Dinda menatap nanar pada Maura. Kedua mata itu menyorotkan ketidak berdayaan dan terlihat ada banyak kesedihan yang coba dia tutupi. Maura seperti melihat dirinya yang dulu, beberapa bulan yang lalu saat dia hidup tanpa perasaan dan hati. Bibir Dinda bergetar saat hendak mengucapkan nama pria itu. Ada banyak ketakutan, tapi dia juga melihat kebencian dengan ambisi yang kuat. “Dia adalah Roy. Aku berjanji akan membuatnya menyesal di kemudian hari hingga kehidupannya akan lebih menyakitkan dari kematian!” Napas Maura rasanya tercekat mendengar nama itu. Roy, Roy, Roy. Kenapa selalu saja nama itu yang berada di sekelilingnya seolah dunia tidak punya banyak tempat. Setiap dia ingin menghindari pria itu, semakin banyak pula hal yang selalu menyangkut pautkan mereka. “Bee, kamu mendengarku

