Berusaha Acuh

1172 Words
Kinan menatap kedatangan Bram di balkon kamarnya setelah sebelumnya dia melihat pria itu menurunkan Ayu di rumah sebelah. Kebenaran yang sudah terungkap jika Bram dan Ayu menikah membuat mereka tak malu- malu, bahkan Bram tak perlu lagi sembunyi- sembunyi dalam menemui Ayu. Ya, sebenarnya dulu mereka juga memang sering pergi bersama dengan menggunakan mobilnya. Hanya saja mungkin mereka menggunakan berbagai alasan agar hubungan mereka tak tercium warga dan membuat curiga. Andai Kinan tak melihat dengan mata kepalanya sendiri, mungkin dia juga tidak akan percaya jika suami setia dan bergantung padanya itu menduakannya dengan wanita lain. Bram dan Yumna keluar dari mobil, lalu memasuki rumah dengan senyum mengembang ceria. Kinan memejamkan matanya. Tangannya yang memegang pagar balkon mengerat saat mengingat jika Yumna ingin Ayu jadi ibunya. Mengingat dua orang itu sudah masuk ke dalam rumah Kinan juga memilih untuk kembali. Saat berbalik hendak masuk mata Kinan justru menatap seorang pria yang berdiri di balkon rumah Azka. "Papa Azka," gumamnya. Meski suasana malam membuatnya tak bisa melihatnya dengan jelas, namun Kinan tahu pria itu tengah menatapnya. Kenapa pria itu menatapnya? Tak menghiraukan lebih jauh Kinan memilih masuk ke dalam rumah untuk melihat seperti apa wajah ceria Bram dan Yumna yang baru saja merayakan ulang tahun Ayu. Kinan baru saja menginjakkan kaki di lantai satu saat mendengar suara bisik- bisik dari Bram dan Yumna. "Ingat ya, di depan Mama jangan panggil Tante Ayu, Mama," peringat Bram pada Yumna. Yumna mengangguk patuh. "Oke, Pa." "Ya sudah masuk kamar gih!" Setelah memastikan Yumna memasuki kamarnya, Kinan menghampiri Bram yang baru melepas sepatunya. "Asik ya abis jalan- jalan?" Kinan melipat tangannya di d**a melihat senyum Bram mengembang saat melihatnya. "Eh, Sayang. Aku bawa oleh- oleh buat kamu," katanya dengan menyerahkan sebuah paper bag pada Kinan. "Darimana aja, kalian? Ke supermarket sampe malem?" tanya Kinan dengan mengambil paper bag di tangan Bram. "Ayu minta temenin ke supermarket abis itu kita jalan- jalan. Wajarlah kalau sampai malem, namamya juga main. Apalagi Yumna malah gak mau pulang." Bram melewati Kinan. "Kalian udah makan?" Bram yang akan menaiki lantai dua menoleh kembali. "Kami udah makan di restoran tadi." Baru saja Bram berniat melanjutkan langkahnya ke lantai dua Kinan kembali berucap. "Punya uang buat ke restoran, berarti kamu punya uang buat aku, kan?" Kinan menengadahkan tangannya ke arah Bram. "Ingat loh Mas. Uangku udah abis kamu pake buat modal itu. Dan sekarang aku cuma bisa minta sama kamu." Bram menatap tangan Kinan lalu membuka dompetnya. "Ini cukup buat dua hari kan?" Bram menyerahkana tiga lembar uang merah pada Kinan. Kinan mengernyit melihat uang di tangannya. "Masa sih segini, Mas. Skincare aku udah mau abis, apalagi kebutuhan rumah juga udah mau abi. Aku mau belanja juga ke Supermarket!" Kinan menekankan kata- katanya. Bram baru membuka mulutnya untuk bicara, namun Kinan justru menyanggah ucapannya sebelum benar-benar terlontar. "Jangan bilang gak ada. Ingat loh kamu harus selalu adil sama kedua istri kamu. Masa buat dia ada, buat aku enggak. Ke supermarket? bahkan jalan-jalan, makan di restoran? tapi yang di kasih ke aku cuma segini?" Bram mengeluh lalu membuka dompenya lagi dan menambah tiga lembar lagi membuat Kinan tersenyum. "Nah, gitu dong mau punya istri dua harus adil. Kalau enggak nanti berdosa." Setelah mengatakan itu Kinan berlalu pergi mendahului Bram. "Aku masih datang bulan, jadi kamu bisa nginep di rumah Ayu aja." ..... Di pagi hari saat bangun Yumna tak melihat makanan di meja. Meja kosong, hanya ada satu piring dengan satu roti bakar yang kini tengah di santap Kinan. "Ma, mana sarapan aku?" tanya Yumna dengan mengernyit. Meja