AGAMA RAFA

1117 Words
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tiga sore. Meeting dengan pihak Aliana Group akhirnya usai juga. Radit, Dita, dan Riko pamit undur diri. Lalu Ayana membantu Rafa membereskan berkas-berkas sedangkan Rafa membereskan Laptopnya. Setelah semuanya selesai Rafa langsung mengajak Ayana ke kasir dan tiba-tiba mengangsurkan kartu atmnya kepada Ayana. “Buat apa ya, Pak?” tanya Ayana dengan heran saat melihat kartu atm Rafa. “Kamu yang bayar ya, Ya. Saya mau ke kamar mandi sebentar,” ucap Rafa dengan mengelus tengkuknya. "Baik, Pak. Tas laptopnya ditinggal saja sama saya. Biar nggak basah ntar" ucap Ayana dengan senyum tipisnya, “Oh iya, Pak. Pinnya berapa ya?” tanya Ayana dengan canggung. “Eh iya ya saya kelupaan malahan. Sebentar ya saya kirimkan lewat w******p,” ucap Rafa. “Baik, Pak. Saya tunggu,” ucap Ayana dengan anggukan kepalanya. Setelah mengirimkan w******p ke Ayana, Rafa langsung memberikan tas laptopnya pada Ayana dan berjalan kearah kamar mandi. Ayana mendekati meja kasir kembali dan meminta bill tagihan makan mereka. Ayana benar-benar terkejut melihat tagihan tersebut. Dalam sekali makan mereka bisa menghabiskan satu setengah juta. Ayana langsung menyerahkan kartu atm Rafa. Setelah transaksinya selesai Ayana menunggu Rafa di tempat duduk yang ada di lobby restaurant tersebut. Ia lalu mengecheck ponselnya dan ternyata terdapat w******p dari Wafiy yang akan menjemputnya untuk pulang bersama. “Ayo, Ya,” ucap Rafa yang telah kembali dari kamar mandi dan langsung mengambil tas laptopnya dan totebag berisi berkas-berkasnya untuk ia bawa. “Iya. Ini atm dan kwitansinya Pak,” ucap Ayana sambil mengangsurkan atm dan kwitansi pada Rafa. “Bawa dulu saja, Ya,” ucap Rafa sambil memperlihatkan tangannya yang penuh dengan bawaan.   Setelah mereka sampai di mobil, Rafa langsung menempatkan tas bawaannya ke kursi penumpang belakang kemudian memasang seat belt nya dan melajukan mobilnya. Ditengah-tengah keheningan antara mereka berdua tiba-tiba ponsel Ayana berdering. Saat Ayana cek ternyata telpon tersebut berasal dari Wafiy. Ayana bingung haruskah ia menjawabnya atau mengabaikannya karena ia sekarang sedang bersama Rafa. Ia malu saja mengangkat telpon Wafiy di depan Rafa. "Angkat aja, Ya. Siapa tahu penting," ucap Rafa yang pandangannya masih fokus dengan jalanan dihadapannya. "Na-nanti saja nggak papa kok, Pak," ucap Ayana dengan ragu. Tak lama kemudian dering telpon tersebut berhenti tapi tak berapa lama ponsel tersebut berdering kembali. "Sudah diangkat saja, Ya. Sepertinya memang penting" ucap Rafa dengan menengok kearah Ayana yang menunduk, “Santai aja kalau sama saya.” "Ba-Baik. Mohon maaf ya, Pak" ucap Ayana lalu menggeser layar ponselnya, “Halo. Assalamu’alaikum Mas.” “Wa’alaikumsalam, Ya. Kamu keluar jam berapa nanti?” tanya Wafiy. “Yaya paling pulang jam empat atau setengah lima, Mas,” ucap Ayana sambil melirik kearah Rafa. Oke. Setelah ashar Mas berangkat kesana ya,” ucap Wafiy. “Iya, Mas,” ucap Ayana.  Seusai telpon antara Ayana dan Wafiy terputus, Ayana langsung memasukkan ponselnya ke dalam tasnya. Lalu ia mengarahkan pandangannya ke jalan. Ternyata mereka sudah memasuki jalan kawasan perusahaan Rafa. Rafapun sepertinya juga enggan menanyakan lebih lanjut masalah tersebut. Sesampainya di kantor Ayana dan Rafa langsung turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam menuju lantai empat. Adzan Asharpun berkumandang. Ayana dan Rafa sudah sampai dilantai tempat kerja mereka. Saat itu mereka berdua berpapasan dengan Arka dan Aura yang membawa tas mukena. Sepertinya mereka berdua akan melaksanakan sholat Ashar di musholla. "Udah balik, Mbak? Gimana tadi meetingnya?" sapa Aura dengan riang. “Alhamdulillah sudah, Ra. Lancar kok,” ucap Ayana. “Alhamdulillah deh. Ketemu sama Mbak Dita kan, Mbak?” ucap Aura. “Iya tadi ketemu,” ucap Ayana. “Ayok Mbak! kita sholat ashar berjama’ah,” ucap Aura dengan menggandeng tangan Ayana ke meja kerjanya. “Lu ikut gue, Raf!” ucap Arka dengan tegas. "Gue bawa barang bawain nih. Gue taruh dulu ke ruangan gue. Ntar nyusul dah," ucap Rafa sambil menunjukkan bawaan yang ada ditangannya. "Taruh aja di meja Ayana kan bisa. Lu kalau udah masuk ruangan pasti nggak bakal balik lagi kesini dah," Ucap Arka dengan datar. “Iya ah elah. Lu tunggu sini aja,” ucap Rafa dengan kesal dan melangkahkan kakinya menuju meja kerja Ayana. “Kenapa, Pak?” Tanya Aura saat Rafa sudah mendekati meja kerja Ayana. “Titip barang, Ra. Titip bentar ya, Ya,” ucap Rafa sambil meletakkan tas laptopnya dan tote bag berisi berkas-berkasnya. “Iya. Silahkan, Pak. Bapak mau keluar lagi?” ucap Ayana dengan senyum tipisnya. “Nggak, Ya. Saya mau sholat ashar,” ucap Rafa dengan datar. “Wah wah! Ada angin apa nih, Pak? Kok saya jadi merinding,” ucap Aura dengan nada mengejeknya. “Boslu pake ngancem-ngancem sekarang. Ayo ke musholla! Katanya mau jama’ah tadi. Malah ngajak ngobrol disini lu,” Ucap Rafa dengan kesal. Rafa, Ayana dan Aura berjalan berdampingan menghampiri Arka. Lalu mereka berempat melangkah menuju musholla yang berada di rooftop. Saat mereka sampai disana ternyata sudah ramai para pegawai yang akan melaksanakan sholat juga. Setelah mereka melepaskan alas kaki, Rafa dan Arka berjalan kearah tempat wudhu laki-laki sedangkan Ayana dan Aura berjalan menuju tempat wudhu perempuan. Setelah melaksanakan sholat ashar Ayana dan Aura keluar lebih dulu dari musholla kemudian memakai sandal mereka. "Ayo, mbak! Mereka berdua ditinggal aja,” ucap Aura yang beranjak dari duduknya. “Oh iya, Ra. Aku mau nanya sesuatu. Tadi siang Mbak Dita bilang kalau Pak Rafa dia kira dulu non-islam, terus tadi kamu juga mengejek beliau saat beliau menjawab akan sholat ashar. Memang Pak Rafa selama ini jarang sholat ya?” ucap Ayana dengan penasaran. “Haha. Dikira non-islam dong Pak Rafa. Berarti tadi Pak Rafa juga sholat dhuhur, Mbak? Tumben banget biasanya kalau nggak dipaksa Pak Arka ada aja alasannya” ucap Aura dengan tawanya, “Pak Rafa itu hidup dalam keluarga yang beda agama, Mbak. Bapaknya islam tapi bukan yang islam banget gitu. Ibunya itu awalnya nonis terus jadi muallaf baru saat Pak Rafa SMP kalau kata Pak Arka. Mungkin karena itu kali ya jadi beliau kayak gitu.” Penjelasan Aura membuat Ayana tercengang. Ia tidak menyangka ternyata keluarga Rafa seperti itu. Ia merasa beruntung memiliki keluarganya saat ini. Ia tidak harus bingung dalam mempelajari tentang agamanya. Ya memang semua manusia tidak ada yang sempurna tapi paling tidak seharusnya agama menjadi pedoman hidup bagi setiap manusia. "Mbak nggak nyangka ya? Aku awalnya juga ngira itu hal biasa karena sekarang banyak juga yang kayak Pak Rafa ini. Tapi setelah tahu bahwa Pak Rafa dan Pak Arka adalah sepupu. Aku jadi penasaran dong soalnya yang satunya taat banget dalam beragama eh yang satunya ambyar banget. Makanya aku tanya ke Pak Arka," jelas Aura.  "Kasihan ya Pak Rafa. Semoga beliau segera diberi hidayah sama Allah. Aamiin," ucap Ayana.  "Iya, Mbak. Aamiin ya robbal alamiin," Ucap Aura sambil mengusapkan telapak tangannya ke wajah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD