Ayana masih memikirkan tentang segala kemungkinan yang ada. Rafa adalah bosnya? Apakah Rafa juga memiliki andil dalam perekrutan pegawai baru ini? Namun sepertinya Rafa tadi tidak mengenalinya. Ayana pun awalnya saat melihat sekilas pada Rafa juga tidak menyadarinya. Ayana mulai bimbang dengan posisinya sekarang apakah ia harus melanjutkan pekerjaan ini atau menyudahinya. Ia dulu memang pernah menjadi bawahan Rafa saat di OSIS sekolahnya. Namun saat itu ia tidak harus berkecimpung untuk berinteraksi dengan Rafa terus menerus karena posisi mereka berbeda. Dulu Rafa menjadi wakil ketua osis pada tahun Ayana menjalani MOS sedangkan Ayana baru melamar menjadi staff PSDM pada tahun berikutnya dan ia bertemu dengan Rafa hanya saat ia wawancara untuk penerimaan anggota baru dan event-event tertentu saja. Semoga saja Ayana bias bersikap profesional.
“Hmm. Saya boleh duduk disini?” ucap Rafa yang akan menarik kursi disamping Ayana.
“Silahkan, Pak” ucap Ayana canggung, “Sepertinya dia tidak menyadari aku.” batinnya.
“sok sokan sopan deh, Pak. Biasanya juga langsung digeret tuh kursi,” ucap Aura dengan memutar bola matanya.
“Pesenin bubur ayam,” ucap Arka sambil mengeluarkan dompetnya dari saku celananya yang langsung disambut oleh tangan Aura.
“Ayok pesen, Mbak!” ucap Aura yang bangkit dari kursinya.
“Ehmm..Mohon maaf, Pak. Bapak mau saya pesankan apa?” tanya Ayana pada Rafa.
“Pesankan soto sama teh panas aja, Ya,” ucap Rafa dengan kikuk dan mengeluarkan uang lima puluh ribu rupiah dan menyerahkannya pada Ayana.
Ayana dan Aura langsung beranjak meninggalkan kedua laki-laki tersebut ke arah counter makanan yang ada. Ayana memesankan minuman mereka di counter penjual minuman sedangkan Aura mengarah ke counter penjual makanan.
“Lu kenapa?” tanya Arka saat melihat Rafa yang diam melamun.
“Hah? Apanya?” tanya Rafa dengan raut bingungnya.
“Semenjak ketemu sekretaris baru diem mulu. Nggak pantes buat lu aneh,” ucap Arka dengan datar.
“Aisshhh.. Tu mulut pengen gue remes deh. Lu kalau mau ngehujat nggak usah bawa-bawa sekretaris gue lah!” ucap Rafa kesal.
“Lu sensi amat dah! PMS? Aneh banget pagi ini,” ucap Arka dengan mengerutkan keningnya.
“Gue ngerasa kayak nggak asing sama Yaya. Gue baru nginget-nginget ini,” ucap Rafa.
“Tanya aja sih repot amat jadi orang!” ucap Arka.
Percakapan mereka terhenti saat melihat Ayana dan Aura yang sudah berjalan kearah mereka dengan nampan di tangannya. Rafa langsung menatap Arka dan memintanya untuk diam. Saat Ayana dan Aura sudah mendekati meja. Ada hal janggal yang terlihat pada nampan tersebut menurut Rafa.
“Kok Cuma tiga porsi?” tanya Rafa.
“Mbak Yaya puasa, Pak,” ucap Aura sambal membagikan makanan tersebut. Rafa benar-benar terkaget dan semakin yakin bahwa ia mengenali Yaya sebelumnya.
“Harusnya kamu contoh Yaya tuh, Ra,” ucap Arka dengan serius.
“Udah deh makan aja, Pak. Daripada tu bubur pindah ke muka Bapak sekarang ye kan!” ucap Aura dengan sebal.
“Maaf ya, Ya. Mereka emang sering kayak gitu,” ucap Rafa dengan raut wajah tidak enaknya.
Mereka mulai menyantap makanan mereka dan Ayana akhirnya memainkan ponselnya. Ayana mengechat Wafiy untuk menanyakan kegiatannya di kantor. Ayana merasa masih canggung berinteraksi dengan ketiga orang dihadapannya.
“Hari ini meeting sama pihak mana?” tanya Rafa pada Arka.
“PT Adi Darma. Udah gue siapin tenang,” ucap Arka.
“Aku sih yang nyusun ya!” ucap Aura dengan nada menyindir yang dihadiahi Arka dengan elusan di rambutnya.
“Makasih Aura cantik!” ucap Rafa dengan senyumnya.
“Nggak usah sok muji deh, Pak,” Ucap Aura dengan malas.
“Ayok mbak keatas. Males banget sama dua orang ini,” ucap Aura sambil menarik tangan Ayana bangkit dari kursinya.
Rafa sudah kembali ke ruangannya bersama Arka dan Ayana bingung harus melakukan apa. Akhirnya Ayana memutuskan menghampiri meja Aura untuk menanyakan segala sesuatu tentang Rafa.
“Aura!” Panggil Ayana.
“Iya, Mbak?” Tanya Aura.
“Aku mau nanya-nanya tentang Pak Rafa. Hehe,” ucap Ayana.
“Tentang apanya nih, Mbak?” tanya Aura dengan senyumnya.
“Pak Rafa kegiatannya gimana setiap hari?” tanya Ayana dengan senyum tipisnya.
“Ehmm. Kalau setahuku sih setiap pagi biasanya Mbak Rana bikinin kopi, Mbak. Pak Rafa tuh jarang keluar ruangan kecuali kalau ada meeting, janjian sama klien diluar. Gampang sih Mbak dia itu nggak serempong dan riweuh Pak Arka. Sebenernya kalau disuruh milih aku mending jadi sekretarisnya Pak Rafa, Mbak. Cuma ya orangnya emang kadang suka jahil, terus ngereceh, dan ngegombal nggak jelas gitu. Haha,” ucap Aura.
“Oh iya. Beliau sering ngelembur nggak?” tanya Ayana.
“Nggak sih, Mbak. Cuma sekalinya ngelembur biasanya nginep,” ucap Aura.
Tiba-tiba Arka keluar dari ruangan Rafa dan berjalan kearah musholla. Aura sudah paham apa yang akan dilakukan oleh atasannya tersebut. Hal tersebut sontak membuat Ayana teringat untuk melaksanakan sholat dhuha. Ayana langsung pamit kepada Aura untuk melaksanakan sholat dhuha terlebih dahulu. Ayana langsung menuju mejanya untuk mengganti high heelsnya dengan sandal. Saat ia akan beranjak dari meja kerjanya pintu ruangan Rafa terbuka dan terlihat Rafa yang akan keluar dari ruangannya. Ayana otomatis menunda untuk melaksanakan sholat Dhuha nya.
“Setelah meeting saya ada kegiatan apalagi, Ya?” tanya Rafa di depan meja kerja Ayana.
Ayana langsung membuka komputernya untuk melihat jadwal Rafa. Rafa dengan reflek langsung mendekati Ayana untuk melihat layar komputer. Ayana benar-benar terkaget saat ia akan membacakan dan menunjukkan jadwal tersebut kepada Rafa namun ternyata Rafa sudah berada di sampingnya dengan wajah berada disebelah kanannya. Ayana merasa bingung harus berbuat apa. Rafa pun sepertinya juga tidak memiliki niatan untuk pindah dari posisinya tersebut.
“Oke. Makasih, Ya,” ucap Rafa lalu menegakkan tubuhnya namun masih belum berpindah dari samping Ayana.
“Sama-sama. Ehmm Maaf Pak. Saya boleh izin untuk sholat dhuha sebentar?” tanya Ayana.
“O-oh oke silahkan, Ya,” ucap Rafa sambil beranjak dari posisinya.
Ayana menunggu Rafa hingga masuk ke ruangannya. Lalu ia baru berjalan kearah musholla. Sesampainya di musholla ia berpapasan dengan Arka yang sedang memakai sepatunya. Ayana menganggukkan kepalanya kepada Arka. Ayana benar-benar merasa canggung dengan Arka. Ia bingung harus berbuat apa saat di depan Arka. Arka memandangi Ayana yang sedang berdiri di depannya.
“Kenapa, Ya?” tanya Arka.
“A-ah nggak, Pak,” ucap Ayana dengan gugup.
“Kamu kenapa berdiri disitu? Santai saja dengan saya seperti Aura,” ucap Arka.
“Baik. Saya duluan ya, Pak,” ucap Ayana sambil melangkah masuk ke musholla.
“Sebentar, Ya. Ada yang mau saya tanyakan,” ucap Arka dengan serius.
“Ada apa ya, Pak?” tanya Ayana dengan bingung.
“Ehmm..Kamu kenal Rafa?” tanya Arka.
“Maksudnya, Pak?” tanya Ayana dengan gugup.
“Sebelumnya kalian udah pernah kenal?” tanya Arka dengan alis tertautnya.
Ayana benar-benar tercengang dan kebingungan dengan pertanyaan tersebut. Ia hanya terdiam dan akhirnya Arka paham.
TBC