Kecelakaan

1087 Words
"Keluargaku merencanakan untuk membunuhku. Mereka mengikatku dan memasukkanku ke dalam mobil dan melajukan mobil itu sampai masuk ke dalam jurang. Aku berhasil keluar tepat sebelum mobil itu meledak. Aku mengalami patah kaki kanan, patah tulang rusuk dan luka di mana-mana." Tidak air mata saat Bee menceritakan itu. Padahal gadis itu saja merasa ngeri saat mendengar ceritanya. Dia menolehkan pandangannya, melirik ke arah Bee yang masih berdiri di bawahnya. "Aku mencoba berlari, menyeret kakiku. Rasanya begitu sakit sekali. Tapi aku justru kembali terjatuh ke dalam sungai. Aku tidak sadarkan diri, tubuhku terbawa arus, sampai aku kembali tersadar dan berada di tepi sungai. Kamu tau, aku sangat kedinginan waktu itu. Aku tidak dapat melihat apa pun, semuanya gelap dan semalaman aku berada di dalam hutan." "Aku sempat menyesal, Kenapa aku bisa lolos dari ledakan mobil itu. Sampai paginya, aku tidak tau berada di mana. Aku kelaparan, tubuhku terasa sangat sakit sekali. Sampai seorang wanita memungutku, dan membawaku ke Surabaya ini." Semua ingatan itu masih segar di kepalanya. Bee telah melewati banyak hal, hingga dia berada di rooftop bersama seorang gadis yang akan mengakhiri nyawanya sekarang. Dia memang tidak berkata apa pun, tapi gadis itu mendengar dengan jelas semua cerita Bee sekarang. "Wanita itu ... aku pikir dia sau-satunya orang baik yang aku temui. Namun, dia menyiksaku dan memaksaku untuk melayani pria hidung belang." Kemudian, Bee mendongakkan kepalanya, menatap gadis yang juga sedang menatapnya saat ini. Dia mengulurkan tangannya dengan berkata, "Tidak apa-apa, turunlah! Kamu tidak sendiri." Gadis itu menerima uluran tangan Bee perlahan. Dia turun dengan bantuan Bee dan memeluk Bee begitu erat. Dia menagis sesenggukan, Bee membiarkan itu. Andai dia bisa mengungkapkan semuanya sama seperti dia. Mereka berdua terduduk di lantai dengan menselonjorkan kaki mereka. Gadis itu terlihat sedikit tenang, karena ternyata apa yang dia alami bukan apa-apa jika dibanding dengan apa yang dialami Bee selama ini. "Bagaimana kamu bertahan selama ini?" "Aku hanya mencoba bertahan dari menit ke menit, dari jam ke jam. Dari hari ke hari, sampai aku berada di titik ini." "Aku tidak sekuat dirimu." "Tidak ada orang yang kuat, hanya keadaan yang membuat kita terpaksa bertahan." Gadis itu menoleh ke arah Bee dengan senyum lebar. "Semoga kamu mendapatkan kebahagiaan. Kamu pantas bahagia. Ngomong-ngomong, siapa namamu?" "Aku berharap hal yang sama denganmu. Panggil aku Bee." "Bee? Nama yang cantik sekali. Aku Adinda, panggil aku Dinda." Kemudian Bee berdiri dari duduknya, dikuti oleh Dinda. Mereka berdua mengibaskan dress-nya dan Bee kembali berkata, "Aku harus pergi, karena masih ada dua lagi yang harus aku bereskan." "Bee, aku ingin kita kembali bertemu lagi." "Setiap malam aku berada di Kelab Red One. Kamu bisa menemuiku di sana, jika ada waktu." Adinda adalah wanita pertama yang dia kenal setelah lima bulan yang lalu. Mereka berpisah di lift, Bee turun di lantai bawah, semenara Dinda turun di lantai yang sama yang ia gunakan tadi. Bee memang tidak terlihat bahagia, tapi dia merasa lega karena bisa menggagalkan aksi Dinda tadi. Meskipun dia juga berkali-kali mencoba itu, tapi entah kenapa dia masih bernapas sampai detik ini. Langkahnya membawa dia menuju Red One. Untuk dua yang akan dia bereskan, Bee memang meminta hanya di kamar kelab itu saja. Karena dia sudah tidak ingin berpindah-pindah kamar lagi nantinya. Raksa terlihat sangat sibuk melayani beberapa orang yang duduk di depannya saat ini. Itu adalah Rosa dan Sofia yang tengah menikmati