Seperti biasa, setiap pagi Ayana selalu membantu ibunya menyiapkan sarapan di meja makan keluarganya. Menu sarapan mereka sederhana untuk hari ini, hanya ada nasi, sayur bayam, tempe serta telur dadar untuk keenam anggota keluarga Ayana. Tapi tak ada satupun yang mengeluh dengan menu yang disajikan setiap harinya. Bahkan Zaidan dan Akmal yang masih cukup muda pun bisa menerima semuanya dengan penuh syukur. Menurut mereka yang terpenting adalah rutinitas makan bersamanya. Salah satu dari mereka dari dulu selalu menyempatkan untuk makan di rumah dengan keluarga kecuali jika ada kegiatan mendesak yang mengharuskan mereka makan diluar.
"Yes, Idan selesai mandi duluan dari Mas Akmal dong. Idan pilih telur yang besar ya, Bu?" tanya Zaidan pada ibunya. Nayla mengangguk dengan senyum di bibirnya sembari mengusap puncak kepala anak bungsunya tersebut.
"Boleh. Idan ambil yang paling besar ya, Nak! Nasinya yang banyak. Biar Idan tambah besar badannya dan sehat. Jangan lupa sayurnya juga dimakan!" jawab Nayla.
"Idan mau yang ini. Ambilin ya Mba Ya," ucap Zaidan sambil menunjuk potongan telur dadar yang ia maksud. Ayana tidak menjawab ucapan Zaidan namun ia langsung mengambilkan telur dadar yang dimaksud Zaidan.
"Yakin yang ini, Dan? Kok nggak yang ini kan lebih besar," tanya Ayana dengan lembut dan mengarahkan sendoknya pada telur tersebut..
"Oh.. itu buat Ayah Mbak. Ayah kan yang bekerja paling keras. Harus dapat yang paling besar. Lagian Idan nanti juga kalau nggak habis kan malah mubazir," ucap Zaidan dengan polos. Sementara Ayana dan Nayla tersenyum bangga melihat cara berpikir Zaidan yang begitu dewasa pada umur 9 tahunnya. Selesai makan, Ayana, Adit, Akmal dan Zaidan kembali ke kamar masing-masing untuk mengambil tas mereka dan siap-siap untuk berangkat ke sekolah, kuliah, dan kantor.
"Idan, hari ini berangkat bareng Ayah saja ya! Mbak Ya kan sudah mulai kerja sekarang, dan kantornya tidak searah dengan sekolah kamu jadi bareng ayah aja. Kalau Mbak Ya nganter kamu ntar bisa telat," ujar Nayla sembari membantu Zaidan mengikat tali sepatunya.
"Siap, Bu! Ayo, Yah!" seru Zaidan yang berlari menuju ke motor ayahnya yang berada di garasi.
"Biar Ibu saja, Mbak. Kamu buruan berangkat gih! Jangan sampai terlambat nanti," ucap Nayla saat melihat Ayana masih mencuci piring di dapur.
"Ini masih jam tujuh lebih empat enam kok, Bu. Ayana masuk kerjanya jam Delapan," terang Ayana.
"Sudah biar Ibu lanjutin aja, Ya. Takutnya nanti baju kamu malah jadi kotor ntar dan harus ganti lagi. Sana berangkat Ya," perintah Nayla. Ayana tersenyum kemudian meraih tangan ibunya dan menciumnya lalu menuju garasi untuk mengeluarkan motornya dari garasi.
"Ayana pamit dulu ya, Bu. Assalamu'alaikum," pamit Ayana sembari meninggalkan pelataran rumahnya.
"Wa'alaikumsalam, hati-hati di jalan! Nggak usah ngebut-ngebut ya," pesan Nayla.
Sesampainya di kantor, Ayana langsung bergegas menuju ke lantai ruang kerja Rafa dan tempatnya bekerja. Setelah meletakkan tasnya pada meja kerjanya Ayana langsung masuk ke ruangan Rafa untuk membuka tira-tirai ruangan tersebut serta merapikannya. Lalu ia kembali ke meja kerjanya untuk membaca jadwal kegiatan Rafa pada hari ini. Hari ini tidak ada rapat penting yang harus Rafa hadiri. Kemudia Ayana berjalan kearah pantry untuk membuatkan kopi dan menyiapkan air putih untuk Rafa.
Ayana mendapat notifikasi w******p pada ponselnya yang ternyata pesan tersebut berasal dari Wafiy. Ia segera membuka pesan tersebut.
"Nanti siang kita makan siang bersama, bagaimana?" ajak Wafiy pada pesannya tersebut. Tanpa pikir panjang, Ayana pun menerima tawaran itu. Dengan catatan, di rumah makan yang tidak terlalu jauh dari kantor Ayana tentunya. Karena ia tidak mau sampai terlambat kembali setelah jam istirahat makan siang berakhir.
"Kamu sudah datang, Ya?" Pemilik suara itu adalah Rafa yang sedang berjalan mendekati mejanya dengan setelan jas dan tas kulit yang ditentengnya. Ayana segera berdiri dari duduknya.
“I-Iya, Pak. Untuk kopinya sudah saya siapkan di meja kerja Bapak,” ucap Ayana dengan menunduk.
"Kamu tidak perlu sungkan padaku, Ya. Lagian kita kan kedepannya akan sering bekerjasama. Aku ini rekan kerjamu, bukan atasanmu," ucap Rafa dengan senyumnya. Ayana membalasnya dengan mengangguk malu.
"Tidak ada istilah senioritas di perusahaan ini, Ya. Jadi jangan terlalu formal dengan saya. Sepertinya kita juga hampir seumuran ya," ucap Rafa dengan kerut di keningnya.
"I-iya, Pak. Saya akan mencoba untuk lebih santai dengan Bapak" ucap Ayana.
"Umur kamu berapa, Ya? Maaf ya kalau agak sensitive pertanyaan saya, hehe," tanya Rafa dengan tawanya.
"Saya dua puluh empat tahun, Pak,” ucap Ayana dengan canggung.
"Wah kita cuma beda satu tahun dong. Ya bener kata saya tadi dong nggak usah sungkan sama saya, Ya," Ucap Rafa dengan senyumnya.
"O-oh begitu, Pak. Akan saya usahakan," balas Ayana dengan senyum tipisnya. Ia merasa deg degan dan takut membayangkan jika Rafa mengenalinya karena kemaren Arka dengan tiba-tiba menanyakan tentang Ayana dan Rafa yang sudah kenal sebelumnya atau belum tersebut.
"Oh iya, Ya. Jadwal saya hari ini apa saja ya?" tanya Rafa.
“Hari ini Bapak hanya akan ada janji makan siang dengan pihak Aliana Group dan setelahnya Bapak free,” ucap Ayana sambil membaca layar komputernya.
"Okelah. Saya minta tolong booking kan tempat di Restoran Gubug Rindang Soka untuk nanti siang ya," ucap Rafa.
“Baik, Pak. Setelah ini akan saya pesankan. Untuk berapa orang ya, Pak?” ucap Ayana.
"Untuk lima orang. Oh iya nanti siang kamu juga ikut. Saya tinggal ke ruangan saya ya," ucap Rafa sembari membalik badannya untuk berjalan ke arah ruangannya.
"Ehmm…Pak!" panggil Ayana sebelum Rafa melangkah ke ruangannya yang membuat Rafa langsung membalikan posisinya menghadap Ayana kembali.
“Ya? Ada apa?” tanya Rafa dengan muka bingungnya.
“Ehmm. Maaf, Pak. Saya mau izin untuk sholat dhuha sebentar,” ucap Ayana dengan menunduk.
"Iya, tidak apa-apa. Silahkan! Santai saja, Ya," ucap Rafa dengan lembut.
"Baik, Pak. Terimakasih," ucap Ayana dengan mengangguk.
"Besok-besok langsung saja ya, Ya" ucap Rafa,"oh iya, Setelah sholat dhuha bisa bantu saya memilih berkas yang harus saya pelajari dulu? Tolong urutkan berdasarkan tanggalnya. Saya pusing jika harus menyelesaikan ini secara acak sendirian”.
"Bisa, Pak. Nanti akan saya kerjakan," ucap Ayana.
Setelah itu Rafa meninggalkan meja kerja Ayana untuk melangkah ke ruangannya dan Ayana melepas sepatunya untuk menggantinya dengan sandal jepit agar lebih mudah nanti saat melepasnya di musholla. Setelah selesai sholat Ayana langsung bergegas ke meja kerjanya untuk meletakkan mukenanya dan mengganti sandalnya dengan sepatunya. Lalu ia berjalan ke ruangan Rafa.
TOK TOK TOK
“Masuk, Ya,” ucap Rafa dari dalam. Ayana langsung membuka pintu ruangan Rafa dan masuk ke ruangan tersebut.
" Tolong ya, Ya. Itu berkas-berkasnya. Tolong kamu tata di sana saja nanti letakkan ke rak itu" ujar Rafa sembari menunjuk ke arah sofa panjang yang ada di ruangannya dan rak didekat meja kerjanya. Ayana mengangguk patuh. Setelah itu Ayana membawa tumpukan berkas itu ke arah sofa panjang yang terdapat ditengah ruangan Rafa dan segera memilah-milah berkas-berkas yang harus Rafa dahulukan untuk dibaca. Seperti yang Rafa minta, Ayana mengurutkannya berdasarkan tanggalnya.
Sementara itu, Rafa kembali berkutat membaca salah satu berkas di meja kerjanya. Pekerjaannya akhir-akhir ini memang cukup banyak. Mengingat beberapa anak perusahaannya memiliki new project secara hampir bersamaan. Belum lagi pengajuan tender-tender ke beberapa rumah sakit dan apotek yang belum sempat ia periksa dari minggu lalu. Kehadiran gadis yang sedang sibuk dengan berkas-berkas di sofa ruang kerjanya tersebut nyatanya mampu mengusir sedikit rasa penatnya dengan melakukan hal tersebut dengan cekatan walaupun ini masih hari keduanya bekerja dengan Rafa. Rafa terus melirik Ayana itu di tengah kesibukannya untuk melihat progress yang sedang dilakukannya. Seketika ia terpana dengan wajah yang nyaris tanpa balutan make up, namun tetap manis itu. Belum lagi bibir mungilnya yang sedari tadi tampak melafalkan beberapa kata, yang mungkin saja bertujuan untuk mengingat tanggal-tanggal di berkasnya. Membuat Rafa samar-samar mengingat seseorang yang dulu pernah ia kenal. Benarkah Rafa dulu pernah mengenal Ayana?