bc

Petualangan Detektif Zavie

book_age4+
0
FOLLOW
1K
READ
family
HE
submissive
sweet
bxg
no-couple
lighthearted
genius
campus
city
highschool
chubby
like
intro-logo
Blurb

Namaku Zavier Alastair. Umurku empat tahun. Tapi jangan remehkan aku; aku detektif yang paling sibuk di lingkungan ini.

Urusan tetangga yang berantem karena garam? Aku tahu.

Urusan bebek-bebek di belakang rumahku serta kucing-kucingku? Tentu aku hafal.

Urusan bapak-bapak dan ibu-ibu yang jualan di pasar? Aku protes kalo harga ayamnya naik, soalnya Mama jadi jarang bikin sop ayam.

Misteri kenapa si Mbak penjual es nggak jualan sampe dua hari? Aku selidiki.

Percintaan Bibi Soraya si janda? Justru aku yang jadi cupid-nya.

Semangka Pak Kumis pun aku yang bantu panenkan. Aku suka semangka, soalnya.

Tapi dari semua misteri itu, satu hal paling bikin aku penasaran adalah...

...kenapa Kak Atlas, kakak super gantengku, dingin banget sama aku?!

Dia itu keren banget. Pinter, jago olahraga, selalu juara umum, dan sering dapet hadiah dari kakak-kakak cewek (yang suratnya sering dititipin ke aku...terus coklatnya aku makan).

Tapi Kak Atlas tuh susah banget diajak main! Huh!

Makanya, aku, Detektif Zavie, harus nyelidikin kasus yang paling misterius sepanjang masa:

Gimana caranya supaya aku bisa main sama Kak Atlas dan bikin dia jadi sayang sama aku?

chap-preview
Free preview
1. Coco dan Hydrangea Biru (1)
Bab 1 : Coco dan Hydrangea Biru (1) ****** ZAVIE punya seekor kucing. Kucing itu adalah kucing tabby berwarna coklat yang tubuhnya gemuk, tetapi belum dewasa. Kucing itu bernama Coco. Coco baru berusia sekitar tiga bulan. Bulunya lembut, pendek, dan terawat. Tubuhnya yang gembul itu terasa sungguh nyaman saat dipeluk. Ukurannya pas sekali di dalam pelukan Zavie yang masih berusia empat tahun. Zavier Alastair—yang biasa dipanggil Adek atau Zavie—adalah anak bungsu laki-laki dari Keluarga Alastair. Keluarga Pak Haryo Alastair tinggal di sebuah rumah yang terletak di permukiman yang tidak terlalu padat. Mereka tidak tinggal di kawasan perumahan elit. Di belakang rumah Keluarga Alastair terdapat taman bunga yang tidak luas, tetapi sangat cantik. Di dekat taman itu terdapat sebuah jembatan kayu kecil yang menghubungkan antara taman bunga dengan lapangan sepak bola. Lapangan sepak bola itu biasa ramai digunakan oleh para lelaki di sekitar pemukiman tersebut untuk bermain bola di sore hari. Jika rumah Zavie berada di sebelah timur lapangan itu, maka di sebelah utara lapangan tersebut juga ada beberapa rumah yang berjajar (tetapi bukan bedeng). Permukiman tempat Keluarga Pak Haryo tinggal adalah permukiman yang tanah kosongnya masih cukup luas meski berada di kota. Mereka tidak tinggal di depan jalan raya; orang-orang di sekitar permukiman itu saling mengenal dan akrab. Kekeluargaannya terjaga dengan baik karena lingkungan yang masih luas seolah-olah berada di desa, tetapi tidak, itu bukan desa. Pak Haryo Alastair benar-benar beruntung mendapatkan tempat tinggal yang daerahnya masih luas seperti itu. Untuk bernapas juga sepertinya lebih lega karena jarak antarrumah tidak terlalu dekat. Rumah-rumahnya tidak saling berdempetan. Orang-orang masih bisa menanam sesuatu di halaman depan ataupun di halaman belakang mereka; mereka bisa memelihara ayam atau bebek di belakang rumah, bisa juga menghabiskan waktu bersama, contohnya bermain bola di sore hari. Rumah beton milik Pak Haryo Alastair tidak terlihat begitu besar, tetapi enak dipandang. Rumahnya ber-style modern dan memiliki satu lantai, tetapi ruang tamunya sangat besar. Sebenarnya, bagian dalamnya luas meski kalau dari luar rumah itu tidak terlihat begitu besar. Rumah itu adalah tipe rumah panggung, jadi Zavie sering duduk-duduk di teras belakang dengan kaki yang menjuntai seraya memakan buah semangka dari Pak Kumis. Pak Kumis tinggal di salah satu rumah yang berada di sebelah utara lapangan sepak bola; beliau memiliki sebuah kebun semangka di belakang rumahnya. Keluarga Alastair rajin membeli semangka yang beliau tanam karena Zavie hobi makan semangka. Selain makan semangka, biasanya Zavie juga duduk-duduk di teras belakang sembari melihat kucingnya yang suka bermain di taman bunga yang ada di belakang rumahnya itu. Bunga yang ditanam di sana adalah bunga hydrangea biru. Kucing Zavie—Coco—suka sekali berlari-lari di sana, terutama karena di sana juga sering ada bebek-bebek milik tetangga. Ada seekor bebek betina yang rajin sekali bermain ke taman bunga belakang rumah Zavie seraya membawa anak-anaknya. Jadi, berhubung Coco hobi bermain di belakang rumah—di antara bunga-bunga hydrangea berwarna biru itu—Zavie jadi curiga ketika dia menyadari bahwa kucingnya tidak ada di dalam rumah sore itu. Hari ini sedang hujan dan hujannya cukup lebat. Gemuruh dari langit sesekali terdengar, tetapi batang hidung Coco yang pesek itu tak kunjung kelihatan di dalam rumah. Zavie lari ke dapur, kaki kecilnya itu berlari agak kencang dan rambutnya memantul seakan-akan mampu menimbulkan sound effect berupa ‘tuing-tuing’ tatkala ia berlari. Ia memakai celana panjang berwarna krim dan jaket kebesaran berwarna biru muda. Saat sampai di dapur, Zavie mengambil payung kecilnya yang Mama letakkan di tempat penyimpanan payung berbentuk tabung. Tempat penyimpanan payung itu berdiri di samping rak sepatu. Setelah mengambil payungnya, Zavie mengambil sepatu kets berwarna putihnya yang terletak di barisan tengah rak sepatu besar milik keluarga. Zavie harus cari Coco, nih, soalnya nanti Coco sakit! Coco kalau sakit pasti ingusan! Zavie harus cepat sebelum ketahuan Mama. Kalau Mama melihat dia keluar hujan-hujan begini, bisa-bisa dia kena marah Mama duluan sebelum bisa membawa Coco pulang. Zavie jadi agak paham, nih, bagaimana rasanya menjadi Mama dan Papa. Ternyata begini rasanya jadi orangtua yang sibuk mengurusi anak bayi, ya. Zavie menenteng sepasang sepatu serta payung kecilnya ke teras belakang rumah panggung mereka. Ketika sudah sampai di teras belakang, Zavie pun memakai sepatu ketsnya tersebut dan jemari kecilnya sibuk memasang perekat sepatunya dengan mata yang membulat lucu. Setelah itu, Zavie lantas berdiri dan meraih payung kecilnya itu: payung kecil berwarna biru muda yang Papa belikan untuknya dari minimarket dua bulan yang lalu ketika mereka terjebak hujan saat jalan-jalan sore. Dia membuka payung tersebut, lalu berlari menuruni tangga rumah panggung mereka dan menuju ke taman bunga hydrangea yang ada di belakang rumah itu. Langkah kakinya menimbulkan bunyi kecipak tatkala menginjak tanah yang sedang digenangi air. Namun, Zavie tidak memedulikan itu sama sekali. Si Kecil yang beraroma bedak bercampur minyak telon itu hanya ingin menjemput Coco pulang; dia sungguh heran dengan Coco karena kata Mama, kucing biasanya takut air. Nah, ini, kan, lagi hujan. Kok Coco enggak takut kena air? “Cocooo!” teriak Zavie di antara rintik hujan. “Cocooo, Coco di manaaaa?!” Setelah sampai di taman bunga belakang rumah, Zavie langsung melihat Coco yang bersembunyi di antara bunga-bunga hydrangea biru itu. Kucing itu menatap majikan mungilnya—Zavie—dengan mata yang membulat polos, lalu mengeong. Seolah merespons panggilan Zavie. Melihat itu, Zavie jadi menghela napas. Aduh, repot sekali, ya, ternyata, kalau punya anak kecil. Besok Zavie harus tanya-tanya Mama lagi, deh. Kayaknya Zavie perlu belajar bagaimana caranya menjadi orangtua yang lebih baik untuk Coco. Tidak bisa begini terus. Nanti Zavie gagal menjadi orangtua. Zavie pun meraih Coco dan memeluk kucing itu, lalu duduk di antara bunga-bunga hydrangea tersebut. Iya, Coco benar-benar duduk di sana, padahal tanahnya sedang basah. Seraya memeluk dan memangku Coco di bawah payungnya, Zavie pun mengerutkan dahi. Dia terlihat agak kesal sekaligus khawatir dengan Coco. “Coco ngapain, cih? Ini, kan, lagi hujan… Nanti kalau Coco cakit gimana?” tanya Zavie dengan kecewa. Coco yang mendengar itu hanya mengeong dan menatapnya dengan mata yang membulat polos, tidak mengerti sama sekali dengan apa yang majikan kecilnya itu ucapkan. Ya bagaimana, dong, majikan sama peliharaannya, kan…sama-sama masih mungil. “Coco, kan, bukan bebek. Coco ngapain hujan-hujanan? Coco nggak takut air? Kenapa nggak mau main di rumah aja? Kan ada Javi…” ujar Zavie, dia protes dengan nada ngambek-nya itu, sibuk menasihati kelakuan Coco yang sekarang suka kelayapan sendiri di belakang rumah. Masih kecil saja sudah hobi kelayapan, bagaimana nanti kalau sudah besar? Zavie takut Coco nanti jadi melakukan pergaulan bebas! “Adek!! Zavie!!” Belum sempat Zavie meneliti bagaimana respons Coco, tiba-tiba Zavie mendengar teriakan mamanya dari teras belakang rumah. Zavie kontan langsung mengangkat kepalanya, menoleh ke arah teras belakang rumah dan menemukan mamanya yang bertubuh sedikit gemuk itu berdiri di sana, sedikit memanjangkan leher demi melihat apakah Zavie benar-benar sedang duduk di tengah-tengah tanaman hydrangea itu. Mamanya lanjut berteriak, “Adek!! Balik!! Hujan ini!! Ngapain main ke luar?!!” Zavie jadi panik. Dia langsung berdiri dan menggendong Coco, lalu berlari seraya membawa kucingnya itu kembali ke rumah. Mama yang melihat itu sontak jadi menganga; mata Mama melebar. “Astaga Adeeek!! Itu celana basah semua astagaaa!!!” Waduh! Ketahuan Mama, deh! Gawat ini! Zavie pun berlari naik tangga dan begitu dia sampai di teras belakang rumahnya, Mama langsung merunduk dan memeriksa celananya. Celana itu jelas basah semua, terutama bagian bokongnya. Mama langsung mengambil payung yang tengah Zavie pegang, lalu mulai melepas celana Zavie. “Ya ampun, Dek! Ngapain, sih, hujan-hujanan di belakang rumah? Kan basah semua ini jadinya! Nanti demam baru tau rasa!” Zavie jadi mengerucutkan bibirnya karena sedih, tetapi matanya tetap membulat polos. “Javi lagi cari Coco, Ma, dia tadi nggak pulang. Dia main di deket bunga. Nanti dia cakit demam…” Mamanya jadi menahan napas sejenak. Setelah itu, Mama pun menghela napasnya. “Ya udah, mandi sana. Langsung masuk ke kamar mandi. Takutnya ntar jadi demam.” “Mau mandi cama Coco, Ma, boleh?” pinta Zavie dengan mata bulatnya. Mama sedang membuka jaket Zavie. “Boleh, ya, Ma?” Mama langsung menggandeng Zavie—yang kini hanya memakai celana dalam itu—masuk ke dalam rumah. “Ya udah, tapi Zavie beneran mandi, ya? Jangan malah main air. Nggak boleh pakai bathtub juga. Nanti ada apa-apa. Mandi di lantai aja.” Zavie yang masih menggendong Coco pun jadi sedikit melompat senang. Matanya yang jernih itu mulai berbinar. “Yeeeey!!” Setelah itu, Mama pun mengantar Zavie dan Coco ke kamar mandi. Kamar mandi itu ada di dekat dapur. Setelah itu, Mama mengantarkan mainan bebek-bebekan ke dalam kamar mandi, memberikan mainan itu pada Zavie, lalu membiarkan Zavie mandi sendiri bersama Coco. Mama tidak menutup pintu kamar mandi itu supaya bisa mengawasi dua buntalan daging itu dari dapur. Kamar mandinya luas, jadi Zavie bisa duduk di lantainya seraya memandikan Coco. []

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

GARKA 2

read
6.2K
bc

Perfect Revenge (Indonesia)

read
5.1K
bc

Super Psycho Love (Bahasa Indonesia)

read
88.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.9K
bc

TERNODA

read
198.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook