"Ikutlah denganku, Dhis," pinta Abi. Ia memasang wajah melas, meski tahu pasti lawan bicaranya tak mampu melihat sebab bingung dengan peletakan berbagai perkakas baru. "Aku lagi sibuk, Bi. Kenapa kamu merengek seperti anak kecil?" tanya Gendhis di sela-sela usahanya mengganti suasana kafe. Setelah dipikir-pikir masak-masak, Gendhis akhirnya menyetujui ucapan Abi. Ia setuju menurunkan siluet neon pada plang nama Satoe Hati. Namun, sebelum ia memesan dan penggantinya jadi, ia tak akan menurunkan plang nama yang lama. Tiba-tiba, Gendhis mengingat bagaimana Hapsari yang memasang wajah sedih ketika ia menolak untuk sarapan di rumah. Beruntung, Puri yang menyeringai licik berhasil membuat Gendhis tak lagi gelisah. "Kakak Ipar memang sebelas dua belas seperti Kakak. Pantas saja, jika kalian