makan benar-benar bersih tak ada masakan satu pun. "Oh, kamu udah bangun?" Kinan berkata acuh. "Mama gak masak. Kamu bisa makan di rumah Tante Ayu, sana! Sekalian berangkat sekolah juga sama Tante Ayu, kan." Kinan membawa piring bekasnya ke arah wastafel lalu mencucinya. "Kok gitu?" "Mama lagi males masak. Lagian kan Yumna bilang kalau masakan Tante Ayu lebih enak." "Tapi aku bisa kesiangan, Ma!" Kinan berdecak. "Kalau gitu bisa minta Tante Ayu buatkan bekal, nanti sarapannya di sekolah." Setelah itu Kinan mengusak rambut Yumna dan berjalan pergi. "Oh, ya. Bilang sama Papa kalau Mama mau shopping dulu. Jadi mobil Mama yang bawa." Kinan meraih tasnya. "Terus sekolahku gimana?" "Bisa naik taksi kan? Bilang sama Tante Ayu naik taksi aja, atau bisa naik angkot biar hemat. Udah ya, Mama pergi dulu." Kinan mengeluarkan kunci mobil lalu segera pergi. Yumna menatap kesal lalu dengan menghentakkan kakinya pergi ke rumah sebelah. ... "Mama kamu ngomong gitu?" Bram bertanya dengan tak percaya. Bagaimana bisa Kinan mengacuhkan Yumna, bahkan tak membuat sarapan? Bram memang menginap di rumah Ayu semalam karena Kinan yang katanya masih datang bulan. Jadi saat Yumna menekan bell berkali-kali tentu saja membangunkannya yang masih asik bergelung dalam selimut dengan istri kedua. Bram bahkan hampir saja melakukan satu ronde sebelum bangun andai Yumna tidak datang. Yumna mengangguk. "Mama juga bilang mobil Mama yang bawa. Katanya mau shopping." "Apa?!" Bram berdecak kesal. "Kinan itu egois loh, Mas. Padahal kamu kan harus kerja. Terus aku juga anterin Yumna. Masa tega buat kita naik taksi." ucap Ayu dengan kesal. "Mama bilang naik angkot biar hemat." timpal Yumna dengan mulut penuh makanan. Dia baru saja di buatkan nasi goreng oleh Ayu. "Apa!" Ayu menarik tangan Bram. "Mas, aku gak mau ya, naik angkot. Apalagi aku lagi hamil. Berdesakan di angkot, bau, gerah. Aku gak mau!" Bram memejamkan matanya kesal. "Naik taksi aja. Cepetan makannya, nanti telat ke sekolah." Bram melangkah pergi untuk segera bersiap bekerja dan membuka bengkel elektroniknya. Bram memesan satu taksi, sebelum pergi ke bengkel taksi mengantar lebih dahulu ke sekolah Yumna. "Nanti aku pulangnya gimana?" tanya Ayu. "Ya naik taksi." Bram menyerahkan uang 100 ribu. "Segini mana cukup, Mas," keluh Ayu. "Ya jangan jajan dulu. Uang kita udah menipis. Kinan juga udah mulai nanyain kemana separuh uangnya." Ayu cemberut. "Kinan egois. Padahal kan kamu juga pakai buat biayain istrinya. Emang dia gak minta apa?" Bram menghela nafasnya. "Dia emang gak minta. Baru semalam Kinan minta, itu pun dia bilang minta nafkah. Kalau dia tahu sebagian besar uangnya kita pake, Kinan pasti marah." "Lagian bengkel masih sepi. Masih belum ada pelanggan. Kalau sampai bulan depan aku gak bisa kasih 50 persen bagian Kinan gimana?" "Mana ku tahu. Tapi gak seharusnya kamu suruh aku ngirit, Mas. Apalagi aku lagi hamil, bawaan mau ngemil terus." "Lihat kan, kamu bisa ada bilang Kinan egois. Sementara kamu maunya di temenin shopping, makan di luar. Emang itu duitnya dari mana kalau bukan dari Kinan." "Kamu kok malah nyalahin aku? Salah kamu sendiri kenapa gak maksimal kerjanya." "Ngomong aja gampang. Kalau aku gak temenin kamu kemana-mana aku bakalan buka bengkel tiap hari." Ayu terdiam kembali memalingkan wajahnya. "Udahlah, yang harus kita pikirin gimana bisa hasilin uang sebelum uang dari Kinan habis. Makanya stop belanjanya dulu. Dan jangan protes." Setelah itu Ayu turun dari taksi diikuti Yumna, dan taksi kembali melaju untuk mengantar Bram. Ayu masih menatap kesal, lalu menatap Yumna yang menatapnya bingung. "Itu tuh, Mama kamu, tega. Masa buat kita ke sekolah naik taksi. Mana gak bisa jajan lagi." Yumna menyipitkan matanya. "Mama bener, Mama Kinan egois. Jahat!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD