bc

Bayang Senja

book_age18+
145
FOLLOW
1K
READ
possessive
playboy
badboy
badgirl
student
drama
bxg
highschool
school
classmates
like
intro-logo
Blurb

Mikail terkena Amnesia retrograde pasca kecelakaan yang dialaminya saat pulang dari Gunung Gede Pangrango, Cianjur. Ini menyebabkan penderitanya tidak bisa mengingat kejadian yang baru saja dialaminya, dia hanya mengingat kejadian yang telah dialaminya beberapa tahun sebelumnya.

chap-preview
Free preview
Air Mata Biru
Zoya melipat mukena yang baru saja digunakan untuk salat zuhur, dia lalu memasukannya kembali ke dalam carrier biru yang disimpan di pojok kiri masjid. Matanya masih terlihat sembab. Gurat kesedihan masih terlihat nyata di wajahnya yang berkombinasi dengan lelah. Air matanya tiba-tiba deras mengalir tak tertahankan membasahi pipinya. Tangannya meraba sapu tangan di saku kiri kemeja flanelnya, gadis itu menggunakannya untuk sekadar membendung laju air hangat yang lancang merambati pipinya. Di benaknya terlintas kejadian tiga hari lalu yang dialaminya dengan Mikail di pertigaan Cimacan, Cianjur. Sebuah kecelakaan yang menghancurkan bagian depan motor matic yang dikendarainya. Motor berwarna biru terang itu bertabrakan dengan Honda Jazz hijau lumut saat turun dari arah Gunung Gede Pangrango. Tabrakan itu tak kuasa dihindari oleh Mikail, posisinya saat itu sedang menoleh ke  arah kiri di mana Zoya ada di  belakangnya. Refleks dan waspada pemuda itu berkurang karena mengendarai motor sambil berbincang. Saat sebuah angkot tiba-tiba berhenti di sebelah kiri jalan, Mikail terkejut hingga dia langsung banting stang ke kanan. Malang yang terjadi karena gerakannya yang tiba-tiba itu tidak bisa diduga oleh mobil yang sedang melaju kencang. Mobil itu juga sepertinya tidak menyangka ada manuver tiba-tiba dari lawan arahnya yang sedang arah turun. Beberapa detik selanjutnya, Zoya hanya merasakan tubuhnya terhempas dan  beberapa meter menyisir aspal. Jaket denim miliknya koyak di bagian tangan kanannya. Rasa perih di tangannya teralihkan saat dia melihat orang berlarian dan berkerumun di dekat tubuh Mikail yang terkapar di pinggir jalan. Helmnya tergeletak tak jauh di sana. Zoya dengan susah payah bangun, dia mengesampingkan rasa sakit di tubuhnya. Gadis itu berlari ke arah kerumunan sambil memegang tangan kanannya yang mulai terasa pedih. “Baaang!” Zoya berteriak dengan suara panik, kakinya terpincang-pincang saat dipaksakan berlari. Gadis itu tidak memedulikan darah yang mulai mengalir keluar lewat sela jaketnya yang koyak. Mikail terkulai di aspal, keadaannya terlihat parah sekali dengan jaket kulit dan celana jins yang sobek di sana-sini. Sekitar lima meter tubuh pemuda itu menyisir aspal dan akhirnya berhenti saat kepalanya yang tak berhelm terbentur trotoar. Mata Mikail terpejam rapat, tetapi tidak ada darah yang terlihat keluar dari tubuhnya. Orang-orang yang melihat kejadian itu berkerumun, tanpa diminta mereka membantu. Tanpa banyak berpikir mereka dengan cekatan menaikkan tubuh lunglai Mikail ke angkot dan dibawa ke rumah sakit. Zoya ikut naik ke mobil itu dengan perasaan yang tak bisa dilukiskan. “Ya Allah, Bang,” lirih gadis itu. Dia dengan cepat segera menghapus bayangan kejadian itu, tapi tidak berhasil menahan laju air dari matanya. Itu adalah kejadian yang terlalu singkat untuk merubah kebahagian menjadi sebuah kesedihan. Beberapa pasang mata yang melihat Zoya sedang tergugu memandang iba dari sudut masjid. Ada yang berbisik ke teman sebelahnya mengomentari pemandangan yang dilihatnya. Beberapa yang lain justru terlihat tak peduli dengan isaknya. Pemandangan orang yang sedang menangis seperti itu sudah biasa di lingkungan masjid di komplek rumah sakit ini. Setelah ditangani di rumah sakit terdekat setelah terjadi kecelakaan, Mikail dirujuk ke RSUP Fatmawati, Jakarta,  berdasarkan atas pertimbangan  peralatan medis di sana lebih lengkap. Menurut dokter yang menanganinya di rumah sakit tersebut, Mikail perlu scanning MRI untuk memastikan efek benturan pada tengkorak bagian belakangnya. Mikail siuman setelah tiga hari tidak sadarkan diri sejak kecelakaan itu. Zoya merasa bahagia sekali, rasa cemasnya mendadak sirna. Tetapi rasa cemasnya hanya berganti nama menjadi kesedihan yang lain dalam hitungan detik. Lukanya tambah menganga dan seperti tersiram air garam, pedih dan menyakitkan. Kekasihnya tidak mengingat siapa status Zoya sekarang di hidupnya, dia hanya menyebutkan sebuah nama asing yang tak dikenal oleh gadis itu. Ponsel bergetar di saku jaket denimnya yang lusuh, Zoya segera meraihnya untuk melihat siapa yang menelepon. Ternyata gadget milik Mikail yang bergetar bukan miliknya, dia baru teringat ponselnya sehari setelah kejadian itu mati karena belum di-charge. Sebuah video call masuk ke ponsel itu, tertulis nama Cacing di sana. Dia adalah sahabat baik Mikail. “Halo, Mike!” wajah Cacing terlihat tersenyum di layar ponsel, dia mengernyitkan dahi saat menyadari yang menerima panggilan videonya bukanlah Mikail tetapi kekasihnya. “Hey, Zoy, gue kira si Mikail yang angkat. Mana Babang lo?” Pertanyaan Cacing itu kembali memicu air yang bercucuran dari mata gadis bermata biru itu. Pemuda berkulit gelap di ujung sana  terlihat bingung saat melihat pemandangan itu di layar ponselnya. “Hey, what’s up?” Suara di ponsel tiba-tiba berubah menjadi suara perempuan, seiring dengan bergantinya wajah Cacing  menjadi Candies.  Pertanyaan yang dilontarkan kekasih pemuda itu malah membuat Zoya semakin tidak bisa membendung air matanya yang kian menjadi. “Zoy, ada apa? Something wrong?” Candies bertanya lagi dengan nada yang hati-hati. “Babang, Dies,” kata Zoya sambil menyeka air matanya dengan sapu tangan. “Mengapa Bang Mikail? Ada apa dengan kalian?” Candies mulai ikut terlihat panik. “Babang di rumah sakit sekarang, kecelakaan.” Suara Zoya tercekat saat menyelesaikan kalimatnya. “Ya Allah, kecelakaan di mana? Kok bisa, Zoy?” ujar Candies sambil  menoleh ke arah kekasihnya. "Babang tabrakan di Cimacan, Dies, waktu turun dari Gunung Gede." Zoya mulai merasakan dadanya kian sesak. Wajah di layar ponsel berganti lagi dengan wajah Cacing setelah kalimat yang menyesakkan d**a gadis bermata biru itu, Elfira Zoya Taleetha. “Sekarang kalian di mana, Zoy?” tanya Cacing kepada Zoya. Gadis itu terlihat sedang menyeka air mata dengan punggung tangannya di layar ponsel. Dia sedang berusaha menguasai emosinya dengan mengatur napas perlahan. “Rumah Sakit Fatmawati, Kak. Aku sekarang ada di masjidnya.” “Oke, tunggu di sana. Gue dan Candies otewe ke sana, sekitar setengah jam lagi sampai.” Layar ponsel itu mati setelah Zoya menganggukkan kepalanya. Gadis itu memasukkan kembali ponsel ke dalam saku jeket, lalu bersiap keluar masjid. Dia memutuskan menunggu sahabat kekasihnya itu di luar pagar masjid, di bawah pohon yang rindang. Zoya memandangi satu dua orang-orang yang lalu lalang datang dan meninggalkan masjid. Karyawan rumah sakit, tenaga kesehatan dan keluarga pasien berbaur menjadi satu di sana. Dia berusaha menghalau jauh kesedihan-kesedihan yang berusaha merasuk paksa ke dalam benaknya untuk menyiksa. Berulang kali kalimat istighfar digumamkannya dengan lirih. Untuknya hari-hari yang dilaluinya terasa berat sekali. Sejak dua hari lalu dia berdoa kepada Sang Maha supaya Mikail segera siuman, tetapi setelah kekasihnya itu sadar, dia malah membuat luka baru yang menyayat pedih. Mikail bukanlah sosok yang terakhir tiga hari lalu tertawa lepas di atas motornya, dia telah berubah menjadi sosok baru yang sama sekali tak mempunyai ingatan apapun tentang dirinya yang berstatus sebagai kekasih. Dia hanya menyebutkan sebuah nama yang tak dikenal oleh Zoya dan memaksa untuk bertemu dengan gadis itu.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
12.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.7K
bc

My Secret Little Wife

read
96.8K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook