bc

TWO OF US

book_age18+
1.0K
FOLLOW
6.0K
READ
others
arranged marriage
goodgirl
drama
sweet
lighthearted
serious
spiritual
love at the first sight
shy
like
intro-logo
Blurb

Ini adalah kisah Ayana yang dilema dengan takdirnya. Setelah menganggur selama satu tahun akhirnya Ayana diterima kerja di sebuah perusahaan farmasi. Ia sangat senang namun ada yang janggal saat di hari pertama ia masuk kerja. Ia diterima sebagai Sekretaris bos dari perusahaan tersebut. Hal itu tidak sesuai dengan posisi yang Ayana lamar yaitu staff laboratorium mikro dan yang paling mengejutkan ternyata Bosnya adalah Rafa yang tak lain adalah kakak kelasnya saat SMA. Awalnya Rafa berperilaku biasa saja namun lambat laun Rafa mulai mendekati Ayana dan memintanya untuk mengajarinya tentang agama. Ayana awalnya dengan senang hati mengajari Rafa untuk taat beragama namun lambat laun perlakuan Rafa terlihat tidak seperti biasanya dan membuat Ayana bimbang dengan perasaannya. Padahal Ayana sudah memiliki Wafiy sebagai calon pendamping hidupnya yang sholeh, dewasa, ramah, dan mapan. Apakah Ayana dapat mempertahankan perasaannya kepada Wafiy atau akhirnya ia akan jatuh pada Rafa?

chap-preview
Free preview
PROLOG
Ini kisah hidupku. Seorang perempuan biasa berusia 24 tahun yang mulai berjuang untuk menyusun masa depannya. Setiap hari aku selalu berusaha memasukkan lamaran kerja ke semua lowongan selama satu tahun ini namun belum juga ada satupun yang memanggilku untuk interview. Tiba-tiba sebuah notifikasi email masuk dan tampil dilayar ponselku. Alhamdulillah ya Allah! Aku mendapatkan panggilan interview dari sebuah perusahaan farmasi Ardi Manunggal. Hari ini aku akan melakukan interview itu. Setelah menyelesaikan ibadah sholat subuh aku mengecheck kembali kesiapan berkas lamaranku. Aku Memastikan jika tidak ada satu lembar pun yang tertinggal. InsyaAllah semuanya lengkap. Aku sudah siap dengan baju formal yang rapi dan langsung menghampiri Ibu yang sedang sibuk di dapur untuk mempersiapkan sarapan kami. "Yaya, Mau kemana pagi-pagi sudah rapi seperti ini, Nak?" tanya Lukman saat aku memberikan kopi buatan Ibu. "Yaya hari ini alhamdulillah dipanggil untuk interview, Yah," ujarku. Terlihat senyuman terbit di bibir Ayah. “MasyaAllah! Alhamdulillah! Bapak antar ya, Nak. Kamu interview di perusahaan apa?” ucap Lukman dengan menggandeng tanganku untuk duduk di dekatnya. “Nggak usah, Yah. Nanti yang nganter Aidan sekolah siapa? Ayana biar berangkat naik Ohjek aja. Ayana interview di Perusahaan Ardi Manunggal, Yah,” ucapku. “Lho kok naik Oh-jek sih, Nak? Wafiy hari ini nggak bisa jemput ya?” ucap Lukman. “Mas Wafiy sedang sibuk katanya banyak acara di kantor minggu ini, Yah. Nanti Mas Wafiy malah kerepotan jadinya,” ucapku dengan tersenyum. Aku memang sudah mengabari Mas Wafiy tadi malam dan dia meminta maaf tidak bisa mengantarku karena hari ini ia akan pergi ke Bandung. “Ya sudahlah. Semoga diberi kelancaran dan kemudahan untuk interviewnya ya, Nak,” ucap Lukman sembari mengusap puncak kepala anak sulungnya tersebut. “Ayok sarapan, Ya, Yah!” panggil Nayla. Aku dan Ayah bergegas masuk ke dalam rumah dan menghampiri meja makan. Terlihat di meja makan sudah berkumpul Ibu, Adit, Akmal, dan Zaidan. Kami melakukan sarapan dengan hening. Sebenarnya aku merasa gugup pagi ini. “Mbak Ya, mau kemana?” tanya Zaidan yang sedang duduk disampingku. “Mbak Ya, mau interview Dek,” ucapku sambil tersenyum padanya. “Interview itu apa?” tanya Zaidan dengan raut bingungnya. “Interview itu kayak wawancara gitu lho, Dek. Ntar Mbak Ya ditanya-tanya gitu. Kalau lolos Mbak Ya dapet kerja,” jelas Akmal. “Mbak, mau berangkat naik apa?” tanya Adit. “Naik Ohjek saja. Minta tolong pesenin dong, Dit,” ucapku. “Itu tuh Hape-nya, Mbak. Pesen sendiri lah! Aku masih makan ini,” ucap adit sambil menunjuk piringnya. “Adit! Kamu ini sama Mbakmu kok kayak gitu lho,” ucap Nayla mengingatkan. “Kata Ibu kalau lagi makan nggak boleh disela-selakan? Makanya Adit minta Mbak Ya pesen sendiri,” ucap Adit menjelaskan pada Ibunya. “Nggak papa kok, Bu. Ini Yaya bisa pesen sendiri juga,” Ucapku sambil tersenyum. Saat ini aku gugup bukan main. Ini adalah interview pertamaku. Karena baru kali inilah aku lolos seleksi pemberkasan.  Oh ya, sebelum aku lupa, mari kita berkenalan. Namaku adalah Ayana, ya seperti yang sudah kalian lihat di atas aku sering dipanggil Aya atau Yaya. Nama lengkapku adalah Ghayda Ayana Diinah. Nama yang indah bukan? Nama adalah doa. Dan itulah harapan kedua orang tuaku saat memberikan nama yang cantik itu pada putri pertama mereka. Selesai interview, aku bertanya pada mbak-mbak yang tadi mengantarku. Beliau berkata, pengumuman akan disampaikan melalui email besok pagi. Oke, kalau begitu aku bisa langsung pulang. Sebentar lagi akan memasuki jam makan siang. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke rumah saja. Aku memesan Ohjek kembali untuk mengantarkan pulang. “Assalamu’alaikum!” ucapku setelah sampai di depan pintu rumah sembari melepas sepatuku. "Wa’alaikumsalam, Ya," aku mendongak ketika mendengar suara yang sangat familiar itu memanggil namaku. Begitu melihat sosok itu, aku pun tersenyum. Perlu aku perkenalkan, dia adalah Mas Wafiy. Lelaki yang insyaAllah akan menjadi imamku suatu hari nanti. Dia adalah lelaki yang baik. Tak hanya aku, Ayah, yang berlaku sebagai waliku pun sangat menyukainya. "Mas kok ada di sini? Katanya hari ini ke Bandung?" tanyaku. Pipiku selalu bersemu merah setiap menerima kejutan darinya. Walau hanya sebuah kejutan kecil seperti saat ini. “Jadi Mas langsung ke sini setelah semuanya selesai. Lagian Mas kan mau jadi orang pertama yang tau, apakah kamu diterima bekerja di sini atau tidak," ucap Mas Wafiy. Aku kembali tersenyum lalu menundukkan pandanganku. "Belum tau, Mas. Katanya pengumumannya akan dilakukan besok melalui email," jawabku. "Bismillah! Mas sih yakin kamu akan diterima. Semoga pekerjaan ini memang yang terbaik buat kamu ya," Dia memang sangat mengerti aku. Termasuk seberapa besar keinginanku untuk bekerja di kantor ini. Aku amiin kan doanya dalam hati. Semoga benar, bekerja di perusahaan tersebut adalah jalan yang terbaik untukku. Sehingga aku bisa memaksimalkan kemampuanku di bidang Analisis Mikro, sesuai ijazah S1 yang aku lampirkan saat aku melamar kemarin. "Sudah pulang, Nak? Gimana tadi interviewnya?" tanya Ayah membuyarkan lamunanku. "Baru sekitar 10 menit yang lalu, Yah. Alhamdulillah Yaya diberi kemudahan dan kelancaran, Yah," ujarku sambil mencium tangannya. “Alhamdulillah semoga keterima ya, Nak. Ya sudah, Kalian mengobrol dulu saja. Ayah mau jemput Zaidan dulu,” ucap Lukman sambil mengelus kepala anak sulungnya dan menatap Wafiy. “Yaya aja yang jemput, Yah,” ucapku sambil mengambil kunci motor dari tangan Ayah. “Biar saya antarnya, Pak. Saya juga sudah lama tidak menjemput Zaidan Karena kesibukan saya,” ucap Mas Wafiy. “Hati-hati kalian berdua,” ucap Lukman. Oh ya, perlu aku jelaskan di awal. Aku mempunyai tiga adik laki-laki, yaitu Adit yang notabene adek pertamaku yang sekarang sedang menjalani kuliahnya pada semester 6. Kemudian adik keduaku bernama Akmal yang sekarang sedang menempuh pendidikan kelas 1 SMA, dan Zaidan. Ya, Zaidan adalah adik bungsuku. Usianya sembilan tahun dan dia duduk di bangku kelas tiga SD.  Dia sangat manja padaku, bahkan pada Mas Wafiy. Tapi saat bersama Ayah dan Adit, yaitu adik pertamaku, dia bisa bersikap lebih dewasa. Mungkin ia tak mau merepotkan Ayah dan Adit. Baginya, cukup aku dan Mas Wafiy saja yang direpotkan. "Oh iya, dua hari yang lalu aku dengar dari Bapak, Zaidan juara lomba MHQ ya?" tanya Mas Wafiy. Aku mengangguk sebagai jawaban. Adik bungsuku itu memang terlahir dengan bakat menghafalkan Al Qur’an dan memiliki suara yang lembut. Bahkan aku pun tak sanggup menyainginya. "Kalau begitu sekalian saja nanti kita ajak makan Zaidan, lalu habis makan kita carikan hadiah untuk Zaidan. Biar dia yang memilih hadiahnya sendiri," ucap Mas Wafiy. "Eh, tidak usah, Mas. Kemarin saat Zaidan terima rapot semester genap kan sudah aku belikan krayon baru sebagai hadiah," ujarku. Aku selalu merasa tidak enak kalau Mas Wafiy terlalu memanjakan adik-adikku. Aku tidak mau keluargaku menjadi beban baginya. Toh hubungan kami juga belum sejauh itu, masih dalam masa ta’aruf. "Jangan begitu, anggap saja ini rezeki untuk Zaidan. Biar dia lebih semangat lagi latihannya," ujar Mas Wafiy. Selalu saja begitu. Mas Wafiy begitu memperhatikan keluargaku. Membuatku semakin jatuh hati pada kelembutan hatinya. Mungkin hal itulah yang juga membuatku begitu kagum padanya, di samping ilmu agamanya yang cukup baik. Semoga Allah lancarkan semuanya ya, Mas. Terutama untuk hubungan kita. Semoga Mas Arman memanglah takdir yang Allah kirimkan untukku. Dan semoga aku adalah penyempurna agama Mas yang telah Allah pilihkan dari jutaan perempuan lain di muka bumi ini. Kalau kata Ayah sih, Laki-laki seperti Mas Wafiy ini merupakan paket komplit dan sangat sulit dicari di era modern seperti ini. Tidak salah kalau Ayah sangat menyayanginya, dan juga merestui hubungan kami. Aku sangat tersentuh dengan kelugasan Mas Wafiy dalam menjawab setiap menjawab pertanyaan Ayah saat dulu mengutarakan ingin mengenalku lebih jauh. Ia juga berkata akan segera menikahiku. Namun untuk saat ini aku harus bersabar karena kedua orang tua Mas Wafiy sedang banyak kesibukan di luar kota. Jadi acara semacam lamaran, apalagi sampai pernikahan, dengan sangat terpaksa harus kami tunda dulu. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

HURTS : Ketika Hati Yang Memilih

read
115.4K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.6K
bc

The Perfect You (Indonesia)

read
290.2K
bc

Just Friendship Marriage

read
507.8K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
55.7K
bc

Om Bule Suamiku

read
8.8M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook