Ayana dan Rafa sudah sampai di parkiran Restoran Gubug Rindang Soka. Setelah keluar dari mobil Rafa mereka berdua langsung berjalan masuk ke lobby dan diarahkan ke meja yang sudah Ayana reservasi sebelumnya oleh pelayan. Untung saja mereka sudah sampai lebih dulu sebelum pihak Aliana Group. Namun hal itu menjadikan Ayana hanya berduaan dengan Rafa saat ini. Rafa sedang asyik dengan berkas yang sedang ia baca. Akhirnya Ayana memutuskan untuk membuka chat w******p nya dan ternyata chat yang ia kirimkan pada Wafiy hanya di read saja oleh pemiliknya. Ayana mengernyitkan dahinya ia berpikir apakah Wafiy marah dengannya?
Adzan dhuhur pun mulai berkumandang. Namun orang-orang dari pihak Aliana Group belum hadir juga. Akhirnya Ayana berniat untuk melaksanakan sholat dhuhur terlebih dahulu saja. Ia menatap Rafa yang sekarang sedang fokus dengan ponselnya. Ia ingin meminta izin pada Rafa untuk melaksanakan sholat dhuhur sebentar.
“Hmmm…Pak!” ucap Ayana yang membuat Rafa mengalihkan pandangannya dari ponselnya lalu menatap Ayana.
“Ada apa, Ya?” tanya Rafa dengan kerutan di dahinya.
“Saya sholat dhuhur sebentar boleh, Pak?” ucap Ayana dengan menunduk. Ia malu saat Rafa menatapnya dengan serius.
“O-oh! Boleh kok, Ya,” ucap Rafa dengan gugup. Ia tidak menyangka Ayana akan setepat waktu itu untuk melaksanakan ibadah sholatnya.
“Bapak tidak sholat sekalian?” tanya Ayana dengan alis yang terangkat.
“A-ah. Iya nanti saya sholat setelah kamu, Ya. Soalnya ntar kalau pihak Aliana Group datang biar tidak kebingungan,” ucap Rafa dengan mengusap tengkuknya. Ia sangat kaget mendapat pertanyaan tersebut dari Ayana. Ia jadi ingat terakhir ia sholat sudah seminggu yang lalu. Ia pun sholat masih bolong-bolong. Ia akan melaksanakan ibadah sholat jika sedang bersama Arka saja karena sepupunya itu akan memaksanya untuk ikut ke masjid atau musholla terdekat.
“Baik kalau begitu, Pak. Saya akan segera kembali, Pak,” ucap Ayana dengan senyum tipisnya.
“Tas kamu tinggal aja, Ya! Biar saya jagain disini,” perintah Rafa dengan menatapnya lekat.
“Baik. Permisi Pak,” ucap Ayana setelah mengeluarkan mukena dari tasnya.
Setelah Ayana meninggalkannya untuk ke musholla, Rafa benar-benar merasa seperti disadarkan seketika oleh Ayana bahwa selama ini ia sudah melewatkan ibadahnya hanya untuk duniawi. Biasanya ia sering menunda-nunda sholatnya dan berakhir tidak jadi melaksanakannya. Hal tersebut akhirnya menjadi kebiasaan di hidupnya. Ditengah-tengah lamunannya pelayan menghampirinya dengan diikuti dengan tiga orang dibelakangnya.
“Maaf, Pak! Beliau-beliau ini minta diantarkan ke meja atas nama Pak Rafa,” ucap pelayan tersebut yang membuat Rafa sadar dari lamunannya.
“A-ah. Silahkan Pak Radit” ucap Rafa sambil menjabat tangan Radit dan mempersilahkan Radit dan pegawainya tersebut untuk duduk, “Terimakasih, Mas.”
“Sama-sama, Pak. Untuk makanannya bisa kami keluarkan sekarang ya Pak?” ucap pelayan
“Iya, Mas,” ucap Rafa.
Saat pelayan tersebut melangkah meninggalkan meja Rafa, Pria itu berpapasan dengan Ayana yang baru kembali dari Musholla. Ayana langsung mengerti jika pihak Aliana Group sudah datang. Ayana langsung mempercepat langkahnya menuju ke meja tersebut. Saat ia sudah mendekati meja tersebut pandangan mata orang-orang yang berada di meja tersebut langsung mengarah kepadanya. Rafa yang paham langsung menarik kursi Ayana agar wanita itu bisa duduk langsung di kursinya.
“Perkenalkan ini sekretaris baru saya Ayana,” ucap Rafa pada Radit dan bawahannya.
“Radit dari Aliana Group,” ucap Radit sambil mengarahkan jabatan tangannya kearah Ayana.
“Ayana, Pak,” ucap Ayana sambil mengatupkan kedua tangannya di d**a untuk membalas jabatan tangan Radit. Hal itu membuat Radit tersenyum tipis. Ia tidak menyangka Rafa akan mendapatkan sekretaris seperti ini.
“Saya Dita, Mbak. Sekretarisnya Pak Radit. Salam kenal,” ucap Dita dengan senyumnya dan uluran tangannya yang langsung disambut oleh Ayana dengan senyumnya.
“Saya Riko. Staf keuangan Aliana Group,” ucap Riko dengan datar.
“Pak. Bapak nggak sholat dulu?” tanya Ayana dengan polosnya.
“I-iya saya hampir lupa. Pak Radit sudah sholat?” ucap Rafa dengan canggung sambil melepaskan jasnya dan menyampirkanya pada kursi.
“Belum, Pak. Ayo Ta, Ko kita sholat dulu!,” ucap Radit.
“Saya sedang halangan, Pak,” bisik Dita pada Radit yang langsung dibalas anggukan oleh Radit.
Rafa, Radit, dan Riko langsung beranjak dari duduknya dan berjalan kearah musholla setelah menanyakannya pada pelayan yang tadi mengantarkan makanan ke meja makan mereka.
“Ehm, Mbak sekretarisnya Pak Rafa yang baru ya? Sudah berapa bulan, Mbak?” tanya Dita yang duduk disamping Ayana.
“Iya, Mbak. Ehm saya baru dua hari ini bekerja dengan Pak Rafa,” ucap Ayana dengan senyum tipisnya. Ia bisa melihat betapa terkejutnya Dita dari sorot matanya.
“Ehmm.. Mbak sama Pak Rafa apakah udah pernah kenal sebelumnya?” tanya Dita dengan penasaran.
“Dulu kami pernah satu sekolah saat SMA. Beliau kakak kelas saya. Kenapa ya, Mbak?” ucap Ayana dengan bingung.
“A-ah. Pantesan Mbak seperti sudah dekat dengan beliau. Dulu waktu Mbak Rana jadi sekretaris beliau dia nggak pernah ngingetin beliau sholat, Mbak. Saya kira dulu Pak Rafa itu non-islam,” ucap Dita dengan mengelus dagunya.
Ayana benar-benar terkejut dengan perkataan Dita, “Berarti selama ini Rafa jarang sholat.” Batinnya.
“A-ah. Saya tadi Cuma menanyakan saja, Mbak. Karena tadi Bapak juga bilang mau sholat tapi gantian setelah saya kembali katanya,” jelas Ayana dengan gugup.
“Santai, Mbak. Saya malah ikut senang kok. Pak Rafa itu orang yang baik. Beruntung beliau mendapatkan sekretaris seperti Mbak,” ucap Dita dengan senyumnya.
“Terimakasih, Mbak. Mbak terlalu berlebihan saya juga baru berkecimpung sebagai sekretaris. Jadi mohon bantuannya,” ucap Ayana dengan anggukannya.
Rafa, Radit, dan Riko terlihat sedang berjalan kearah mereka sambil mengobrol. Ayana dan Dita menatap kearah mereka. Mereka bertiga terlihat sangat tampan dengan kemeja yang terlipat hingga siku. Terlihat senyum terpancarkan pada Dita saat Ayana menoleh padanya. Ayana sebenarnya juga tidak menampik bahwa ia juga terpesona dengan ketiga laki-laki tersebut. Terutama pada Rafa. Bagaimana tidak? Rafa yang memiliki postur tubuh tegap, tinggi dengan wajah keturunan arabnya saja dulu sudah membuat banyak teman perempuannya di SMA klepek-klepek. Apalagi sekarang yang ditambah terlihat lebih matang dengan kemeja yang dilipat sikunya sehingga memperlihatkan ototnya.
“Ya Allah! Sadar Ya. Kamu sudah punya Mas Wafiy,” batin Ayana.
“Kita makan dulu saja ya. Setelah itu baru membicarakan tentang kerjasama kita?” ucap Rafa setelah duduk di kursinya.
“Oke, Pak. Mari makan,” ucap Radit yang dibalas anggukan oleh bawahannya.
Tiba-tiba ponsel Rafa berbunyi karena mendapatkan telepon dari seseorang. Rafa langsung izin untuk mengangkat telepon tersebut dan mempersilahkan mereka untuk makan terlebih dahulu. Rafa langsung beranjak dari tempat duduknya dan menjauh dari meja tersebut. Ayana langsung mempersilahkan Radit, Dita, dan Riko untuk mengambil makanan yang tersedia. Setelah mereka selesai mengambil makanan dan mulai menikmati santapannya Ayana mengambil makanan ke piringnya dan memtuskan untuk menunggu Rafa kembali. Tak berselang lama akhirnya Rafa kembali ke meja mereka.
“Bapak mau makan dengan apa? Biar saya ambilkan,” ucap Ayana saat melihat Rafa masih berkutat dengan ponselnya.
“Oke, Ya,” ucap Rafa yang masih belum mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
“Nasinya cukup, Pak?” tanya Ayana sambil menunjukkan piring Rafa yang membuat Rafa langsung menoleh dan memperhatikan kegiatan Ayana.
“Sudah cukup, Ya. Lauknya cumi-cumi sama mie bihun goreng ya,” ucap Rafa dengan senyum tipis. Ia tidak menyangka Ayana begitu tanggap padanya. Ia sangat senang mendapatkan sekretaris seperti Ayana.
TBC