racikan Raksa. Bee memang tidak berniat untuk menyapa Raksa, tapi saat dia melewati mereka, Raksa berkata, "Bee, kamu tidak duduk dulu?" "Aku masih belum free." Dia hanya membalas Raksa dengan senyum tipis dan melewati mereka begitu saja. *** Karena sejak kedatangan Bee tadi Raksa belum melihatnya muncul kembali, dia mumutuskan untuk mencari Bee di dalam sana. Dia sudah tau, di mana biasanya Bee mamakai kamar itu. Setelah mengetuk pintu tiga kali dan tidak dapat sahutan, Raksa memanggil nama Bee dengan sedikit lebih keras. "Bee! Ini aku, apa aku boleh masuk?" Dia tidak juga mendapat sahutan, kemudian Raksa memutuskan untuk mendobrak pintu itu dengan keras. Hanya butuh sekali tendangan, dan itu menganga lebar. Ternyata itu tidak terkunci, pantas saja Raksa bisa dengan mudah menendangnya tadi. "Bee?" panggilnya sekali lagi dengan celingukan. Dia membuka kamar mandi, dan itu juga kosong. Bee tidak ada di kamar itu. Padahal ini sudah hampir subuh, dan bar akan tutup. Apa dia salah kamar? Untuk meyakinkannya, Raksa membuka semua kamar di sana, dan tetap saja Bee tidak ditemukan di mana pun. Apa dia sudah pulang? Rasanya dia sejak tadi menunggu Bee keluar, tapi dia tidak melihat Bee lewat di depannya sama sekali. Atau Mungkin dia yang sudah kecolongan? Karena sangat penasaran, dia memutuskan untuk pergi ke rumah penampungannya selama ini. Raksa mengendarai motornya dengan kecepatan di atas rata-rata karena jalanan sudah sangat sepi sekali. Pria itu berhenti tepat di depan rumah mewah dengan penjagaan ketat. Dia melepas helm full face-nya dan mendekat ke salah satu dari penjaga itu. "Apa Bee sudah pulang?" "Hei, kamu tidak ada urusan datang ke sini. Pergi sana! Kamu tidak tau ini masih gelap?" "Aku hanya ingin bertanya saja. Apa Bee sudah kembali?" Wajah mereka terlihat tidak bersahabat sama sekali. Bagaimana Bee bisa hidup di tempat seperti ini? Membayangkannya saja Raksa merasa sangat pengap. "Kamu tuli, ya? Kami tidak mau tau urusanmu, dan kami tidak akan menjawab apa pun. Sekarang pergi, atau aku akan menghajarmu." Rasanya percuma saja Raksa mencari tahunya lewat mereka. Sampai mulutnya berbusa sekali pun, mereka tidak kan menjawab pertanyaannya. Akhirnya Raksa memilih untuk pulang, barangkali Bee masih bekerja. Raksa memutuskan untuk menunggunya sampai besok, mungkin dia yang tidak melihat Bee keluar tadi. Dia kembali menancapkan gas, tapi pikirannya masih dipenuhi dengan Bee, Bee dan Bee. Saat dia melajukan motornya, beberapa mobil berwarna hitam melaju dengan beriringan. Mereka begitu cepat, dan Raksa tertarik untuk mengadu kecepatan hanya untuk main-main. Saat dia mensejajarkan motor sport-nya, dia tidak sengaja melihat Wajah Bee yang tergeletak di jok belakang salah satu mobil itu. "Bee?" Iya, itu Bee. Bee tidak sadarkan diri berada di dalam mobil hitam itu. "Bee!" teriak Raksa dengan mengejar mobil itu. Dia mengetuk-ngetuk kaca mobil mereka dengan terus melaju kencang. Akan tetapi, dia tidak sadar kalau mobil hitam yang berada di belakang motornya sudah bersiap untuk menyingkirkan Raksa. "Berhenti kalian!" teriak Raksa. Bukannya berhenti, mobil itu semakin menambah kecepatan. Saat Raksa akan mengejarnya, mobil yang berada di belakangnya tadi semakin menambah kecepatan dan dengan sengaja menabrak motor Raksa. BRAKK Motor Raksa terpental sangat jauh. Tubuhnya menggelinding, dan berhenti setelah menatap trotoar. Raksa sudah tidak bisa melihat dengan jelas lagi. Kepalanya terasa berdenyut, hingga dia tidak bisa merasakan tubuhnya lagi "Bee," panggilnya lirih kemudian matanya tertutup perlahan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD