Risa tidak akan melihat cucunya jika Aksa saja tidak pernah menyentuhnya. Lagi pula mereka akan segera bercerai. “Tadi ke sini sama siapa, Ray? Di antar Aksara, kan?” tanya Risa setelah mengunyah potongan pancake. “Aku datang sendiri, Bu. Pakai taksi,” jawab Raya. Raut wajah Risa berubah masam. “Anak itu ke mana sih? Kok nggak bisa nganter istrinya sendiri?!” “Mas Aksa kerja Bu. Kan tiap pagi emang berangkat kerja, mana bisa nganter.” “Ayo makan juga, Ray. Kita lupakan Aksara sejenak, tingkahnya itu benar-benar! Bisa-bisanya dia membiarkan istrinya pergi sendiran. Selama ini dia selalu baik padamu kan, Ray?” Raya menelan salivanya susah payah. Pertanyaan ini, terlalu sulit ia jawab. Terkadang Aksa memperlakukannya dengan baik, walau sangat jarang. Tapi Aksa tidak pernah melakukan kekerasan fisik padanya. “Mas Aksa baik kok, Bu.” “Terus kapan Ibu punya cucu?” keluh Risa. Wanita yang sudah tidak muda lagi itu memasang ekspresi sendu yang membuat Raya tidak tega melihatnya. “Ibu, aku mau ngomong sesuatu,” ujar Raya dengan lirih. “Ha? Apa?” telinga Risa yang memang sedikit bermasalah. Ia tidak akan bisa mendengar lirihan Raya yang begitu pelan. “Aku akan bercerai dengan Mas Aksa, Bu,” ucap Raya sedikit lebih keras. Kepala Raya menunduk dalam ketika mendapati raut wajah Risa yang kaget. Ia tidak berani menatap wajah Ibu mertuanya sekarang, rasanya ia tidak kuat. Raya sangat menyayangi Risa, dan tidak ingin membuat wanita itu kecewa dan sedih. Tapi pengakuannya hari ini tentu membuat Risa akan sangat sedih. Risa menggenggam tangan kanan Raya lalu mengelus punggung tangannya dengan lembut. “Kenapa mau bercerai? Aksara tidak baik padamu, ya? Katakan dengan jujur pada Ibu, Raya,” ujar Risa dengan lembut. Tidak ada kemarahan di wajahnya yang sudah sedikit berkerut itu. “Mas Aksa tidak pernah membuka hatinya untuk aku. Aku merasa pernikahan ini percuma di teruskan, Bu. Mas Aksa tidak pernah sekalipun mencintaiku, rasanya sakit sekali.” Raut wajah Risa berubah murung. “Kamu benar-benar ingin bercerai?” Raya mengangguk. “Aku nggak bisa terus berada di sampingnya. Mungkin kami bukan jodoh,” balasnya dengan senyum tipis. Risa menghela napas berat. Wanita paruh baya itu menangkup pipi menantunya. “Kalau kamu mau bebas dari pernikahan ini, silakan. Ibu tidak akan menghalangimu untuk mencari kebahagianmu di luar sana. Kamu juga masih sangat muda.” Raya tersenyum. “Terimakasih, Bu. Walaupun aku berpisah dengan Mas Aksa, aku tetap boleh bertemu dengan Ibu kan? Ibu sudah aku anggap seperti Ibu kandungku sendiri,” ungkap Raya. “Tentu saja boleh. Kamu akan tetap menjadi anakku.” Raya tersenyum lebar. “Terimakasih, Bu.” Akhirnya, di pagi itu Raya menghabiskan waktunya berada di rumah Ibu mertuanya. Menceritakan berbagai hal menarik hingga memasak bersama. Sebisa mungkin Raya menciptakan kenangan yang indah dengan Ibu mertuanya. Kelak, ia tidak akan bisa sering-sering bertemu dengan wanita yang ia sayangi ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Scandal Para Ipar

read
694.0K
bc

TERPERANGKAP DENDAM MASA LALU

read
5.6K
bc

Sang Pewaris

read
53.1K
bc

Dilamar Janda

read
319.2K
bc

Marriage Aggreement

read
81.0K
bc

JANUARI

read
37.1K
bc

Terjerat Cinta Mahasiswa Abadi

read
2.6M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook