Ayana dan keluarganya sekarang sedang berada di meja makan untuk menyantap makan malamnya. Wafiy pun juga berada ditengah-tengah keluarganya sekarang, karena tadi sore ia menjemput Zaidan di tempat kursus taekwondo-nya. Mereka makan dengan khidmat dan tenang. Selepas acara makan malam selesai Ayana membantu ibunya untuk membereskan meja makan. Adit dan Akmal langsung naik ke lantai atas. Sedangkan Zaidan bermanja dengan Wafiy untuk membantu mengerjakan tugas dari sekolahnya di ruang tamu.
Ayana berjalan kearah ruang tamu sambil membawa piring berisikan potongan buah pepaya. Ia tersenyum saat melihat interaksi antara Wafiy dengan Zaidan. Dia merasa beruntung dipertemukan dengan lelaki seperti Wafiy oleh temannya.
“Idan ada PR apa?” tanya Ayana sambil duduk disamping Zaidan.
“Matematika, Mbak. Susah banget ini untungnya Mas Wafiy ngajarin Idan,” ucap Zaidan dengan raut wajah yang lucu. Hal itu membuat Ayana dengan reflek mencubit pipi adeknya tersebut.
“kalau ada Mas Wafiy manja banget sih kamu, Dan,” ucap Ayana dengan mengacak rambut Zaidan.
“Nggak papa kok, Ya. Mumpung aku ada waktu longgar” Ucap Wafiy dengan senyumnya, “Udah lama juga nggak kesini aku.” dengan terkekeh.
“Makasih sudah nyempatin mampir hari ini, Mas,” ucap Ayana dengan senyumnya.
“Santai aja, Ya,” ucap Wafiy dengan sumringah, “Jadinya gimana lamarannya? Lolos?”.
“Alhamdulillah keterima, Mas. Besok sudah mulai kerja,” ucap Ayana. Ia tidak ingin mengatakan pada Wafiy tentang posisi yang akan dia kerjakan. Menurutnya ia bisa bersikap profesional pada kerjaannya kelak. Ia akan memberitahu jika Wafiy menanyakannya saja.
“Alhamdulillah! Akhirnya ya, Ya. Semoga kamu betah kerja disana dan mendapat rekan kerja yang solid ya,” ucap Wafiy dengan senang.
“Aamiin ya robbal alamiin. Doakan saja yang terbaik untukku, Mas,” ucap Ayana.
“Besok aku jemput ya. Kita berangkat kerja bareng,” ucap Wafiy.
“E-ehh nggak usah Mas. Lagian nggak searah sama kantor Mas Wafiy juga,” ucap Ayana menolak dengan lembut.
“Nggak papa, Ya. Besok aku di kantor selow kok. Jadi bisa nganter kamu ke kantor sekalian Zaidan ke sekolah,” ucap Wafiy sambil mengelus kepala Zaidan.
“Besok Mas Wafiy nganterin Idan sekolah?” Tanya Zaidan dengan riang.
“Iya. Idan jangan bangun kesiangan ya besok. Biar nggak terlambat ke sekolahnya,” ucap Wafiy dengan tawanya.
“Idan mau bobok, Mbak. Ayok!” ucap Zaidan dengan menarik tangan Ayana.
“Lhoh, Emang udah selesai PR Matematikanya, Dan?” tanya Ayana dengan lembut.
“Kurang satu nomer aja, Mbak. Nanti diajarin sama Mbak Ya aja. Yayaya!” ucap Zaidan dengan tatapan memohonnya.
“Kenapa kok nggak sekalian aja, Dan?” tanya Wafiy.
“Biar Mas Wafiy cepetan pulang dan besok nggak kesiangan,” ucap Zaidan dengan polos.
“Haha..Sini dikerjain sampai selesai dulu. Habis ini ntar Mas pulang deh,” ucap Wafiy dengan senyum yang mengembang.
Ayana langsung masuk ke dalam ruang keluarganya dengan membawa piring bekas pepaya tadi untuk mencari keberadaan ayahnya saat Wafiy mengucapkan ingin berpamitan dengan ayahnya. Setelah Wafiy berpamitan dengan ayahnya dan meninggalkan pelataran rumahnya, Ayana mengantarkan Zaidan ke kamar mandi untuk wudhu dan sikat gigi kemudian menyiapkan tempat tidurnya dan buku-buku sekolahnya.
Seperti biasanya Ayana akan terbangun pada pukul tiga malam untuk melaksanakan sholat tahajud. Lalu ia melanjutkan menyelesaikan bacaan surat Al Kahfinya tadi malam dan akan melaksanakan sahur. Saat ia turun untuk ke dapur ia melihat Ayah dan Ibunya sudah berada di meja makan dengan menyantap hidangan sahurnya.
“Pagi Yah, Bu” ucap Ayana menyapa keduanya.
“Pagi Ya. Sini Ibu udah siapin Nasi goreng,” ucap Nayla.
“Adit nggak sahur Bu?” tanya Ayana sambil menarik kursi di depannya untuk duduk.
“Katanya tadi dia nggak enak badan, Nak. Jadi hari ini nggak puasa dulu,” ucap Lukman.
“Kecapekan futsal terus dia mah,” ucap Nayla dengan menghela napasnya.
“Setelah selesai makan tolong bangunkan Adit, Akmal, dan Zaidan ya Nak. Kita sholat subuh berjama’ah” ucap Lukman,”Oh ya, Hari ini kamu mulai kerja ya Nak?”.
“Iya, Yah. Doakan Yaya ya Yah, Bu. Semoga Bos Yaya orangnya baik,” ucap Ayana dengan senyumnya.
“Aamiin ya robbal alamiin! Doa yang terbaik untuk anak Ayah ya Bu?” ucap Lukman yang dijawab dengan anggukan Nayla dengan senyumnya.
Sholat subuh berjama’ah pun sudah selesai ditunaikan oleh keluarga Ayana. Adit dan Akmal langsung menuju ke kamarnya untuk bersiap-siap ke kampus dan sekolahnya. Sedangkan Ayana memandikan Zaidan terlebih dahulu dan memakaikannya seragam terlebih dahulu. Setelah Zaidan siap Ayana langsung menyuruhnya untuk turun sarapan dan ia menyiapkan dirinya untuk berangkat kerja.
Ayana sudah siap dengan kemeja warna putih, rok dan blazer abu-abu tuanya serta pashmina warna abu-abu muda. Pada lantai 1 rumahnya sudah terdengar suara berisik dari Zaidan yang menjadi pertanda bahwa Wafiy pasti sudah datang.
Wafiy benar-benar terkesima dengan tampilan Ayana saat ini. Ia belum pernah melihat Ayana dengan pakaian kantoran seperti sekarang. Menurut Wafiy Ayana terlihat sangat berbeda dari biasanya, lebih dewasa, berwibawa, dan jangan lupakan wajah cantiknya.
“Kamu beda banget hari ini, Ya. Jadi cantik pisan. Mas jadi nggak rela kamu kerja. Haha,” ucap Wafiy sambil melirik kearah Ayana yang sedang memangku Zaidan.
“E-enggak ah, Mas. Yaya Cuma dandan sederhana kok,” ucap Ayana dengan pipinya yang bersemu.
“Mbak Yaya memang cantik dari dulu Mas Wafiy!” ucap Zaidan dengan tangan di pinggangnya dan ekspresi lucunya.
“Idan kayak tahu aja mana yang cantik sama nggak. Haha,” ucap Wafiy sambil mengacak-acak rambut Zaidan.
Pukul 07.00 WIB mobil Wafiy sudah sampai di dekat kantor Ayana, Ayana meminta Wafiy untuk berhenti di depan pos satpam saja. Awalnya Wafiy tetap kekeuh ingin menurunkannya di lobby. Namun Ayana memberikan alasan dirinya malu jika diturunkan di sana dan posisinya sekarang masih pegawai baru jadi ia tidak mau menjadi omongan orang-orang kantor.
Ayana berpamitan pada Wafiy dan keluar dari mobil tersebut. Saat ia berjalan kearah lobby ia bertemu dengan Aura dan seorang lelaki dengan badan tegap, muka yang datar namun rupawan dan kulit kuning langsatnya yang berjalan disampingnya.
“Hai! Mbak Yaya,” sapa Aura saat mereka berpapasan.
“Iya, Ra,” jawab Ayana dan sedikit membungkukkan badannya pada lelaki di samping Aura.
“Santai aja, Mbak. Beliau wakil direkturnya PT Ardi Manunggal,” ucap Aura sambil menepuk lengan lelaki disampingnya.
“Arkana Fachreel Ghifari, Panggil saja Arka,” ucap Arka dengan datar.
“Baik Pak Arka. Mohon bim-,” ucap Ayana namun terpotong dengan ucapan orang dibelakangnya.
“Pagi kalian! Ada apa nih ngumpul-ngumpul?” Ucap Rafa.
“Sekretaris baru lo,” ucap Arka singkat.
“Akhirnya! Kenalin saya Ardana Rafa Labib. Panggil aja Rafa. Sorry kita kemaren belum sempat kenalan karena saya diajak makan siang sama klien diluar,” ucap Rafa sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
Nama itu membuat Ayana sangat terkejut dan teringat oleh seseorang. Ia tidak menyangka bahwa ia akan bertemu kembali dengan kakak kelasnya dan sekaligus senat osisnya saat SMA. Semoga saja Rafa tidak mengenalinya.
“Per-perkenalkan nama saya Ghayda Ayana Diinah. Saya biasa dipanggil Ayana atau Yaya, Pak. Mohon bantuan dan bimbingannya,” ucap Ayana dengan menyatukan kedua telapak tangannya dan mengangkatnya ke depan d**a. Hal tersebut membuat Rafa otomatis langsung menarik uluran tangannya dan tersenyum canggung.
“Ayo kita masuk ke dalam dan sarapan sekalian di kantin, Mbak,” ucap Aura sambil menggandeng tangan Ayana dan melangkah mendahului dua lelaki yang masih terdiam di tempatnya. Sebenarnya Ayana ingin menolak ajakan Aura karena ia sedang puasa. Namun ia juga merasa lega bisa terbebas dari kecanggungan yang ada.
TBC