Amnesia Retrograde

1973 Words
Waktu hampir menunjukkan jam satu siang, mentari masih bergembira ria menyengat siapapun yang berada di bawahnya tanpa terkecuali. Beberapa manusia yang sempat berada di bawah sinar surya itu memilih berjalan cepat atau menghalaunya dengan benda apapun untuk mengamankan tubuh. Cacing dan Candies terlihat baru saja masuk ke parkiran halaman masjid. Ketika Zoya melihat kehadiran mereka, dia tak kuasa lagi menahan apa yang terpendam dalam dadanya. Rasa sesaknya yang tadi menyiksa dalam d**a dia ingin segera tumpahkan. Gadis itu berlari mengejar dua sejoli yang sedang berjalan bersisian, tangisnya pecah kembali saat memeluk Candies. “Babang, Dies.” Air mata Zoya mulai mengalir deras lagi. Kali ini dia tidak menahannya sama sekali, gadis itu membiarkan saja air matanya membuncah. “Kamu yang kuat ya, Zoy.” Candies berusaha menenangkannya dengan mengusap-usap punggung gadis itu, tetapi Zoya rasanya belum  puas menumpahkan sesaknya. “Babang, Dies,” ujarnya mengulangi kalimat yang sudah diucapkannya tadi. Zoya menyeka air matanya dengan punggung tangan kanannya lagi. Candies memberinya tissue  yang lalu digunakan kekasih Mikail itu sebagai pengganti. Sebenarnya baru kali ini  Cacing dan Candies melihat Zoya menangis, sejak mengenalnya beberapa tahun lalu. Sepengetahuan mereka, gadis itu adalah perempuan besi yang pantang sekali untuk mencucurkan air mata untuk alasan apapun. Dua sejoli itu menduga mungkin kali ini hal yang sedang dihadapi oleh Zoya sudah melewati ambang batas kekuatannya, sehingga dia merelakan dirinya berlumur air mata. Cacing membuka air mineral ukuran sedang yang sengaja dibelinya tadi di pinggir jalan, lalu diberikannya kepada Zoya. “Kamu yang tenang dulu, Zoy.” Kalimat Cacing disambut dengan anggukkan Zoya, gadis itu menghela napas beberapa kali. “Astaghfirullahaladzim. Ya Allah, tolonglah hambamu ini,” lirih Zoya setelah meneguk air mineral itu. Tangannya membersihkan sisa-sisa air yang masih ada di sudut matanya. Candies mengajak Zoya duduk di bawah sebuah pohon besar, tempat di mana tadi gadis itu menunggu mereka. Tak jauh dari mereka ada tukang bakpao sedang mangkal, hanya terlihat satu dua orang yang membeli. Cacing memesankan beberapa bakpao ukuran besar dan memberikannya untuk Zoya. Gadis itu memakan dengan lahap bakpao ukuran jumbo itu, dia sampai lupa mengucapkan terima kasih kepada pemuda yang memberikannya. Zoya tidak ingat kapan terakhir kali dia mengisi perutnya, mungkin sudah  tiga hari dia tidak mengisi lambungnya. Pantas saja dia merasa perutnya sakit sekali. Dua sejoli itu memberikan kesempatan kepada Zoya untuk makan dulu. Cacing memandangi gadis bermata biru itu dengan sorot mata iba. Kasihan sekali pacar sahabatnya ini, nampak sekali dia kurang memperhatikan makannya dan kurang istirahat sejak kecelakaan itu. Mata panda mulai menggelayuti di bawah indera penglihatannya. “Sejak kecelakaan tiga hari lalu itu Babang enggak sadarkan diri. Baru tadi subuh Babang sadar, tepat setelah kumandang azan berakhir,” ujar Zoya. Dia mulai bercerita kepada dua sosok yang ada di samping kanan dan kirinya. Setelah menghabiskan dua buah bakpao ukuran besar nampaknya dia mulai terlihat sedikit cerah. “Alhamdulillah.” Candies dan Cacing mengucapkan kalimat itu secara bersamaan, senyum bahagia terlihat di wajah kedua sosok itu. Seketika  senyum mereka itu berubah menjadi tanda tanya besar karena air mata yang membuncah kembali dari mata biru Zoya. “Hey, what’s up? Ada apa lagi? Bang Mikail udah sadar, 'kan?” Candies kembali merengkuh Zoya. Dia menangis dalam pelukan itu “It’s okey, we’re here.” Candies berusaha menenangkan Zoya kembali dengan mengusap-usap punggungnya. Kini bahu kekasih Cacing itu sudah menjadi genangan air mata. “Tapi ... Babang enggak kenal aku sekarang, Dies.” Kalimat yang diucapkan oleh Zoya itu membuat Cacing dan Candies saling berpandangan. Mereka tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan olehnya. “Enggak kenal kamu gimana maksudnya, Zoy?” ujar Cacing. Candies hampir saja menanyakan pertanyaan yang sama karena rasa penasaran yang menghampirinya. “Babang enggak ingat status aku di hidupnya sejak setahun lalu, Kak. Babang hanya kenal aku sebagai juniornya di Papala," ujar Zoya sambil menghela napas dalam. "Dokter bilang kemungkinan Babang terkena Amnesia retrograde.” “Amnesia apa?” Cacing mengernyitkan dahi saat mendengar istilah yang diucapkan oleh Zoya itu. Itu adalah sebuah istilah asing di telinganya. “Amnesia retrograde, Kak. Aku juga baru tahu istilah itu dari dokter. Ingatannya Babang terjebak di masa lalu. Babang hanya menyebutkan sebuah nama sejak sadar tadi, dan nama itu bukanlah namaku. Dokter juga bilang bahwa orang ini harus ditemukan segera, karena mungkin dia adalah satu satunya jembatan yang bisa mengembalikan ingatan Babang. Dokter khawatir terjadi total memory loss, ingatan Babang tak pernah kembali. Jika terjadi berarti aku enggak pernah bisa kembali ke hidupnya. Aku hilang sama sekali dari ingatan Babang,” ujar Zoya, terlihat sekali gadis itu berusaha mengendalikan kesedihannya saat menyelesaikan kalimat yang diucapkannya itu. Mereka terdiam mendengar cerita Zoya. Di benak mereka masing-masing terbit sebuah pertanyaan, bagaimana bisa hal itu terjadi? Tiba-tiba Candies teringat akan sesuatu. Dia menggeserkan duduknya ke samping kekasihnya. "Kakak ingat film yang kemarin kita tonton di laptop itu? Yang bintangnya Shahrukh Khan itu?" ujar Candies setengah berbisik kepada Cacing. "Yang mana?" Cacing mengernyitkan dahinya mengingat-ingat karena mereka sering sekali kencan dengan hanya menonton film di laptop. "Film yang kemarin malam kita tonton itu, Kak. Yang pemerannya menderita amnesia, itu namanya Amnesia retrograde," jelas candies mengingatkan kekasihnya. Cacing mengangguk pelan, dia berusaha mengingat film yang dimaksudkan oleh Candies, karena dia sebenarnya tidak terlalu suka film India, jadi tidak terlalu memperhatikan jalan ceritanya. “Siapa nama yang disebut-sebut oleh Babangmu, Zoy?” tanya Cacing. Mungkin dengan mengetahui namanya akan mudah untuk menyelesaikan polemik ini. “Namanya Senja, Kak. Babang bilang ‘Senja, kamu di mana? Aku rindu. Kembalilah, Sayang'. Babang mengulang-ngulang kalimat itu terus, Kak. Rasanya sangat menyakitkan sekali mendengarnya.” Cacing agak tersentak mendengar nama yang diucapkan oleh Zoya. Beberapa tahun lalu dia ingat nama itu memang sering sekali digaungkan oleh sahabatnya. “Nama lengkapnya adalah Pelangi Senja,” ujar Cacing melengkapi. Dua gadis yang ada di samping kanan dan kirinya menatap wajahnya dengan tatapan serius. “Pelangi Senja? Itu nama orang, Kak?” ujar Candies dengan wajah yang penuh ingin tahu. "Iya, Dies. Itu nama orang," ujar Cacing sambil menoleh ke arah kekasihnya. "Aku mengenal nama itu." Zoya menghela napas lega mendengar kalimat yang diucapkan oleh Cacing, harapannya kini besar akan kesembuhan orang yang dicintainya itu. “Kakak kenal dengan Pelangi Senja?” tanya Zoya yang dijawab dengan anggukan Cacing. “Kenal banget sih enggak, lebih tepatnya ‘pernah kenal’. Gue pernah dikenalkan oleh Mikail kepadanya. Dia itu adalah sosok yang pernah membuatnya benar-benar hidup, benar-benar menjadi manusia.” “Lalu di mana dia sekarang, Kak?” tanya Zoya dengan penasaran. "Kita harus segera menemukannya." “Gue enggak tahu di mana dia sekarang. Mikail juga enggak pernah tahu ke mana perginya gadis itu. Dia menghilang begitu saja, seperti ditelan bumi,” ujar Cacing sambil berusaha menggali ingatannya. “Mikail sempat enggak bisa move on bertahun-tahun karena gadis ini, dia enggak bisa menerima kehadiran orang yang baru di hidupnya. Dia berharap jika Senja akan kembali dan meneruskan cerita mereka yang terputus.” Terlintas dalam benak Zoya, dulu waktu baru dekat dengan Mikail di Pencinta Alam, dia  pernah bercerita sangat mencintai Senja dan tidak ada sesuatu yang indah selain Senja. Zoya berpikir Senja itu adalah sebuah  waktu menjelang malam, di mana ada keindahan saat mentari turun tahta di ufuk barat, ternyata dugaannya salah. Senja itu ternyata adalah nama orang yang sangat dekat dengan Mikail, bukan nama waktu. Gadis bermata biru itu meraih ponsel Mikail di saku jaketnya, dia membukan kontak w******p lalu dicarinya nama Senja, tetapi tidak ditemukan. Ataukah mungkin dia menyimpannya dengan nama yang lain? Ah, Pelangi mungkin, nama panjangnya adalah Pelangi Senja, mungkinkah? Gadis itu mencarinya, tetapi tetap tidak ditemukannya, nihil. Tidak ada yang namanya Pelangi di ponsel. Kamu simpan dengan nama siapa pelangi Senja ini, Bang? Cacing memperhatikan apa yang dilakukan oleh Zoya, nampaknya kekasih sahabatnya itu tidak tahu bahwa Mikail pun sebenarnya kehilangan jejak mantan kekasihnya itu. “Kamu enggak akan temukan kontaknya di ponsel, Zoy,” ujar Cacing dengan nada hati-hati. Dia tidak mau kalimat yang diucapkannya itu membuat gundah kembali hadir di hati Zoya. Pandangan penuh tanya Zoya merayapi wajah Cacing, dia tidak mengerti dengan situasi yang sedang berlangsung. Apakah Babang benar-benar tidak memiliki  sama sekali kontak mantannya itu? Ataukah mungkin disimpan dengan nama lain? “Mikail pun sebenarnya enggak punya nomor kontaknya Senja, Zoy. Dia benar-benar kehilangan jejak gadis itu,” sambung Cacing. Zoya memandang pemuda di hadapannya itu dengan tatapan kosong, tiba-tiba harapannya  yang tadi menguat kini terasa meluntur lagi. “Media sosial gimana, Kak? f******k, ** mungkin? Atau yang lainnya” ujar Zoya. Kalimatnya dijawab Cacing dengan menggelengkan kepala dua kali. “Dulu gue pernah berteman dengan Senja di f******k. Saat dia tiba-tiba pergi menghilang meninggalkan Mikail yang masih di rumah sakit, gue mencari-cari lagi akunnya di kontak pertemanan gue tetapi enggak ada. Gue coba cari di search bar f******k, hasilnya tetap sama. Mungkin akun f******k-nya di non aktifkan, atau mungkin gue diblokir oleh gadis itu,” ujar Cacing membeberkan asumsinya. “Apa nama akun f******k-nya Pelangi Senja, Kak?” tanya Zoya sambil membuka aplikasi media sosial itu di gadget milik Mikail. “Nama akunnya sesuai dengan nama aslinya, Pelangi Senja, lo search aja coba. Gue pernah mencari lagi dengan nama itu dan yang tampil adalah akun fake tante-tante aneh, akun tante-tante yang kurang kasih sayang.” Terlihat sebuah senyum kecil di wajah Cacing, nampaknya yang pernah diketahuinya tanpa sengaja itu adalah sesuatu yang lucu. Zoya membuka f******k Mikail yang tidak pernah di-log out di ponselnya, dia mencari nama Pelangi Senja di search bar. Benar apa yang sudah dikatakan Cacing tadi, yang tampil malah akun tante-tante aneh. Gadis itu  lalu mencari di **, hasilnya tetap nihil. Gadis itu memandang kosong, benaknya mencari-cari kata apa yang harus dituliskan di kedua media sosial itu. Dia mulai digelayuti kesedihan lagi saat dia merasa kembali menemukan jalan buntu. “What should I do now? I have to find her as soon as possible,” ujar Zoya lirih sambil menyeka air matanya. “Aku enggak mau hilang dari ingatan Babang.” Air hangat mulai merambati lagi pipi gadis bermata biru itu, dia teringat akan Mikail yang terkapar tak berdaya saat baru kecelakaan lalu  bersambung dengan pemuda itu yang menyebutkan nama Senja berulang kali. “Astaghfirullahalazhiem, ya Allah. Tolonglah hambamu yang dhoif ini,” ujar Zoya sambil menundukan wajahnya. Air mata Zoya kian tak terkendali, Candies memeluk erat gadis yang sedang dirundung duka mendalam itu. Dia membersihkan air yang membasahi pipi dan setiap sudut mata kekasihnya Mikail itu. “Kita akan kembalikan ingatan Bang Mikail, Zoy. Kamu jangan sedih, pasti kita bisa melakukannya,” ujar Candies sambil merengkuh bahu Zoya.  Kalimat kekasihnya itu disambut oleh anggukan kepala Cacing. “Tapi ... bagaimana caranya? Aku enggak tahu, Kak,” ujar Zoya dengan suara bergetar. “Pasti ada caranya. Zoy. Allah pasti akan menunjukkannya kepada kita nanti, tugas kita adalah berusaha dulu dengan kemampuan yang kita miliki,” ujar Cacing dengan kalimat yang bijaksana. Candies menatap dalam kepada kekasihnya itu, dia tidak menyangka pemuda yang dicintainya itu bisa menguntai kata sebijaksana itu. “Tapi bagaimana jika Pelangi Senja ini tidak pernah kita temukan, Kak? Bagaimana jika aku hilang dari ingatan Babang selamanya?” “Kamu jangan risaukan hal itu, Zoy. Apapun yang terjadi sudah menjadi skenario Allah, dan percayalah skenario Allah itu yang terbaik untuk kita. Apa yang sudah terjadi dengan Mikail memang sudah digariskan oleh Sang Maha Berkehendak, termasuk ingatannya yang hilang itu. Jika Allah berkehendak semua pasti terjadi. Tugas kita adalah berusaha dan serahkan hasilnya kepada Allah Subhanahu wata’ala.” “Aku enggak siap kehilangan Babang, Kak,” lirih Zoya. “Mintalah pertolongan kepada Allah, Zoy. Dalam sebuah ayat Alquran Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ‘jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu. Tugas kita sekarang adalah menjadikan sabar dan sholat sebagai penolong, Itu saja sudah cukup.” Candies kian kagum kepada kekasihnya itu, baru kali ini dia melihat Cacing berkata-kata layaknya seorang Ustadz yang sering berceramah di depan jamaah. Ini adalah sisi lain yang baru diketahui oleh gadis itu.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD